Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Awal Si Oven Pemanggang Kue di Cawang

Kompas.com - 11/07/2016, 15:59 WIB

Oleh: Madina Nusrat

Cerita dapur saat Lebaran tak bisa lepas dari oven pemanggang kue. Di Jalan Dewi Sartika, dekat perempatan menuju Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, oven-oven dari aluminium dan baja nirkarat memulai cerita. Cawang Kompor, begitu orang Jakarta mengenal sentra pembuatan dan penjualan oven itu dari masa ke masa.

 Dengan gigih Irnawati (41) menawar oven dari baja nirkarat berukuran 40 cm x 40 cm. Harga yang ditawarkan Diding (40), pemilik kios UD Tajirul Barokah 151, adalah Rp 280.000. Irnawati menawar Rp 250.000.

"Itu ovennya pakai bahan bagus, tidak karat. Untungnya tipis," kata Diding, akhir Juni lalu.

Irnawati kembali meminta agar harga oven itu dikurangi. Di sisi lain, dia mengakui oven yang ditawarnya itu berkualitas bagus. "Ini bahannya memang beda, sih. Tidak karatan. Bagus. Tapi masak enggak bisa kurang harganya," kata warga Kramatjati, Jakarta Timur, ini.

Menurut dia, kualitas oven di Cawang Kompor sudah teruji. Kali ini, dia harus membeli karena oven di rumahnya sudah berusia 10 tahun dan keropos.

Di kiosnya, Diding juga menjual oven gas ukuran medium dan besar, dengan harga mulai dari Rp 800.000 sampai Rp 1 juta lebih untuk setiap unit. Bahan yang digunakan umumnya baja nirkarat.

Diawali kompor minyak

Lebih dari 20 tahun terakhir, Cawang Kompor dikenal sebagai tempat pembuatan dan penjualan oven kue. Namun, kehadiran oven itu terbilang baru karena sebelumnya kawasan itu lebih dikenal sebagai sentra pembuatan dan penjualan kompor minyak tanah.

Yati (60) yang bermukim di Duren Sawit, Jakarta Timur, sejak tahun 1979 menceritakan, ibu mertua dan kakak iparnya selalu singgah ke Cawang Kompor.

"Ibu mertua dan kakak saya itu selalu beli kompor di Cawang. Padahal, mereka tinggal di Jakarta Barat, loh," ujarnya.

Sebagai sentra pembuatan dan penjualan kompor minyak tanah, kawasan ini sudah dikenal lebih dari 30 tahun. Kompor minyak tanah dari kawasan itu dikenal tak mudah meledak dan kuat menopang panci dan kuali yang berat sekalipun.

Tak heran, dari masa ke masa, kawasan itu lebih dikenal sebagai Cawang Kompor kendati pemerintah mendorong konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke gas pada 2004. Kebijakan ini turut menggantikan kompor minyak tanah dengan oven.

Diding menuturkan, dia bukan orang baru di Cawang Kompor, tetapi dia baru serius menjual oven di kawasan itu empat bulan terakhir. Sebelumnya, dia lebih banyak berperan sebagai pemasok kompor minyak tanah di kawasan Cawang sejak 1997.

"Saat jadi pemasok kompor, saya juga sudah mulai memasok oven ke Cawang," katanya.

Bagi Diding, kompor dan oven adalah bagian dari perjalanan hidupnya. Sejak usia 10 tahun, dia ikut membuat kompor di kampungnya di Desa Sukahati, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hingga saat ini, Diding masih memproduksi kompor dan oven di kampungnya. Oven-oven itu yang dia jual di Cawang.

Dari pembuat kompor, Diding mengembangkan kemampuannya sebagai pedagang dan memasarkan produk ke pedagang kompor di Cawang sekitar tahun 1997. Saat itu, kata Diding, sudah banyak kios penjual kompor di Cawang. Jumlahnya ada lebih dari 20 kios yang sekaligus digunakan sebagai bengkel pembuatan kompor, oven, dan panci.

Kios-kios itu tak hanya menjual kompor, tetapi juga panci, loyang kue, dan oven yang semuanya dari aluminium dan baja nirkarat. Belakangan, beberapa kios juga memproduksi dan menjual kubah masjid dari baja nirkarat. Pedagang dan perajin di kawasan itu datang dari berbagai daerah di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Generasi ketiga

Beberapa kios di Cawang Kompor berdiri sejak puluhan tahun. Salah satunya, toko peninggalan Entong Mursadi yang berukuran 3 meter x 8 meter persegi. Toko itu kini dijalankan Wil Saputra (58), menantu Entong Mursadi. Wil mengungkapkan, dia adalah generasi ketiga yang menjalankan usaha pembuatan kompor.

Mertuanya, Entong Mursadi, adalah generasi kedua yang membuat dan menjual kompor. Sebelumnya, tahun 1950, orangtua Entong Mursadi, yakni Engkong Said bin Suek, mendahuluinya dengan membuka bengkel pembuatan tapal kuda.

"Menurut cerita orangtua, Jalan Dewi Sartika ini sudah ada dari zaman dulu. Engkong Said sudah buka bengkel tapal kuda sejak 1950 di Cawang ini karena, zaman dahulu, orang Jakarta lebih sering memakai kuda sebagai alat transportasi," tutur Wil.

Kawasan Cawang Kompor, hingga tahun 1970-an, ramai karena menjadi tempat pemberhentian terakhir bus dari Bogor.

Saat kerusuhan pecah tahun 1998, Wil mengatakan, deretan kios penjual kompor di Cawang tak luput dari amuk massa. "Kios saya juga ikut dihancurin kacanya," kata Wil yang pensiunan tentara itu.

Cawang Kompor pun menggambarkan Jakarta.

"Karena semakin banyak orang datang ke Jakarta, permintaan kompor juga semakin banyak dan tak pernah surut," kata Wil.

Bahan baku pembuatan kompor pada masa itu, lanjut Wil, hanya menggunakan pelat besi baja bekas kereta yang diperoleh dari depo kereta Manggarai. Menurut Wil, besi bekas kereta memiliki kualitas bagus karena tahan panas dan kuat.

"Besinya tebal dan kuat. Untuk menopang kuali besar dan berat pun mampu. Makanya, banyak yang kembali membeli di Cawang Kompor," kata Wil.

Sejak pemerintah mencanangkan konversi minyak tanah ke gas pada 2004, Wil mulai kehilangan pelanggan kompor. Sebagai gantinya, dia melayani pemesanan pembuatan loyang kue, panci dandang untuk menanak nasi, panci besar, dan reparasi panci.

Saudara Wil, Usman (57), membuka bengkel dan penjualan oven tepat di sebelah toko milik Wil. Usman memilih menjadi produsen dan penjual oven.

Oven yang dijual berbahan bakar gas dan berukuran panjang hampir 1 meter, lebar sekitar 40 cm, dan tinggi sekitar 40 cm. Setiap unit oven gas itu dijual seharga hampir Rp 1,5 juta.

Menurut perajin di kios Usman, Suyono (50), oven gas itu sudah dikirim ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti Riau, Padang, bahkan Manado.

"Kami menggunakan besi pelat galvanis. Sangat kuat dan kokoh. Jadi, banyak perusahaan roti dan katering yang membeli oven ke kami," tuturnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juli 2016, di halaman 27 dengan judul "Kisah Awal Si Oven Pemanggang Kue".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Megapolitan
Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Megapolitan
Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Megapolitan
Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Megapolitan
Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Megapolitan
Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Megapolitan
Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com