Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Pembelian Lahan dan Penjelasan Sumber Waras

Kompas.com - 18/04/2016, 06:37 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan Pemprov DKI dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai.

Menanggapi itu, pihak RS Sumber Waras akhirnya memberikan penjelasan pada Sabtu (16/4/2016) lalu.

Direktur Utama RS Sumber Waras, Abraham Tedjanegara, mengatakan, proses jual beli mulai dilakukan pada pertengahan Mei 2014. Ketika itu, pihak RS Sumber Waras melihat bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diberitakan telah membeli lahan RS Sumber Waras senilai Rp 1,7 triliun.

Padahal, menurut Abraham, pihak RS Sumber Waras tidak pernah menawarkan lahan mereka kepada Pemprov DKI. Sebab, sejak November 2013, RS Sumber Waras tengah melakukan pengikatan jual beli dengan PT Ciputra Karya Utama (CKU).

Namun, proses jual beli itu batal karena PT CKU tidak dapat memenuhi perjanjian pengadaan wisma dalam waktu yang ditentukan di dalam perjanjian. Selain itu, proses jual beli juga batal karena Pemprov DKI tidak mengizinkan pembangunan wisma susun tersebut.

"Pada waktu pertemuan (untuk mengonfirmasi pemberitaan pembelian lahan oleh Pemprov DKI) tersebut, Pak Ahok mengatakan bahwa pada dasarnya dan tidak mungkin perizinan itu diubah karena sampai saat ini DKI masih kekurangan rumah sakit," tutur Abraham di RS Sumber Waras, Jakarta Barat, Sabtu.


Pada pertemuan itu pula Ahok menawarkan agar RS Sumber Waras menjual lahannya kepada Pemprov DKI. Sebab, Abraham mengaku hendak menjual sebagian lahan rumah sakit untuk melakukan peremajaan dan pembelian alat baru.

"Di situlah Pak Ahok bilang, 'Kenapa lahan tersebut enggak dijual saja ke pemprov DKI tetapi dengan satu syarat dijual dengan harga NJOP (nilai jual objek pajak)?'," kata Abraham.

Akhirnya, RS Sumber Waras setuju menjual sebagian lahan yang luasnya 3,6 hektar itu dengan harga NJOP kepada Pemprov DKI. Selain itu, pihak rumah sakit juga meminta harga beli bangunan senilai Rp 25 miliar. Namun, Pemprov DKI tidak menyetujuinya.

Setelah bernegosiasi, pihak RS Sumber Waras akhirnya membatalkan harga pembelian bangunan tersebut dan mengamini permintaan Pemprov DKI dengan hanya menjual seharga NJOP.

Alasannya, kata Abraham, karena pihak RS Sumber Waras memiliki kesamaan visi dan misi dengan Pemprov. Pembelian pun dilakukan pada akhir 2014.

"Penjualan itu kadang tidak melihat latar belakang. Pada prinsipnya kita jual ke DKI karena misi RS Sumber Waras adalah menolong orang. Kita berpikir punya visi dan misi yang sama. Karena (Pemprov DKI) mau untuk bangun rumah sakit kanker dan jantung, makanya kita kasih," ujar Abraham.

Pembayaran melalui Bank DKI

Abraham mengatakan, pembayaran pembelian lahan tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening Bank DKI. Ia membantah jika pembayaran itu dilakukan tunai dengan uang cash.

"Yang benar pembayarannya itu kami terima di Bank DKI rekening kami. Rekening kami Bank DKI sudah lama, bukan gara-gara kami jual ini (baru buka), enggak," katanya.

Menurut dia, akan sulit membawa uang ratusan miliar rupiah dalam bentuk cash.

"Ini yang bikin saya jadi tambah bingung, karena gini lho, Rp 755 miliar, saya ambil tunai, cash, mesti pakai berapa kontainer kalo begitu. Itu tidak benar," ujar Abraham.


Tidak Merugikan Negara

Abraham menyebut tidak ada kerugian negara senilai Rp 191 miliar dalam proses jual beli sebagian lahan RS Sumber Waras seperti yang dituduhkan BPK. Justru, ia menilai negara diuntungkan dalam proses jual beli rumah sakit tersebut.

"Kalau kami dibilang merugikan negara, apa yang kami rugikan? Tanah sesuai NJOP (nilai jual objek pajak), Rp 25 miliar (harga bangunan) enggak dibayar, belum ongkos-ongkos yang lain, ini kan bukan pemerintah yang bayar. Jadi kami tidak merasa merugikan negara, malah menguntungkan," ungkapnya.

