JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Reza Murdani mengatakan, perdamaian dengan calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjadi hal yang meringankan bagi Naman Sanip (52), terdakwa yang diduga menghadang kampanye Djarot di Kembangan Utara pada 9 November 2016.
"Pertimbangannya kan ada perdamaian pada sidang," ujar Reza seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (19/12/2016).
Selain itu, pernyataan yang disampaikan Djarot saat memberi keterangan sebagai saksi pada Jumat (16/12/2016) lalu bahwa dia telah memaafkan Naman juga menjadi hal lain yang juga meringankan Naman.
"(Secara) pribadi, Djarot juga sudah memaafkan terdakwa," kata Reza.
Jaksa menyatakan bahwa Naman telah melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Jaksa menuntut Naman dihukum tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan. Artinya, jika Naman tidak melakukan tindak pidana apa pun selama masa enam bulan, dia akan terbebas dari jeratan hukum.
Namun, apabila sebaliknya, Naman dihukum tiga bulan penjara.
"Dia dalam enam bulan itu tidak boleh menghadang lagi atau melakukan tindak pidana apa pun. Kalau melanggar, dia akan dipenjara tiga bulan," ucap Reza. (Baca: Penghadang Djarot: Saya Pengin Menyampaikan Isi Hati Saya...)
Dalam persidangan hari Jumat, Djarot menyebut Naman telah meminta maaf kepadanya dan dia juga telah memaafkan Naman. Selain itu, Djarot juga menyebut Naman pemberani (gentle) karena saat Djarot menanyakan komandan massa yang diduga menghadangnya, Naman-lah yang menghampiri dia.
Tuntutan jaksa terhadap Naman bukanlah hukuman maksimal. Adapun hukuman maksimal bagi orang yang melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Pilkada yakni hukuman enam bulan penjara dan/atau denda Rp 6 juta.