JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang lanjutan dugaan kasus penghadangan calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Kembangan Utara dengan terdakwa Naman Sanip (52) kembali di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (19/12/2016).
Pada sidang hari ini, pihak Naman menghadirkan lima orang saksi. Salah satu saksi, Rohadi, mengatakan, sekelompok massa yang diduga menghadang Djarot terlebih dahulu mengikuti rombongan Djarot menuju Kembangan Utara.
"Karena memang rombongan Djarot itu melewati, hingga akhirnya rombongan para warga itu mereka pun ikut rombongan dari paslon dari belakang. Rombongan warga masih di belakang berjalan kaki," ujar Rohadi di dalam persidangan.
Saat tiba di daerah menuju Kampung Bulu Ayam, Kembangan Utara, tempat Djarot pertama blusukan, anggota kepolisian sudah membentuk barikade, menghalangi sekelompok massa yang hendak mendemo Djarot. Sementara rombongan Djarot sudah masuk ke dalam perkampungan.
"Rombongan warga itu ditahan masuk gang perkampungan yang mengarah ke Kampung Bulu Ayam. Ketika rombongan warga sampai di situ, rombongan pasangan itu sudah jauh melewati Kampung Bulu Ayam," kata dia.
Menurut Rohadi, Naman dan teman-temannya yang berjumlah sekitar 20 orang tidak mengejar Djarot. Penghadangan baru terjadi saat Djarot hendak kembali ke mobilnya seusai blusukan di Kampung Bulu Ayam. Saat itu, Naman menghampiri Djarot dan berdialog.
"Pak Djarot arahnya dari jembatan, kalau Pak Naman dari jalan yang rusak, yang becek, berpapasan. Itu perbatasan antara Kembangan Selatan dan Kembangan Utara," ucap Rohadi.
Penghadangan dan dialog antara Naman dan Djarot, lanjut Rohadi, terjadi saat Djarot hendak menuju Kembangan Selatan. Saat itu, Rohadi tidak tahu Djarot dan rombongannya akan melanjutkan perjalanan ke mana.
Naman didakwa melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 187 Ayat 4 disebutkan, tiap orang yang menghalangi jalannya kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.