Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padang Luas Negeriku dan Pandang Luas Kemanusiaan

Kompas.com - 31/01/2017, 02:50 WIB

Itulah petikan puisi Heryus Saputro yang diangkat menjadi judul antologi. Penyair yang juga jurnalis dan pecinta alam ini mengekalkan jejak perjalanan karier dalam dunia perpuisian sejak tahun 1975 hingga 2016. Ia mengaku dorongan untuk membukukan jejaknya dari perbincangan dengan Maman S. Mahayana (dosen dan kritikus sastra) saat mereka bertemu secara intens di Seoul Korea Selatan.

Acara dibuka dengan sambutan dari pihak perpustakaan MPR RI dan pembicara kunci Muhammad Jafar Hafsah, anggota DPR dari Partai Demokrat. Anggota perlemen Komisi IV kelahiran Sopeng Sulawesi Selatan tahun 1949 ini juga seorang penyair. Menurutnya, beda antara teknokrat dan penyair ada pada cara menyampaikan suatu obyek. Seorang teknokrat yang melihat naga, akan menyederhanakannya sebagai cacing agar mudah dipahami publik. Sedangkan seorang penyair yang melihat cacing, imajinasinya bisa menggambarkan sebagai naga yang menari-nari. Saat diminta membacakan satu puisi Heryus, Jafar Hafsah memilih puisi yang didedikasikan kepada Maman Mahayana.

Oro-Oro Ombo sebagai buku kumpulan puisi yang baru saja ditetaskan untuk khalayak, tentu belum sempat dibaca luas. Peluncurannya yang sederhana ini dirayakan dengan pembacaan oleh sejumlah penyair yang sebagian besar merupakan sahabat Heryus Saputro. Slamet Widodo membacakan puisi “Sajak SelembarDiploma” yang memenangi kompetisi puisi Radio AR Hakim tahun 1977. Namun bukan Slamet Widodo jika tidak menambah dengan pembacaan puisi glenyengan karya sendiri. Puisi “Burung” memancing tawa hadirin. Fatin Hamama selaku pemandu acara, sesekali menyelingi dengan puisi-puisi pendek dari buku itu.

Saat Jose Rizal Manua hendak membacakan puisi “Elegi Kotlekema” yang menjadi juara versi Komunitas Sastra Indonesia tahun 2014, Heryus memberikan pengantar. Di tahun 70-an, ketika marak lomba baca puisi, Jose Rizal dikenal sebagai pembaca puisi terbaik. Dari sejumlah kejuaraan yang diraihnya, salah satunya membaca puisi karya Heryus Saputro. Rupanya mereka sudah bersahabat sejak empat puluh tahun yang lalu. “Saat menulis puisi ini, sudah saya bayangkan yang akan membaca Jose Rizal,” kata Heryus. Pembaca puisi lainnya adalah Sudiyono, Saut Poltak Tambunan, dan Lily Siti Multatuliana Sutan Iskandar.

Di antara pembacaan puisi, Jodhi Yudono menyanyikan lagu-lagu daerah. “Bagi saya, kesenian adalah media untuk memahami manusia dan kemanusiaan,” ujarnya. Bahasa, selain sebagai alat komunikasi, juga menjadi alat ekspresi seni. Apalagi ketika ia menjadi bagian dari lagu yang mengangkat kearifan lokal Nusantara. Sejumlah lagu daerah mencerminkan kearifan itu: “Pitutur Sepuh” (dari Baduy), “Inang” (dari Batak), “Yamko Rambe Yamko” (dari Papua), “Ayam Den Lapeh” (dari Minang), “Cublak-Cublak Suweng” (dari Jawa), “Rame-Rame” (dari Ambon), dan sebuah puisi yang dinyanyikan dalam bahasa Mandar memberikan suasana yang kaya makna.

Memang buku Oro-Oro Ombo belum beredar karena baru diserahkan oleh penerbitnya (Kosa Kata Kita) pada 24 Januari 2017.  Namun demikian, perlu disampaikan kepada calon pembaca beberapa hal termasuk alasan penyairnya mengapa buku ini harus terbit. Kurnia Effendi sebagai pembahas menyampaikan 10 poin yang disarikan dari hasil pembacaan manuskrip. Antara lain bahwa kumpulan puisi yang disusun berdasarkan titimangsa penulisannya memberikan gambaran perjalanan sang penyair, sejak 1975 hingga 2016. Puisi-puisi yang menunjukkan bahwa Heryus adalah jurnalis sekaligus penggemar perjalanan itu juga tipe lelaki setia, dengan menyebut 8 kali nama Resti (sejak pacaran hingga menjadi istri), tanpa nama perempuan lain sebagaimana para penyair yang gampang jatuh cinta (seperti Chairil Anwar dan Rendra). Roosiah Yuniarsih sebagai moderator memberikan kesempatan audiens untuk menyampaikan tanggapan. Heryus mengaku, buku puisi itu terbit dengan biaya dari istri dan anak-anak. Pemicunya Maman Mahayana yang menganggap penting membuat jejak pribadi agar orang-orang mengenal dan mengenang lebih panjang.

“Padang Luas Negeriku” adalah hajatan Sana Sini Seni (SSS) ke-6 sejak Agustus 2016. Dimulai dengan “Merayakan Sastra Merdeka”, “Gerson Poyk Pendongeng dari Timur” (keduanya di Galeri Indonesia Kaya), “Mengetuk Rumah Rakyat dengan Puisi”, “Merawat Bahasa Daerah” (di Perpustakaan MPR RI), dan “Betapa Cinta” yang nerupakan konser musik di GIK Desember lalu. Perhelatan yang merupakan kerjasama SSS, Perpustakaan MPR RI, dan Kompas.com akan terus berlangsung setiap bulan. Sana Sini Seni yang dibentuk dan diprakarsai Jodhi Yudono, Slamet Widodo, Uki Bayu Sedjati, Violi Kisherman, Kurnia Effendi, Heryus Saputro, Dedy Tri Riyadi, dan Fatin Hamama, bermaksud memelihara jiwa kesenian kita dan memberi warna positif bagi perjalanan bangsa Indonesia. (Kef/JY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com