Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Sebut Penetapan Tersangka Buni Yani Tidak Adil

Kompas.com - 23/11/2016, 22:53 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian, menyatakan penetapan kliennya sebagai tersangka tidak adil. Sebab, kliennya baru pertama kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Buni dilaporkan Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot karena diduga memprovokasi masyarakat melalui potongan video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu.

"Saya sangat menyayangkan (penetapan Buni Yani sebagai tersangka). Dia baru dipanggil, menurut saya ini kurang fair," ujar Aldwin, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/11/2016).

(Baca: Polisi Persilakan Buni Yani Hadirkan Saksi Ahli)

Aldwin menjelaskan, penyidik menetapkan Buni sebagai tersangka secara tiba-tiba.

"Belum kami rapi-rapi BAP (berita acara pemeriksaan), sudah dikeluarkan surat penangkapan," ucap Aldwin.

Menurut Aldwin, polisi sudah melakukan gelar perkara sebelum proses BAP rampung. Bahkan, kata Aldwin, pihaknya juga belum sempat mengajukan saksi ahli bahasa kepada kepolisian.

"Ini di luar kebiasaan," kata Aldwin.

(Baca: Buni Yani Jadi Tersangka karena Dianggap Menghasut)

Dalam kasus ini, Buni terancam dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Awi mengatakan, Buni jadi tersangka bukan karena mengunggah video Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu, akhir September 2016.

Namun, polisi menetapkan tersangka terhadap Buni karena keterangan video yang dia tulis di akun Facebook-nya.

"Tidak ditemukan adanya perubahan atau penambahan suara BTP dari video yang di-posting. Video asli, hanya dipotong menjadi 30 detik. Perbuatannya bukan mem-posting video, tapi perbuatan pidananya adalah menuliskan tiga paragraf kalimat di akun facebook-nya ini," ujar Awi, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/11/2016).

Tiga paragraf yang ditulis Buni, kata Awi, dinilai saksi ahli dapat menghasut, mengajak seseorang membenci dengan alasan SARA.

(Baca: Penahanan Buni Yani Ditentukan dalam 1x24 Jam)

Kompas TV Buni Yani Akui Tak Lengkap Tulis Transkrip Video Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com