Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jambu Air dari Muara Ciliwung

Kompas.com - 14/11/2016, 18:15 WIB

Oleh: Saiful Rijal Yunus

Ciliwung bukan sekadar sungai. Cerita tentang Jakarta dan perjuangan warganya mengalir seiring liukan sungai yang membelah kota. Saat ini, di salah satu muara anak Ciliwung, orang-orang berupaya bersinergi dengan sungai. Berusaha menepis stigma dengan menjadi warga berdaya.

Sabtu (12/11/2016) siang, Kampung Tongkol yang berdekatan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa tampak ramai. Anak-anak kecil berlarian, bermain di jalanan selebar lebih kurang 5 meter yang tak rata. Ada yang dilapis konblok, ada yang masih jalan tanah. Anak muda sibuk menyiapkan perahu, membuat mural di tembok, atau sekadar menemani tamu yang datang. Orang tua mempersiapkan makanan dan minuman, juga membakar ikan.

Warga lain bercengkerama di bale-bale depan rumah di bawah pohon jambu air atau mangga yang tumbuh di tepian sungai. Aliran anak Ciliwung mengalir cukup deras. Di seberang sungai, Sri Rohayati (52) mengumpulkan jambu air yang dipetik Narso (57), tetangga Sri di RT 004 RW 001, Lodan, Pademangan, Jakarta Utara.

”Mau bawain jambu buat ibu- ibu di tempat festival,” ujar Sri. Di siang yang terik, rasa manis dan air dari buah itu menghilangkan dahaga.

Narso, buruh, menempati rumah bercat merah berukuran 3 meter x 5 meter. Dua rumah dari situ, rumah Sri terimpit rumah di kiri-kanannya, hanya berukuran 3 meter x 2 meter. Begitu masuk ke rumah Sri, pintu kamar mandi menyambut. Tangga kayu berada di sisi kiri, tepat di atas kompor. Alat masak digantung di tembok. Lantai dua adalah hamparan kasur dan lemari. ”Kalau tidur, kaki pas di tembok. Tetapi enggak apa-apa, daripada tidak punya rumah,” ujar ibu dua anak ini. Anak Sri tidak menetap di Jakarta.

Rumah bercat kuning terang itu ditempati Sri sejak 1985. Perlahan, dia membangun rumah berlantai dua. Sebelum tahun 2015, rumah Sri jauh lebih panjang. Setahun lalu, rumah itu dipotong 3 meter. Hal yang sama dilakukan seluruh warga di RW 001 yang terletak di bantaran anak Ciliwung ini.

Mereka memperjuangkan penataan kampung sendiri dibimbing beberapa komunitas pemerhati sungai dan pelestari kampung. Rumah-rumah kini menghadap sungai, bantaran jauh lebih lebar, bersih, dan hijau. Di bagian yang mepet sungai, warga menanam tanaman, seperti pare, pepaya, dan jambu air.

Sungai dan manusia

Perayaan Hari Ciliwung 2016 dipusatkan di wilayah muara, meliputi Kampung Tongkol, Kerapu, dan Lodan di RW 001, yang semuanya di bantaran sungai. Sejumlah kegiatan berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu. Lomba penataan dan kebersihan kampung mengawali, disusul lomba mural, dan balap perahu. Kegiatan ini ditutup panggung gembira pada Minggu malam. Warga secara swadaya mempersiapkan acara tersebut.

Ketua RT 008 RW 001 Andi Amir menuturkan, perayaan ini sebagai puncak kegiatan warga yang dilakukan selama ini. Itu sekaligus untuk membuat masyarakat semakin menghargai dan menjaga sungai yang melintasi perkampungan mereka. Selain mengimbau agar tidak membuang sampah ke sungai, sejumlah hal juga diajarkan dalam keluarga. Salah satunya dengan mengambil makanan tidak berlebihan.

”Selain tidak mubazir, sampah yang dihasilkan juga tidak banyak. Kami juga ada pelopor- pelopor yang ditantang untuk tidak berbelanja dengan kantong plastik. Berharap nantinya ini menyebar dan menjadi modal sosial,” katanya.

Konsep penataan kampung seperti ini telah diusulkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terhitung sudah dua tahun mereka berusaha agar tetap bisa menetap dan diakui pemerintah sebagai warga ”legal”. Namun, usulan itu belum disetujui pemerintah. ”Seperti mau meminang gadis, maka kami memperbaiki diri. Kalau kami menuntut tetapi tak bikin apa-apa juga salah,” kelakar Amir.

