KOMPAS.com — Jari-jari Among bergerak lincah. Dalam usia yang menginjak 54 tahun, matanya pun masih awas, memilin daun-daun kelapa menjadi bermacam variasi janur. Seandainya janur-janur itu punya mata, mereka mungkin tidak percaya sedang dirangkai oleh lelaki berumur setengah abad ini.
"Saya sudah bisa menganyam dari dulu, sejak masih sekolah. Diajarin sama keponakan," kata Among, pedagang janur di Pasar Pisang, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Senin (16/1/2017).
Meski demikian, Among mengaku tidak lantas menjadikan seni menganyam janur ini sebagai mata pencahariannya. Awalnya, dia bekerja sebagai sopir pribadi di bilangan Jalan Sudirman.
"Kalau tidak salah, saya kerja itu mulai 1995. Pokoknya waktu Nike Ardilla meninggal,” kisah Among.
Among melanglang sebagai sopir pribadi selama 12 tahun di Jakarta. Sampai akhirnya, pekerjaan itu ditinggalkan lantaran usianya kian menua, dan majikannya meninggal.
Among lalu memilih untuk tidak melanjutkan bekerja dengan anak-anak majikannya. Ia tidak menemukan kecocokan sebagaimana dengan majikan terdahulunya.
Selepas pekerjaannya sebagai sopir kandas, Among pulang ke Serang, tanah kelahirannya. Itu pun tak lama. Pada 2008, bersama adiknya, Among kembali ke Jakarta dengan sebuah ide usaha.
Awalnya, Among melihat begitu banyak daun kelapa di kampung halamannya. Melihat begitu melimpahnya daun-daun itu, dia teringat kembali kemampuannya menganyam yang telah tertimbun puluhan tahun.
Langkah itu akhirnya melaju. Among mencoba berjualan janur di daerah Kebayoran Lama. Namun, karena merasa kurang cocok, pada tahun yang sama, dia memilih pindah ke kawasan Palmerah.
Tempatnya sederhana, hanya berupa tenda plastik yang disangga empat kayu kecil dan selembar terpal bekas spanduk. Namun, siapa sangka, di tempat seperti itulah penjualan janurnya mulai meningkat.
Among mulai mendapatkan pelanggan tetap. Bahkan, selain menjual janur, dia juga menambah variasi dagangannya berupa umbul-umbul, tusuk sate, atau sapu lidi.
"Kebanyakan orang pesan hari Rabu, lalu datang ke sini Kamis untuk dipakai Minggu. Tanggal muda biasanya ramai. Kalau rame bisa habis sampai 100 bilah janur. Gede duitnya, bisa sampai Rp 10 juta!" kata Among sembari tertawa.
Itu baru pada hari biasa, apalagi menjelang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Keuntungan menjual janur bisa dua kali lipat ketimbang biasanya.
Ya, kini Among bisa tertawa lebar. Lewat usaha janurnya itu, dia mengaku telah berhasil membayar lunas pembelian mobil pick-up sebagai kendaraan pengangkut bahan janur. Uang sewa mobil yang sebelumnya membebani biaya operasional akhirnya bisa teratasi hanya dalam waktu setahun.