"Yang jelas, bangunan ini didirikan bukan untuk rumah sakit, melainkan sekolah. Sebab, gedung ini tidak meninggalkan dokumen apa pun tentang rumah sakit," ucap Candrian.
Sejarah SMAN 1 sendiri tidak berawal dari gedung cagar budaya tersebut, tetapi berasal dari satu sekolah menengah tinggi (SMT) yang proses belajar-mengajarnya berlangsung di gedung SMA Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus).
Setelah Jepang menyerah, SMT ini dibubarkan dan dibuat kembali sebagai Sekolah Menengah Oemoem Atas (SMO). Kegiatan belajar-mengajar SMO ini menumpang di gedung SMA PSKD di Jalan Diponegoro, Jakpus. Setelah berganti nama, SMO ini dikenal sebagai SMA Kiblik (dari kata Republik).
Tahun 1947, sekolah dibubarkan. Kegiatan belajar-mengajar dilanjutkan di rumah Adam Bachtiar di Jalan Gondangdia Lama Nomor 22 Jakpus, di rumah Wagendrof di Jalan Sawo Nomor 12, dan di beberapa rumah orangtua murid, antara lain di rumah Ny Dr Susilo di Jalan Proklamasi Nomor 69.
Tahun 1950, SMA Kiblik baru mulai menempati gedung di Jalan Budi Utomo Nomor 7 ini sampai sekarang. Bangunan cagar budaya seluas 4.657 meter persegi ini berada di atas lahan seluas 7.060 meter persegi.
Di sebelah kiri SMAN 1 berdiri SMKN 1. Usia gedung SMKN 1 lebih muda. Dibangun Pemerintah Belanda tahun 1906 dengan nama sekolah kejuruan tehnik Koninkljke Wilhelmina School (KWS). Tahun 1946, nama sekolah ini diubah menjadi Sekolah Tehnik Menengah.
Di sebelah kanan SMAN 1, kata Ujang, tadinya berdiri bangunan rumah tahanan militer (RTM). "Tahun 1978 RTM dipindah ke Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Bangunan lama dibongkar dan sekarang tinggal lahan kosong," ujar Ujang.
Dipertahankan orisinal
Salah satu ruang di SMAN yang masih dipertahankan orisinalitasnya adalah ruangan bekas laboratorium kimia yang berbentuk seperti aula kecil dengan bangku setengah lingkaran dan berundak.
Ada enam undakan yang masing-masing dilengkapi bangku memanjang. Bangku itu terbuat dari kayu jati yang dipelitur.
Kini, ruangan itu digunakan sebagai ruang audiovisual. Ruangan kerap digunakan untuk pertemuan komite, orang tua, ataupun siswa. Untuk sirkulasi cahaya, Mas Ayu menambah jendela-jendela berukuran sedang di sisi kiri dan kanan. Ruangan juga dilengkapi alat kedap suara.
Disegani
Ujang mengakui SMAN 1 atau lebih populer dengan sebutan SMA Boedoet (Boedi Oetomo) disegani kalangan siswa SMA ataupun STM (kini SMK) lain di Jakarta. Sebab, tradisi tawuran siswa di sekolah ini sudah berusia panjang.
"Mulai berkembang tahun 1970-an. Tawurannya sama siswa SMAN 7 Gambir Jakpus; SMK Poncol Jakpus; SMK 7 Kampung Jawa, Jakarta Barat (Jakbar); SMAN 10 Mangga Besar, Jakbar; SMAN 20 Krekot Bunder; dan sekolah-sekolah di kawasan Kramat, Jakpus," kenang Ujang.
Menurut dia, arena tawuran biasanya di Lapangan Banteng, yang salah satu sisinya kala itu menjadi terminal bus sebelum dipindahkan ke Pasar Senen.