Dia berpendapat, sebaiknya jadwal buka-tutup dikembalikan ke jadwal semula disertai informasi lewat spanduk besar.
Jalan alternatif
Yang juga membuat Wahyudin heran, tidak ada pembangunan jalan-jalan di desa yang bisa menjadi jalan alternatif.
Imam Sukarya berpendapat, jika jalan-jalan di desa yang ”mengapit” sisi utara dan selatan jalur Puncak dibangun dengan memadai, jalur Puncak tidak sepadat saat ini.
”Jangan berburuk sangka dengan warga bahwa jika jalan desa bagus akan membuat warga merambah lahan hutan. Tunjukkan niat baik pemerintah dulu saja, bangun jalan desa-desa itu. Kalau ekonomi warga bagus, untuk apa masuk dan menebang hutan?” katanya.
Menurut Imam, tidak sulit meminta lahan warga untuk pelebaran atau pembangunan jalan desa. Apalagi, kiri-kanan jalan desa lebih banyak berdiri vila-vila dan resor wisata ketimbang rumah-rumah penduduk.
”Serahkan saja kepada kepala desa setempat untuk pendekatan kepada masyarakat serta transparan dalam menerapkan kebijakan pembebasan lahan. Warga akan menurut karena itu juga untuk kepentingan mereka, untuk peningkatan taraf ekonomi dan kehidupan warga setempat,” kata Imam.
Di tengah kondisi yang bertahun-tahun dirasakan warga, kebijakan satu jalur di Puncak tidak kunjung dihapus. Tidak heran, di lapangan berkembang dugaan oknum petugas tertentu yang justru yang menciptakan kemacetan itu.
Muncul juga dugaan oknum tertentu memanfaatkan satu jalur ini untuk melakukan ”bisnis” pengawalan dengan motor atau mobil patroli guna menembus kemacetan jalur itu.
Imam menuturkan, penerapan jalur searah itu juga membuat banyak warga berkepentingan mencari penghidupan dan beraktivitas di kawasan ini.
Jaring aspirasi
Nasib enam spanduk yang dipasang KWP itu tidak lama. Chaidir Rusli memastikan spanduk itu tidak diturunkan pihak komunitas.
Entah karena ada spanduk itu atau bukan, Pemerintah Kabupaten Bogor, Rabu pekan lalu, mengadakan rapat muspida dan memanggil satuan kerja perangkat daerah terkait untuk membahas soal satu arah jalur Puncak dan imigran di kawasan itu.
Bupati Bogor memerintahkan Asisten Sekda (Asda) I Bidang Pemerintahan Burhanudin dan Camat Cisarua Bayu Rahmawanto untuk segera menjaring aspirasi masyarakat. Keesokan harinya pun diselenggarakan pertemuan menjaring aspirasi itu.
Puluhan penggiat KWP pun memenuhi undangan dadakan Asda dan camat meskipun di saat bersamaan mereka membuat seminar dengan tema serupa. Seusai acara, ketidakpuasan penggiat KWP tetap membekas karena belum ada kepastian apakah tuntutan mereka dipenuhi meski segala efek negatif kebijakan itu mereka utarakan.
(Ratih P Sudarsono)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Agustus 2016, di halaman 27 dengan judul "Setelah 30 Tahun, Satu Arah Puncak Masih Relevan?".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.