Oswar Muadzin Mungkasa, Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, mengapresiasi gagasan dan inisiatif warga. Hal itu adalah contoh semangat baik yang harus disebarkan ke daerah lain, apalagi dirangkaikan dengan peringatan Hari Ciliwung. Namun, berbicara aturan yang berlaku, tinggal di suatu wilayah tanpa izin tetap melanggar.

”Jadi, kalau bicara daerah ini akan digusur, ya tetap (digusur) selama aturannya seperti sekarang. Namun, mungkin bukan dalam waktu dekat karena bukan prioritas.,” kata Oswar, yang hari itu didaulat menjadi juri penataan kampung.

Sebelumnya, Ketua Ciliwung Institute Sudirman Asun menjelaskan, solusi pemerintah menyeragamkan solusi membuat permasalahan tidak selesai. ”Solusi yang ada, dengan tanggul dan normalisasi malah solusi semu, memindahkan warga ke rusunawa juga menghilangkan warga dengan narasi sungai, dan mencabut warga dari akar sosialnya,” katanya.

Sungai bukan sekadar jalur air, melainkan bagian tidak terpisah dari kehidupan warga. Warga di bantaran sungai ini berusaha memperbaiki diri, lingkungan, dan sungai sembari berharap pemerintah mempunyai solusi yang lebih adil dan tidak seragam. Jika pemerintah tetap bersikeras, pohon-pohon di bantaran akan berganti beton. Manisnya jambu air di tengah guyubnya kampung tidak lagi terasa. (DAHONO FITRIANTO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2016, di halaman 1 dengan judul "Jambu Air dari Muara Ciliwung".

Kompas TV Pemprov DKI Tanggung Pengobatan Pekerja di Kali Ciliwung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pelabuhan Tanjung Priok hingga Jalan Raya Clincing Masih Macet Total, Didominasi Truk Besar

Pelabuhan Tanjung Priok hingga Jalan Raya Clincing Masih Macet Total, Didominasi Truk Besar

Megapolitan
PAN Kota Bogor Sibuk Cari Kawan Koalisi Pengusung Dedie Rachim di Pilkada 2024

PAN Kota Bogor Sibuk Cari Kawan Koalisi Pengusung Dedie Rachim di Pilkada 2024

Megapolitan
Bawaslu Evaluasi Perekrutan Panwascam Jelang Pilkada DKI 2024, Ganti Anggota yang Bekerja Buruk

Bawaslu Evaluasi Perekrutan Panwascam Jelang Pilkada DKI 2024, Ganti Anggota yang Bekerja Buruk

Megapolitan
Warga Diberi Waktu 4,5 Jam untuk Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Diberi Waktu 4,5 Jam untuk Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
159 Warga Terciduk Buang Sampah Lewati Batas Waktu di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

159 Warga Terciduk Buang Sampah Lewati Batas Waktu di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
PAN Kota Bogor Siap Bangun Koalisi Besar, Usung Dedie Rachim Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor

PAN Kota Bogor Siap Bangun Koalisi Besar, Usung Dedie Rachim Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Dharma Pongrekun Kumpulkan 749.298 Dukungan Maju Cagub Independen DKI Jakarta

Dharma Pongrekun Kumpulkan 749.298 Dukungan Maju Cagub Independen DKI Jakarta

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang...

Titik Terang Kasus Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang...

Megapolitan
Kesal Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Saya Pernah Hampir Diseruduk

Kesal Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Saya Pernah Hampir Diseruduk

Megapolitan
Trotoar Matraman Kini, Lebih Banyak Digunakan Pengendara Motor dibanding Pejalan Kaki

Trotoar Matraman Kini, Lebih Banyak Digunakan Pengendara Motor dibanding Pejalan Kaki

Megapolitan
Harga Lelang Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta karena Tak Laku-laku

Harga Lelang Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta karena Tak Laku-laku

Megapolitan
Berkaca dari Pilpres, Bawaslu DKI Evaluasi Perekrutan Panwascam Pilkada 2024

Berkaca dari Pilpres, Bawaslu DKI Evaluasi Perekrutan Panwascam Pilkada 2024

Megapolitan
Tanjung Priok Macet Total Imbas Kebakaran di Terminal Kontainer Cilincing

Tanjung Priok Macet Total Imbas Kebakaran di Terminal Kontainer Cilincing

Megapolitan
Nasib Tukang Tambal Ban yang Diduga Tebar Ranjau, Digeruduk Ojol lalu Diusir Warga

Nasib Tukang Tambal Ban yang Diduga Tebar Ranjau, Digeruduk Ojol lalu Diusir Warga

Megapolitan
Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan, Mungkinkah Terwujud?

Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan, Mungkinkah Terwujud?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com