Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Airlangga Pribadi Kusman
Dosen Universitas Airlangga

Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga  

Associate Director Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC)  

 

Ada Apa dengan Jakarta?

Kompas.com - 15/08/2016, 11:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Wacana kemunculan Risma dalam Pilgub Jakarta berkembang menjadi polemik kencang dalam diskusi politik akhir-akhir ini.

Selain argumen penolakan tentang sebaiknya setiap daerah memiliki pemimpin terbaiknya masing-masing, fenomena di atas memunculkan sebuah pertanyaan menggelitik yakni ada apakah dengan Jakarta?

Khususnya ada apa dengan kepemimpinan di Kota Jakarta dengan segenap tata kelola dan hubungan sosialnya. 

Persoalan ini sebetulnya nampak tidak saja di antara elit politik dan birokrasi, namun juga dalam relasi dengan warganya terutama mereka yang terkesampingkan dalam deru pembangunan.

Adalah benar bahwa potret snapshot tentang kinerja Gubernur DKI Jakarta Ahok yang tergambar dalam survei-survei memperlihatkan tingkat kepuasaan yang cukup lumayan terhadap kinerjanya.

Namun demikian apa yang tergambar di permukaan belum tentu mencerminkan secara otomatis apa yang menjadi realitas darikota Jakarta.

Di permukaan kita melihat kepemimpinan Jakarta yang mewadahi mimpi warga kota Jakarta yang ramah terhadap investasi, kota yang tengah membersihkan diri dari kekumuhannya, pemimpin yang tegas terhadap masalah korupsi birokrasi.

Sebuah gambaran yang selintas memperlihatkan konsistensi Gubernur Jakarta Ahok terhadap agenda good governance.

Namun demikian, realitas terdalamnya tidaklah bebas dari problematika maupun paradoks tata kelola pemerintahan.

Tulisan ini akan memperlihatkan bahwa citra tentang Ahok konsisten terhadap agenda-agenda pemerintahan yang baik dalam banyak hal tidak lolos uji ketika dihadapkan pada prinsip-prinsip utama dari tata kelola pemerintahan yang baik seperti partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.

Partisipasi publik

Prinsip partisipasi publik adalah pilar utama dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Partisipasi sebagai penyangga dari good governance berangkat dari pemahaman bahwa dalam tatanan politik demokrasi negara dan pemimpinnya tidak dapat memimpin warganya sendirian.

Pemimpin tidak bisa mendasarkan kebijakan yang diambil hanya dari apa yang dianggapnya baik tanpa melibatkan agenda dan aspirasi dari bawah maupun suara-suara dari warga yang menjadi tujuan dari kebijakan tersebut.

Tata kelola pemerintahan yang baik tercipta melalui pembentukan jejaring antara negara dan komunitas masyarakat yang di dalamnya warga memiliki ruang memadai untuk mempengaruhi kebijakan bagi dirinya.

Prinsip partisipasi publik dalam agenda good governance memberi ruang melalui kanal forum warga, diskusi publik antara warga dan pemerintah serta pembentukan ruang negosiasi dua arah (bukan satu arah) tentang bagaimana semestinya nasib mereka ditentukan dalam hidup bernegara.

Alih-alih realisasi praktik partisipasi dalam tata kelola pemerintahan, kita melihat gambaran sebaliknya sehubungan dengan bagaimana Gubernur Ahok memimpin Jakarta.

Dilihat dari prinsip partisipasi publik, fakta sosial 113 kasus penggusuran paksa warga Kota Jakarta dengan korban 20.784 orang sepanjang tahun 2015 memperlihatkan bahwa kepemimpinan Ahok berjalan tanpa mengedepankan prinsip dialog dua pihak dan pelibatan warga yang menjadi sasaran pembangunan terkait dengan nasib dan hajat hidupnya (LBH Jakarta 2016).

Saat ini kita hidup di zaman demokrasi, namun bagaimana cara pemimpin menghargai warganya tertinggal jauh dari apa yang diajarkan oleh para pendiri republik.

Sejarahwan muda JJ Rizal (2016) pernah menguraikan pada saat penggusuran warga Jakarta untuk pembangunan Gedung Olahraga Bung Karno, Presiden Ir Soekarno turun langsung dalam rencana pembangunan dan penggusuran warga.

