Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungkapan Kecurangan oleh Mantan Relawan dan Bantahan "Teman Ahok"

Kompas.com - 23/06/2016, 10:31 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada Kamis (22/6/2016), sejumlah mantan penanggung jawab pengumpul data kartu tanda penduduk (KTP) Teman Ahok mengungkapkan adanya kecurangan dalam pengumpulan data KTP dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama itu.

Pengungkapan kecurangan itu dilakukan dalam suatu acara yang digelar sekitar pukul 09.30 WIB di Kafe Dua Nyonya, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Sebelum acara dimulai, para pembicara tampak keluar dari kafe. Mereka tampak berembuk kemudian baru memulai acara pukul 10.15 WIB.

Ada lima mantan relawan Teman Ahok yang memberikan testimoni, yakni Paulus Romindi, Richard Sukarno, Dody Hendaryadi, Kusnun Nurun, dan Dhella Noviyanti.

Richard menyampaikan testimoni pertama. Pada awal pembicaraan, ia langsung meminta maaf terhadap warga DKI Jakarta.

Permintaan maaf itu disampaikannya karena capaian 1 juta data KTP Teman Ahok belum tentu valid.

"Apa yang dinyatakan Teman Ahok di pusat, mantan pimpinan kami, kami nyatakan bahwa tidak semuanya benar. Saya mau minta maaf kepada khususnya warga DKI atas informasi yang tidak semuanya benar yang disampaikan kawan kami di Pejaten," kata Paulus di Kafe Dua Nyonya, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu.

(Baca juga: "Teman Ahok" Disebut Beri Fasilitas Gratis kepada Pengumpul Data KTP)

Menurut Paulus, ada praktik kecurangan dalam pengumpulan data KTP. Kecurangan itu dilakukan di tingkat bawah oleh para pengumpul data KTP.

Praktik curang tersebut biasa disebut "barter" oleh para pelaku. Sementara itu, data yang dioper itu disebut dengan "KTP oplosan".

Menurut Richard, pertukaran data KTP dilakukan antar-pengumpul. Praktik kecurangan ini, kata dia, dilakukan agar masing-masing mencapai target per pekan yang ditetapkan oleh Teman Ahok.

Berlomba-lomba dapat gaji

Setiap PJ posko mendapat target untuk mengumpulkan 140 data per pekan. Mereka juga mendapat uang saku Rp 500.000 bila mencapai target tersebut.

Pada setiap pekan keempat, uang sakunya ditambahkan Rp 500.000. Total, dalam sebulan, para pengumpul bisa mendapat Rp 2,5 juta.

Selain ada PJ, ada pula koordinator posko (korpos) pengumpulan data KTP. Tugas korpos ini mengoordinasikan KTP yang dikumpulkan dari para PJ.

Menurut Paulus, korpos mendapat uang saku Rp 500.000 bila PJ mencapai target setiap bulan.

(Baca juga: Penjelasan "Teman Ahok" soal Pengakuan PJ Curang Dibayar Rp 500.000 untuk 140 Data KTP)

Setiap korpos membawahi 5-10 PJ. "Jadi pendapatannya bisa mencapai Rp 5 juta dalam satu bulan," sambung Paulus.

Oleh karena itu, menurut Richard, target dan uang saku yang dijanjikan itu membuat dirinya dan pengumpul data KTP lainnya berbuat curang.

Sebagian dari mereka yang berbuat curang bertujuan mencapai target dan uang saku.

"Kalau saya jujur. Kami dikejar target. Kami tes dulu. Lolos. Berarti ada pembiaran. Lolos, lolos langsung. Nah mainkan," kata Richard.

Bukan hanya target dan uang saku, masing-masing juga diberi fasilitas gratis, mulai dari printer merk Hawlett-Packard (HP), laptop, hingga ponsel.

Modus data KTP "oplosan"

Paulus membeberkan modus dari "mengoplos" data KTP dukungan Teman Ahok. Modus itu semata-mata untuk mencapai target. Menurut Paulus, data KTP dari PJ belum tentu riil semuanya.

"Ini barter KTP. Contohnya, dari Pinang Ranti sudah mengumpulkan 140 data bulan September 2015. Terus dioper, dibarter ke Kelurahan Kelapa Dua. Naik Go-Jek kek, ketemuan. Kemudian, ditukar lagi bulan berikutnya, ke Sukabumi Selatan dan Jati," kata Paulus.

Setiap PJ, lanjut Paulus, memiliki bawahan lagi. Bawahan itu yang kemudian bertugas mengumpulkan data KTP untuk Teman Ahok. Permainan tersebut biasanya terjadi hingga di level bawahan PJ.

"Kami pasang kaki-kaki. Gimana caranya? Dari Rp 500.000 itu kami cak (bagi-bagi). Mereka kerja sama dengan oknum lainlah. Caranya seperti itu," ungkap Paulus.

Sampai di Posko Pusat Teman Ahok, risiko KTP ganda, menurut dia, cukup besar. Terlebih lagi, lanjut Paulus, verifikasi data KTP ini tidak maksimal.

Dari 140 data KTP, verifikasi dilakukan secara acak dengan menelepon 10 hingga 15 orang. "Begitu diangkat positif, masuk. Padahal sisanya belum tentu benar," sambung Paulus.

Tak mengaku curang

Penasaran dengan cerita dari tiap-tiap mantan PJ posko, Kompas.com mendatangi satu per satu pemberi testimoni.

Paulus misalnya. Saat ditanya mengenai pernah tidaknya melakukan "pengoplosan" data KTP, Paulus mengaku tidak pernah.

