Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tepi Kali, demi Bertahan di Jakarta

Kompas.com - 29/04/2016, 15:00 WIB

RUMAH di atas kali yang ditopang tiang-tiang bambu masih menjadi pemandangan umum di bantaran Kali Ciliwung di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Bantaran kali yang sempit itu menjadi tempat bernaung orang-orang yang bertahan mengadu nasib di Jakarta. Ruang sungai pun kian terdesak.

Pada 1998, Suwarni (35) dan suaminya mulai bermukim di bantaran Kali Ciliwung, tepatnya di RT 010 RW 004, Kelurahan Kebon Manggis, Matraman. Bermodal uang Rp 12 juta, suami-istri itu membeli rumah bekas di bantaran kali itu.

"Saat pertama beli, bangunan rumah masih reyot, dari kayu," kata Suwarni, Rabu (27/4).

Dari penghasilan suami sebagai pedagang nasi goreng keliling, rumah reyot dibangun Suwarni sedikit demi sedikit menjadi rumah dari beton. Hingga kini, luas bangunan rumahnya menjadi 6 meter x 8 meter persegi, cukup untuk tinggal Suwarni, suami, dan dua anaknya.

Namun, seperti rumah lain di bantaran kali, separuh rumah Suwarni berdiri di atas kali. Bagian bangunan yang ada di atas kali itu ditopang tiang beton yang ditancapkan ke turap kali.

Tak heran Kali Ciliwung di tempat Suwarni tinggal hanya tampak selebar 5 meter, dari lebar sesungguhnya 8 meter. Kanan-kiri bantaran kali itu dipadati permukiman warga.

Menurut dia, meski didirikan di bantaran kali, rumahnya tak pernah kebanjiran karena bantaran yang ia tempati lumayan tinggi. Banjir luapan Kali Ciliwung terjadi di RT tetangga.

Penertiban bangunan di sepanjang bantaran itu selama ini tak pernah dilakukan. Itu sebabnya bantaran Ciliwung di Matraman makin padat hunian.

Warga lain di bantaran itu, Sumini (36), mengatakan, rumah yang ia tempati sekarang sudah berulang kali ganti pemilik. "Saya tidak tahu, saya ini sudah orang ke berapa yang membeli rumah ini," katanya.

Menurut Sumini, tiga tahun lalu saat dia dan suaminya membeli rumah, kondisinya sangat buruk karena hanya dari bambu dan kayu. Ia bayar rumah itu seharga Rp 13 juta dengan tanda bukti jual-belinya hanya selembar kuitansi.

Dengan penghasilan suaminya sebagai pegawai di sebuah pusat perbelanjaan, dia membangun rumah yang lebih kokoh dengan menghabiskan dana Rp 50 juta lebih.

Perempuan asal Purwodadi, Jawa Tengah, itu menyadari bahwa dia membangun rumahnya secara ilegal. Namun, ia berharap bisa memperoleh unit rumah susun sederhana sewa yang tidak terlalu jauh dari Matraman jika jadi direlokasi untuk kepentingan normalisasi Ciliwung. Sebab, suaminya bekerja di Manggarai, Jakarta Selatan, tak jauh dari rumahnya sekarang.

Puluhan tahun

Pemandangan serupa juga ditemui di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, tepatnya di pinggir aliran Kali Apuran. Rumah-rumah warga berderet membelakangi aliran kali yang menuju ke Cengkareng Drain itu.

Pipa-pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga warga mengalir ke kali itu. Rabu, aliran kali itu terlihat keruh kehitaman. Sampah plastik dan botol minuman berserakan dan mengambang di permukaan air.

Sumia (60), salah satu warga bantaran Kali Apuran, sudah puluhan tahun tinggal di lokasi tersebut. Ia datang dari Bogor, Jawa Barat.

Awal merantau ke Jakarta, dia bekerja sebagai buruh cuci-gosok. Ia juga pernah bekerja di sebuah pabrik di Kapuk. Setelah itu, ia menikah dengan pekerja harian lepas yang bertugas membersihkan kali dari sampah.

Ia dan suaminya lalu membuat bedeng sederhana di pinggir kali. Saat itu, kawasan sekeliling bedeng adalah kebun tebu yang lebat. Kini, kawasan itu padat dengan rumah penduduk.

Ia mengenang, dulu air sungai itu masih bisa dipakai mandi dan mencuci. "Dulu, air kami pakai untuk mandi, buang air besar, dan cuci karena airnya masih agak jernih. Setelah banyak pendatang, airnya makin lama makin tercemar," tuturnya.

Di lokasi lain, yakni di bantaran Kanal Banjir Barat di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, juga bermunculan permukiman padat penduduk yang dihuni perantau dan pekerja kelas rendah. Mereka rata-rata bekerja sebagai pedagang makanan keliling, buruh pabrik, buruh bangunan, atau membuka usaha warung kecil-kecilan.

Mereka sebagian besar adalah perantau dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mereka memilih rumah atau kontrakan di pinggir kali karena harga yang murah. Harga kontrakan semipermanen di pinggir kali itu Rp 100.000-Rp 400.000 per bulan.

Makin berat

Peneliti antropologi Universitas Indonesia, Haryono, mengatakan, konsistensi pemerintah menertibkan hunian di bantaran kali sangat dibutuhkan. Ketika sekarang pemerintah baru mulai bergerak, beban yang dihadapi pun makin berat karena hampir semua bantaran kali di Jakarta telah dipadati hunian.

Warga yang bermukim di bantaran kali, lanjutnya, adalah warga pendatang yang sebenarnya tak mampu membeli rumah di Jakarta. Umumnya mereka adalah pekerja sektor informal dengan penghasilan terbatas.

Mereka, kata Haryono, memang perlu ditertibkan. Namun, untuk menertibkan mereka, Pemerintah Provinsi DKI harus mengutamakan kemanusiaan. Kebutuhan akses ke pusat-pusat ekonomi sebagai tempat mereka bekerja harus diperhitungkan.

Haryono pun mengingatkan bahwa warga miskin yang bekerja di sektor informal akan senantiasa ada di setiap kota. Sebab, kota juga membutuhkan tenaga kerja informal agar roda ekonomi kota bergerak.

Oleh sebab itu, perlu penataan permukiman di setiap area yang dibuat secara gradasi, dari kompleks mewah, menengah, hingga kampung. Dengan demikian, para penghuninya bisa saling mendukung.

(MADINA NUSRAT/DIAN DEWI PURNAMASARI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Di Tepi Kali, demi Bertahan di Jakarta".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

Megapolitan
DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com