Untuk memastikan bahwa rencana tersebut tidak mencederai hati, pikiran dan hajat hidup warga Senayan, beliau memanggil sahabatnya Haji Muntako dan memintanya untuk mengumpulkan tokoh masyarakat dan warga.

Tidak saja tanah namun juga pohon dan buahnya dihitung, bahkan warga mengikhlaskan rumahnya digusur dan dipindahkan ke pemukiman baru di Tebet.

Pembangunan Istora Senayan dan kepemimpinan Bung Karno di atas memberikan pelajaran konkret tentang bagaimana prinsip good governance yakni partisipasi seharusnya diterapkan dalam hidup bernegara.

Dalam setiap kebijakan yang diambil, maka sudah seharusnya warga dilibatkan untuk turut menentukan nasib dirinya.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Kondisi Kampung Pulo usai digusur oleh Pemprov DKI, di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (22/8/2015). Penggusuran dilakukan untuk normalisasi Kali Ciliwung.
Keputusan penggusuran yang diambil pemerintah harus didasarkan pada proses dialog dan negosiasi dan mendapat persetujuan warga terhadap kebijakan yang diambil. Keputusan itu juga selayaknya menjamin terpenuhinya hak-hak dasar warga.

Keselamatan mereka menjadi bahan pertimbangan utama. Selanjutnya, ke mana mereka akan dipindahkan tidak ditetapkan sepihak oleh negara.

Ketika membandingkan antara pelajaran yang dapat kita ambil pada masa pemerintahan Ir Soekarno dan apa yang dilakukan oleh pemerintahan DKI Jakarta kita dapat melihat begitu jauh perbandingan bagaimana pemimpin memperlakukan warganya.

Potret yang rentan

Intimidasi dan stigmatisasi menjadi bahasa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Jakarta. Pelibatan tentara dalam praktik penggusuran paksa seperti yang terakhir dialami oleh warga Luar Batang menunjukkan bahwa pemimpin Jakarta telah menempatkan warganya bukan sebagai manusia yang berdaulat tapi sebagai sampah masyarakat.

Penggusuran paksa dan pemindahan sepihak tanpa melalui proses dialog  (meskipun hal itu dilakukan melalui dalih bahwa warga dipindahkan pada tempat lebih baik) menunjukkan bahwa pemimpin hanya perduli dengan apa yang ia anggap sebagai hal yang baik tanpa perduli tentang apa yang dianggap juga baik oleh warganya.

Padahal, ketika apa yang dianggap baik ditentukan sepihak tanpa melalui proses musyawarah tanpa partisipasi, maka kebaikan semu tersebut tentu tidak mengakomodasi tentang bagaimana keterhubungan warga dengan habitat sosial mereka.

Ada kerugian yang dialami dalam memperjuangkan hajat hidup untuk mencari penghasilan yang layak, biaya hidup seperti transportasi untuk bekerja, keselamatan dan rasa aman serta keterhubungan dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial.      

Maka, mempertimbangkan realitas-realitas terdalam dari pengelolaan Kota Jakarta yang melampaui gambaran permukaan tersebut, angka-angka survei tentang kepuasan warga dan popularitas Ahok adalah potret yang rentan.

Bagi para pendukung utama Ahok dari kalangan kelas menengah kepuasan terhadap pemimpinnya terbangun dari penerimaan minimal ketika tidak ada figur lain yang dianggap melebihi kepemimpinannya.

Sementara di kalangan kelas menengah ke bawah kebijakan Ahok yang mencederai mereka membuat mereka semakin tereksklusi dari pengelolaan negara. Sesuatu yang memunculkan potensi kemarahan.

Pada akhirnya mari kita mendengar salah satu kalimat sakti dari Bung Karno,” Tuhan bersemayam di gubuknya orang miskin!”

Pesan ini tentunya hanya akan didengarkan oleh kekuatan politik yang akan menjadi pewaris dari suara hati Pemimpin Besar Revolusi, demi kaum Marhaen, demi orang miskin dan wong cilik, demi seluruh rakyat Jakarta dan tentunya Indonesia!     

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com