Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2016, 21:00 WIB

Di mana ada kota dengan begitu banyak sungai? Bisa jadi Jakarta adalah salah satunya di dunia. Sayang, di Ibu Kota ini, warga lebih mengenal kali sebagai tempat hunian padat dan kumuh di tepiannya, juga tempat buang sampah dan aneka limbah. Saat hujan tiba, sungai pun meluap dan memicu banjir.

 Di tepi Sungai Pesanggrahan, Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, Kamis (21/4), anak-anak sedang bermain pancingan dengan kayu. Tak lama, dari kejauhan, ibu mereka menyuruh pulang dan melarang mereka mendekati sungai.

”Aldi, ayo pulang! Jangan main ke tengah sungai. Ntar hanyut,” seru si ibu.

Bekas warna kecoklatan dan sampah yang menyangkut di dahan pohon menandakan ketinggian banjir yang terjadi pada malam sebelumnya. Permukaan air naik sekitar 1 meter dari ketinggian normalnya. Padahal, batas tepi sungai itu hanya berjarak tak lebih dari 1 meter dari halaman rumah-rumah.

Di kelurahan ini, tepatnya di lima rukun tetangga (RT) di RW 009, hanya ada empat rumah yang menghadap ke sungai. Puluhan rumah permanen lainnya membelakangi kali.

Rumah-rumah yang masih menghadap kali itu dihuni warga Betawi yang telah turun-temurun hidup di kawasan itu. Tak heran, RW 009 acap disebut Kampung Pesanggrahan.

Amih (60), salah satu warga RT 005 RW 009, sengaja mempertahankan rumahnya menghadap ke sungai. Ia menganggap sungai bagian dari halaman dan pusat kegiatan, seperti mencuci pakaian, memancing, dan bersantai.

”Melihat pemandangan kali dan mendengar suara (air) juga menenangkan. Mandi juga di kali. Kalau dulu orang sini pasti bisa berenang karena latihannya di sungai. Kalau anak sekarang, boro-boro latihan, malah hanyut sama alergi,” katanya.

Bagi sebagian warga, sungai itu kini menjadi area yang mereka hindari. Selain bisa mengancam hidup anak-anak mereka karena arusnya yang deras, kondisi sungai juga sudah terlampau keruh dan identik dengan sampah bawaan, hingga bau limbah menyengat.

”Ya, dulu, bangun pagi melihat sungai indah dan adem. Sekarang pagi-pagi bawaannya puyeng. Kalau lagi musim panas, air bisa biru, merah, hitam. Belum lagi banjir. Kalau rumah baru pasti dibangun membelakangi sungai,” tambah Amih.

Sedikit kenangan indah akan sungai bersih juga melekat di benak suami-istri Atmo (78) dan Rus (69). Keduanya tinggal di rumah ukuran 4 x 3 meter di RT 010 RW 005 Kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan, tepat di tepi Kali Krukut.

Menurut Atmo, saat pertama kali pindah dari Solo, Jawa Tengah, ke Jakarta, tahun 1970, ia langsung tinggal di rumahnya itu. ”Ada lahan kosong milik teman, saya dipersilakan mendirikan rumah di sana,” ujarnya.

Ia memilih membangun rumah di bantaran sungai karena bisa mandi, cuci, dan kakus di kali. Kala itu, Krukut masih bening, berarus tenang, dan aman digunakan warga. ”Warga di bantaran sungai saat itu membakar sampah mereka. Tidak dibuang ke kali,” ujar Atmo.

Berdasarkan sisa ingatannya, sungai mulai kotor pada periode 1980-an, seiring banyaknya warga pendatang yang membangun rumah di Pela Mampang dan Petogogan, tak jauh dari situ. Semakin padatnya permukiman membuat perilaku warga terhadap kali makin sulit dikendalikan.

Ikatan pudar

Kesadaran warga menjaga lingkungan permukiman dan sungai kini juga makin menurun. Warga RW 009 di Kembangan, Pesanggrahan, misalnya, sudah tak ada yang membuang sampah ke sungai. Namun, budaya kerja bakti membersihkan kali sudah punah. ]Mereka kini lebih memilih membayar biaya angkut sampah sebesar Rp 10.000 per bulan.

”Kalau pendatang dan yang mengontrak tambah jarang yang peduli (dengan sungai). Kita, sih, ingin sungai jadi bening lagi. Sebagai warga pribumi sebenarnya tak mau kampung kami kotor. Tapi percuma di sini bersih, kalau di ujungnya sudah kotor dan banyak sampah,” kata Sadiri (60), warga RT 005 RW 009.

Warga merasakan banjir terbesar pada tahun 2007 yang merendam hingga atap rumah mereka. Sejak 2002, banjir selalu menjadi agenda tahunan sehingga warga sudah bersiap mengungsi dan mengamankan barang-barang mereka saat musim hujan tiba. Bahkan, saat hujan tak turun di kampung itu, air bawaan dari hujan di hulu sungai di Bogor kadang meluap dan membanjiri permukiman.

Dulu, kata Sadiri, sejauh mata memandang, pemandangan di seberang sungai adalah sawah-sawah. Saat ini, tanggul dibangun di seberang sungai untuk pembangunan apartemen.

Peradaban

Berkaca pada sejarah, hampir semua peradaban tinggi manusia dibangun di tepian sungai. Arkeolog Universitas Indonesia, Candrian Attahiyat, mengungkapkan, ditemukan kapak-kapak batu yang digunakan sebagai peralatan rumah tangga sehari-hari manusia pada masa prasejarah di bantaran Kali Ciliwung. Peninggalan prasejarah itu ditemukan di tepian kali di Condet, Jakarta Timur, dan Kalibata, Jakarta Selatan.

Menurut Candrian, sungai selalu menjadi perhatian utama hidup manusia. Bahkan, pada zaman kolonial, Pemerintah Belanda mengelola air dari mata air di Jawa Barat untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di Kota Batavia—kini kawasan Kota hingga Harmoni.

Seiring perkembangan kota, pengelolaan sungai dan sumber air lainnya makin diperlukan. Inilah yang sempat alpa dilakukan di Jakarta. Sekarang, semua warga menanggung akibatnya. Dalam setidaknya tiga dekade terakhir, boleh dibilang peradaban kota Jakarta di tepian sungai justru berangsur surut.

Ahli hidrologi IPB, Hidayat Pawitan, menyampaikan, beberapa kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, sungai tak lagi bisa dibiarkan hidup secara alami karena tekanan penduduk amat tinggi. Harus dibangun jaringan pengelolaan air yang baik antar-sungai dan waduk. Pengelolaan ini tak hanya bermanfaat untuk mengendalikan banjir, tetapi juga mengendalikan penurunan permukaan tanah.

Di Jakarta, selain Krukut, Pesanggrahan, dan Ciliwung, setidaknya 10 sungai lain butuh segera direvitalisasi. Mengembalikan marwah Jakarta sebagai kota sungai nan cantik, unik, dan berkelanjutan bukanlah khayalan semu. Upaya pembenahan sungai yang cukup masif dilakukan dalam lima tahun terakhir bisa menjadi awal mengembalikannya sebagai kota yang beradab.

Apalagi jika kehidupan warga bantaran kali, seperti pasangan Atmo dan Rus, juga Amih dan kampungnya, ditata dan dibina menjadi lebih sehat dan manusiawi.

(MDN/HLN/C06/C07)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 April 2016, di halaman 25 dengan judul "Memimpikan Kali Sumber Kehidupan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com