"Kalau saya pribadi, enggak ya. Omongan-omongan di bawah," kata Paulus.

Menurut pegawai swasta itu, "pengoplosan" KTP diketahui setelah masa kontraknya habis. Informasi itu diketahui dari kaki-kaki atau bawahan Paulus.

"Semua informasi diketahui setelah selesai. Saya kan bulan Mei. Gue kan taunya riil. Tapi kan punya kaki-kaki di bawah. 'Lo tau enggak, Bang? Itu (data) KTP bodong. Orang gue tiga kali nyetor. Lo kena gak Bang? Lolos, ya udah, selamet," ungkap Paulus.

Sementara itu, Nurun juga enggan mengaku ikut melakukan praktik kecurangan. Menurut Nurun, praktik itu dilakukan oleh teman-temannya.

"Kalau saya enggak lakuin itu. Temen-temen yang lakuin," ungkap Nurun.

Demikian juga dengan Dhella Noviyanti. Wanita yang merupakan anak dari Richard Sukarno itu mengaku tidak melakukan praktik curang.

Menurut Dhella, pengumpulan data KTP dilakukan oleh Richard. Ia mengaku hanya pernah ditegur lewat pesan singkat dari Teman Ahok di tingkat pusat karena ada data KTP ganda.

"Kalau misalnya ada yang ganda di-SMS," kata Dhella.

(Baca juga: Ini Modus Pemalsuan KTP yang Ditemukan "Teman Ahok")

Dody pun awalnya demikian. Saat ditanya, Dody tampak ragu. Ia pun mengaku tak pernah barter.

"Kalau barter KTP, enggak barter. Intinya kami cari KTP, tetapi teman-teman yang lain kan juga cari KTP. Setelah saya kasih teman-teman lain KTP dan saya juga minta. Ternyata KTP itu sudah disetor ke sana," kata Dody.

Namun, setelah dicecar pertanyaan, Dody mengaku pernah meminta data KTP ke PJ posko lainnya.

Dody kemudian berkilah bahwa ia tahu data KTP yang diminta itu sudah pernah disetor ke Posko Pusat Teman Ahok.

"Saya enggak tahu kalau sudah terbang ke sana, ke Pejaten. Semua PJ di Pejaten tidak ada yang riil," ungkap Dody.

Nasib Dody pun tragis. Ia dipecat karena ketahuan memberikan banyak data yang tak valid. Richard pun bernasib demikian.

Ia dipecat karena dianggap memasukkan data tak valid. Richard pun mengakui bahwa ia pernah melakukan kecurangan. "Pernah. Itu terpaksa karena harus kejar target," kata Richard.

Disetir ormas

Sementara itu, juru bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, mengaku heran dengan gencarnya serangan kepada Teman Ahok setelah mereka mencapai target 1 juta fotokopi KTP dukungan untuk Ahok-Heru.

Menurut dia, secara kebetulan juga, metode pembusukannya dilakukan seolah-olah dari dalam.

"Orang yang pernah bersentuhan dengan kita, tetapi kemudian tersingkir dalam gerakan, tiba-tiba datang dan menggembosi gerakan. Padahal mereka, barisan sakit hati ini, tidak tahu banyak tentang gerakan karena hanya bergabung di awal, ketahuan melanggar, dan tidak tahu perkembangan," tulis Amalia dalam website resmi temanahok.com, Rabu (22/6/2016).

Menurut Amalia, barisan sakit hati itu berhasil menemukan pihak yang berkepentingan yang mau memfasilitasi mereka. Ia pun menyebut para mantan relawan Teman Ahok itu berhasil dipolitisasi.

Lebih jauh lagi, Teman Ahok mengaku kedatangan salah seorang PJ posko sebelum konferensi pers di Cikini berlangsung.

Kepada Teman Ahok, PJ tersebut menyebut ada sebuah gerakan dari ormas untuk mengumpulkan orang yang tersingkir dari organisasi Teman Ahok dan memfasilitasi mereka untuk membuat pertemuan pers.

Kelima orang PJ itu pun dipastikan sudah dikeluarkan oleh Teman Ahok. Bahka, menurut Amalia, tiga dari lima orang tersebut dipecat karena kualitas data yang dihasilkan buruk.

Meskipun demikian, Amalia mengatakan bahwa Teman Ahok tidak akan membawa masalah ini ke ranah hukum.

(Baca juga: "Teman Ahok" Tidak Akan Perkarakan Lima Mantan Pengumpul Data KTP untuk Ahok)

Menurut Amalia, masyarakat dapat menilai sendiri kualitas informasi yang disampaikan para mantan relawan Teman Ahok itu setelah mengetahui latar belakang dari perbuatan kelima orang tersebut.

"Sebenarnya lebih ke sanksi sosial. Awalnya kami ingin membalas, tetapi ternyata publik sudah lebih dulu membalasnya dengan sanksi sosial," ujar Amalia.

Namun, ia mengatakan, Teman Ahok akan mendukung siapa saja yang ingin memperkarakan kelima orang tersebut secara hukum. Bahkan, Teman Ahok siap memberikan data-data jika dibutuhkan.

Kompas TV Teman Ahok Bantah Tudingan Curang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Megapolitan
Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Megapolitan
Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Megapolitan
Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Megapolitan
Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

Megapolitan
RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Megapolitan
Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Megapolitan
Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Megapolitan
Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Megapolitan
Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Megapolitan
Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar 'Video Call' Bareng Aipda Ambarita

Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar "Video Call" Bareng Aipda Ambarita

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com