Menurut Abraham, semua urusan administrasi terkait penyerahan lahan diurus oleh RS Sumber Waras. Pemprov DKI secara bersih hanya membayar harga lahan Rp 755 miliar.

Ia pun menyebut, Pemprov DKI telah benar membayar harga sesuai NJOP Tahun 2014 senilai Rp 20 juta. Sebab, dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan lahan tersebut berada di Jalan Kiai Tapa, bukan Jalan Tomang Utara yang NJOP-nya Rp 7 juta.

"Ini sertifikat RS Sumber Waras atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras berkedudukan di Jakarta, luasnya 36.410 meter persegi, dan alamatnya Jalan Kiai Tapa. Di dalam sertifikat juga ada surat ukur yang menyatakan (alamatnya) di Jalan Kiai Tapa," kata Abraham sambil menunjukkan sertifikat HGB lahan tersebut.

Sebelumnya, BPK menyebut, nilai jual obyek pajak (NJOP) dari lahan yang dibeli Pemprov DKI sekitar Rp 7 juta per meter. Namun, DKI malah membayar NJOP sebesar Rp 20 juta.

Kompas TV BPK Nilai Ahok Kurang "Cermat"?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Plang 'Parkir Gratis', Jukir Liar Masih Beroperasi di Minimarket Palmerah

Ada Plang "Parkir Gratis", Jukir Liar Masih Beroperasi di Minimarket Palmerah

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Dibunuh di Warung Kelontong Miliknya

Pria Dalam Sarung di Pamulang Dibunuh di Warung Kelontong Miliknya

Megapolitan
Polisi: Kantung Parkir di Masjid Istiqlal Tak Seimbang dengan Jumlah Pengunjung

Polisi: Kantung Parkir di Masjid Istiqlal Tak Seimbang dengan Jumlah Pengunjung

Megapolitan
Masyarakat Diminta Tak Tergoda Tawaran Sewa Bus Murah yang Tak Menjamin Keselamatan

Masyarakat Diminta Tak Tergoda Tawaran Sewa Bus Murah yang Tak Menjamin Keselamatan

Megapolitan
SMK Lingga Kencana Depok Berencana Beri Santunan ke Keluarga Siswa Korban Kecelakaan

SMK Lingga Kencana Depok Berencana Beri Santunan ke Keluarga Siswa Korban Kecelakaan

Megapolitan
Tukang Tambal Ban yang Digeruduk Ojol Sudah 6 Tahun Mangkal di MT Haryono

Tukang Tambal Ban yang Digeruduk Ojol Sudah 6 Tahun Mangkal di MT Haryono

Megapolitan
Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Keponakannya Sendiri

Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Keponakannya Sendiri

Megapolitan
Terungkap, Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Pemilik Warung Kelontong

Terungkap, Jasad Pria Dalam Sarung di Pamulang Ternyata Pemilik Warung Kelontong

Megapolitan
Kronologi Tukang Tambal Ban di Jalan MT Haryono Digeruduk Ojol

Kronologi Tukang Tambal Ban di Jalan MT Haryono Digeruduk Ojol

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Evaluasi Seluruh Kegiatan di Luar Sekolah Imbas Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Pemkot Depok Akan Evaluasi Seluruh Kegiatan di Luar Sekolah Imbas Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Biar Alam Semesta yang Jawab

Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Biar Alam Semesta yang Jawab

Megapolitan
Polisi Usul Kantong Parkir Depan Masjid Istiqlal Dilegalkan Saat Acara Keagamaan

Polisi Usul Kantong Parkir Depan Masjid Istiqlal Dilegalkan Saat Acara Keagamaan

Megapolitan
Kepsek SMK Lingga Kencana: Kami Pernah Pakai Bus Trans Putra Fajar Tahun Lalu dan Hasilnya Memuaskan

Kepsek SMK Lingga Kencana: Kami Pernah Pakai Bus Trans Putra Fajar Tahun Lalu dan Hasilnya Memuaskan

Megapolitan
Polisi Terima Laporan Komunitas Tuli Berkait Konten Komika Gerall yang Diduga Rendahkan Bahasa Isyarat

Polisi Terima Laporan Komunitas Tuli Berkait Konten Komika Gerall yang Diduga Rendahkan Bahasa Isyarat

Megapolitan
Soal Tepati Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi: Nanti Dipikirkan

Soal Tepati Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi: Nanti Dipikirkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com