Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curahan Hati Satpol PP, Polisi Paling Tabah yang Melawan Bangsa Sendiri...

Kompas.com - 24/08/2016, 09:56 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sering dipandang negatif karena sikap mereka yang sering memakai kekerasan saat berhadapan dengan masyarakat. Misalnya saja, mengenai pengambilan paksa barang dagangan hingga gerobak para PKL.

Langkah ini dilakukan agar PKL tidak lagi berjualan di sembarang tempat. Namun, seolah tidak humanistis karena merampas sumber nafkah rakyat kecil.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sudah memberi imbauan kepada Satpol PP untuk mengedepankan langkah persuasif saat melakukan penertiban apa pun.

"Orang berjualan itu kan berinvestasi ya. Dia bikin gerobak juga pakai duit, barang dagangannya dibeli pakai uang dan dia (PKL) itu miskin. Makanya jangan asal ubrak-abrik," ujar Djarot di Gedung Dinas Teknis, Jalan Abdul Muis, Selasa (23/8/2016).

Kompas.com mencoba bertanya kepada tiga anggota Satpol PP yang bertugas di tiga wilayah DKI Jakarta mengenai suka-duka mereka di lapangan. Untuk kepentingan narasumber, identitas mereka dirahasiakan.

"Kami adalah polisi paling tabah"

Salah seorang anggota Satpol PP, Aa, menceritakan situasi penertiban lewat kacamata Satpol PP. Aa mengatakan, menghadapi PKL di Jakarta begitu sulit. Ketika mereka menertibkan PKL pada pukul 07.00 WIB, dua jam kemudian PKL akan menjamur kembali.

"Ketemu sekali dua kali, kami masih persuasif. Begitu ketiga kalinya ya nada bicara kita agak sedikit naik nih. Namanya di lapangan, kadang kita sebagai manusia kan tersulut juga," ujar Aa.

Namun, Aa berpegangan pada tugas pokok mereka, yaitu menegakkan peraturan daerah. Salah satu duka yang dihadapi Aa adalah ketika ada perlawanan warga. Saat situasi berubah menjadi chaos, mau tidak mau harus dihadapi.

Aa pernah dikepung warga saat akan memberikan sosialisasi mengenai PKL di Pasar Minggu. Setelah dikepung, dia dipukuli. Warga mengira dia akan melakukan penertiban ketika itu.

"Satpol PP itu polisi paling tabah. Kami tanpa senjata, tanpa pentungan, hanya modal bismillah saja. Kami hadapi masyarakat yang segitu beringasnya," ujar Aa.

"Apalagi masyarakat ini punya masalah perut, jadi mereka lebih nekat," tambah Aa.

Dengan risiko seperti itu, tidak ada asuransi jiwa yang dimiliki Satpol PP. Apalagi Satpol PP yang berstatus pegawai honorer. Fasilitas jaminan kesehatan saja baru mereka rasakan beberapa bulan ini. (Baca: Wagub Djarot: Jangan Sampai Satpol PP Digebukin karena Tidak Bisa Bela Diri)

Kalau tidak ada Satpol PP, bagaimana?

Satpol PP lainnya, Bi, menegaskan bahwa mereka tidak pernah sembarangan melakukan penertiban. Untuk penertiban bangunan liar, selalu ada peringatan-peringatan terlebih dahulu.

Hal ini karena mereka memang berupaya mengedepankan langkah persuasif terlebih dahulu. Penertiban juga dilakukan begitu ada perintah dan surat dari pemimpin wilayah masing-masing.

"Kami enggak akan berani main hakim sendiri. Masyarakat itu sekarang sudah pintar. Belum lagi sekarang itu sedikit-sedikit warga bisa ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) lho," ujar Bi.

Bi sadar, selama ini Satpol PP dipandang negatif oleh masyarakat. Itu seolah menjadi citra yang akan terus melekat, tidak peduli apa pun yang mereka lakukan untuk masyarakat. Bi pun mengajak warga untuk berpikir sejenak, apa yang akan terjadi jika tidak ada Satpol PP.

"Warga tidak tahu pekerjaan kita. Kalau enggak ada kita, bagaimana? Pejalan kaki tidak bisa jalan di trotoar karena ada PKL. Pedagang ada di mana-mana karena tidak tertib. Akibatnya jadi macet, buang-buang bensin," ujar Bi.

"Coba pergi ke daerah banjir, tanya ke masyarakatnya, yang pertama kali terjun membantu warga siapa? Kami. Tapi selama ini yang disebut menolong itu pemadam kebakaranlah atau PPSU, kami kebagian yang jelek-jelek doang," tambah Bi.

Meski demikian, kesadaran akan pentingnya Satpol PP di masyarakatlah yang membuat Bi bertahan. Bi mengatakan, seluruh Satpol PP harus paham bahwa pekerjaan ini adalah bentuk pengabdian masyarakat. Tanpa mereka, akan banyak hal yang berantakan di Ibu Kota. (Baca: Jadi Satpol PP Pun Ada Ujiannya... )

Melawan bangsa sendiri

Ada satu masalah yang menjadi momok di internal Satpol PP saat ini. Masalah itu adalah adanya kesenjangan sosial antara Satpol PP yang berstatus PNS dengan mereka yang berstatus pegawai honorer.

Salah seorang anggota Satpol PP, An, mengatakan, dia adalah pegawai honorer yang sudah bertugas selama 11 tahun. Namun, hingga kini belum diangkat menjadi PNS. Tentu, ada perbedaan dari segi pendapatan antara PNS dan pegawai honorer. Jika PNS Satpol PP bisa mengantongi belasan juta setiap bulan, Satpol PP berstatus honorer mendapatkan gaji setengahnya. Padahal, pekerjaan mereka sama. Sama-sama berhadapan dengan rakyat di bawah terik matahari.

"Makanya maaf-maaf ya, kami itu seperti melawan bangsa sendiri, tapi kami sendiri juga dijajah oleh sistem," ujar An.

"Kalau polisi lawannya ketahuan, para kriminal. Kami Pol PP melawan siapa? Rakyat. Rakyat kecil di mana saya sendiri juga kecil," tambah An. (Baca: Cerita Satpol PP "Dikerjai" PKL Pasar Tanah Abang)

Untuk menambah penghasilan, tidak jarang ada anggota Satpol PP yang bekerja sambilan. Misalnya saja dengan cara berjualan pakaian secara online atau menjual makanan. An mengatakan, permasalahan ini sudah disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, hingga ke pemerintah pusat.

Dia berharap akan segera ada solusi bagi Satpol PP berstatus pegawai honorer ini. Dia merasa tidak takut dalam menyuarakan masalah ini.

"Pak Ahok yang bicara kok saat 17 Agustus 2016, dia bilang merdeka itu kita bebas berpendapat. Orang kita benar kok, ini memang pengalaman pribadi saya, memang nasib kami begini," ujar An.

Kompas TV Warga Mengamuk Akibat Pos RW Dibongkar Satpol PP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com