Kita tetap menginginkan representasi demokrasi berada pada maqam-nya, yaitu rakyat sebagai pemilik mandat dan kedaulatan tertinggi.
Ingat, semurni-murni rakyat adalah yang miskin, lemah, terusir, dan tidak memiliki akses pada keadilan.
Metode kritik diperlukan untuk menghindari demokrasi terluka akibat nirpartisipasi dan terlindas oleh kuasa modal (korporatokrasi) yang memanipulasi kepentingan rakyat demi nafsu libidinalnya yang khas.
Kita tetap mengapresiasi langkah-langkah Ahok mengubah Jakarta melalui pendekatan teknokratis agar semakin baik, maju, dan modern. Namun, jangan lupa ingatkan dia untuk mengimbanginya dengan pendekatan sosial, kultural, ekologis, dan kemanusiaan agar Jakarta menjadi rumah yang nyaman bagi semua, lestari, seimbang, dan beradab.
Jakarta tetap Jakarta, bukan Singapura, Dubai, atau Hongkong versi lain.
Prinsip pembangunan seharusnya tidak hanya berada pada satu kanal, tetapi multi-saluran. Saya teringat kata-kata almarhum Prof Afan Gaffar, dosen ilmu politik UGM yang tepat diungkap dalam konteks pemerintahan Ahok. "Kita perlu mendukung pemerintahan yang dipilih secara demokratis dengan kritik, bukan sekadar puja-puji yang menyebabkan ia menjadi dewa."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.