Orangtua Melli menumpang di rumah kontrakan saudaranya yang tidak jauh dari Pasar Ikan. Akan tetapi, siswi kelas V SD Islam Bintang Pancasila ini memilih tinggal di pengungsian.
Menurut dia, di kontrakan ruangannya sempit. "Sama seperti di rusun. Sudah jauh, sempit juga. Makanya, lebih suka di sini sama teman-teman. Maunya digantilah rumah saya. Jadi, bisa punya kamar, punya tempat belajar lagi," tutur anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Penertiban Pasar Ikan dimulai 16 hari yang lalu. Saat itu, pemerintah memutuskan menertibkan ratusan bangunan di lahan seluas 1,4 hektar dalam kurun yang sangat cepat.
Sekitar tiga minggu setelah surat pemberitahuan pembongkaran diberikan, empat RT di Pasar Ikan rata dengan tanah. Ratusan warga masih bertahan di sejumlah tempat pengungsian.
Sebagian warga Pasar Ikan memilih mengungsi di aula Masjid Luar Batang, sementara yang ingin pindah telah menetap di sejumlah rusunawa yang ditawarkan pemerintah.
Dari data yang ada, warga yang bertahan diperkirakan mencapai 400 keluarga, dari total 895 keluarga di RW 004 Pasar Ikan.
Menurut Upi Yunita, koordinator warga, terdapat 210 anak yang tinggal di pengungsian dan sekitar 170 anak merupakan anak sekolah.
"Dalam data kami, ada 103 anak-anak di tingkat SD, 55 di tingkat menengah pertama, dan ada 21 di menengah atas atau kejuruan. Mereka ini ada yang tengah ujian atau sebentar lagi menghadapi ujian," kata Upi.
Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan fasilitas pindah sekolah, anak-anak ini tak nyaman untuk pindah.
Mereka dipaksa menerima lingkungan baru, juga pelajaran yang belum tentu sama.
Menurut Upi, pemindahan warga dengan tiba-tiba juga menghilangkan lahan pekerjaan. Padahal, biaya sekolah semakin tinggi dari hari ke hari.
"Ini yang tidak dipikirkan pemerintah. Dibilangnya, kalau di rusun, masalah sudah selesai," ungkapnya.
Pada Selasa malam, ratusan warga berkumpul karena beredar isu pembongkaran tenda pengungsi.
Maemunah (35) duduk di atas puing bangunan bersama anak bungsunya, Sekar (6). Mata Maemunah memerah, air matanya menggenang.
Ibu enam anak ini mengkhawatirkan anak-anaknya. "Sudah digusur, tendanya juga mau dibongkar. Sial amat jadi orang miskin. Semoga Sekar nanti bisa sekolah tinggi, biar jadi orang," ucapnya penuh harap....
(SAIFUL RIJAL YUNUS)
-------
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 26 dengan judul "Keping Cita-cita dari Bawah Tenda".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.