Aryo menyampaikan, salah satu alasan perusahaan menaikkan tarif sewa lahan ialah sejumlah pelaku usaha tidak mengoptimalkan lahan yang disewanya.
Sejumlah pelaku usaha di Muara Baru diketahui menyewakan kembali lahan yang mereka sewa kepada pelaku usaha lain.
Menurut Aryo, ada pelaku usaha yang menawarkan lahan seluas 19.000 meter dengan harga Rp Rp 100 miliar atau Rp 5.263.158 per meternya.
Meski hal tersebut tidak melanggar perjanjian kontrak, Aryo menilai bahwa pihaknya ingin memperbaiki aturan tersebut secara perlahan. "
Memang tidak ada yang melarang. Tapi itu kan aturan yang dulu-dulu, aturannya kurang baik jadi secara smooth kami ingin ubah," ujar Aryo.
Sementara itu, Ketua paguyuban Perikanan Muara Baru, Tacmid, mengaku tidak mengetahui adanya pelaku usaha di Muara Baru yang melakukan kegiatan sewa-menyewa lahan di pelabihan itu.
Tacmid bahkan meminta Perum Perindo membuka kepada publik nama perusahaan yang menyewakan lahan tersebut.
"Masa saya bisa tahu sih itu tanahnya siapa, kenapa ini enggak dibangun, mana saya tahu. Logikanya begitu, jangan nanti dibilang saya tidak tahu, memang benar saya tidak tahu. Itu bukan tupoksi saya," kata Tacmid saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2016).
(Baca juga: Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru Tak Tahu Praktik Sewa-Menyewa Lahan oleh Anggotanya)
Rencana pembangunan NFC
Di lain pihak, Perum Perindo juga menyampaikan, kenaikan tarif sewa ini tidak ada kaitannya dengan rencana proyek pembangunan pusat fasilitas perikanan modern atau National Fishery Center (NFC) Muara Baru.
Aryo menyampaikan, kenaikan tarif sewa lahan merupakan bentuk penyesuaian tarif lahan yang saat ini berlaku.
Sementara itu, lahan yang digunakan untuk pembangunan NFC, kata Aryo, berada di luar lahan industri di kawasan Muara Baru.
Pelabuhan Muara Baru memiliki luas 70 hektar dengan pemakaian lahan industri seluas 26 hektar.
Terkait pembatasan sewa kontrak yang hanya selama lima tahun, Aryo menyampaikan bahwa pelaku usaha bisa memperpanjang sewa kontrak lebih dari lima tahun dengan sejumlah syarat.
Syarat tersebut yaitu para pengusaha harus mendapatkan persetujuan dari dewan pengawas atau Kementerian BUMN.
"Ini dilakukan agar tarif yang diberlakukan bisa ditetapkan secara khusus," kata Aryo.
Dari pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar M Mochtar menampik kabar yang menyebutkan terjadi pengosongan paksa di Muara Baru.
"Justru pemerintah bekerja sama dengan Perum Perindo ingin menjadikan kawasan Muara Baru sebagai Pusat Perikanan Nasional," kata Zulficar kepada Kompas.com.
"Lahan yang tidak aktif karena selama ini tidak dibangun, akan dioptimalkan," tuturnya lagi.
(Baca juga: Kisruh Muara Baru, Kemenko Maritim Minta BPKP Kembali Dilibatkan Sebagai Wasit)
Selain itu, sambung Zulficar, pasar yang selama ini kumuh akan dibersihkan dan dibangun sesuai standar Tsukiji Fish Market di Jepang.
KKP juga akan berkoordinasi dengan kementerian lainnya untuk perbaikan drainase, pengadaan cold-storage, perbaikan rantai dingin serta fasilitas pelabuhan mulai 2016-2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.