Sebagai mantan Wali Kota Jakarta Pusat, Sylviana diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.
Kedua, terkait proyek dana hibah untuk Kwarda Pramuka DKI Jakarta. Polisi tengah membuka penyelidikan baru soal dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014 dan 2015.
(Baca juga: Roy Suryo Akui Debat Cagub Sebabkan Elektabilitas Agus-Sylvi Turun)
Performa debat cagub
Alasan ketiga adalah tentang penampilan Agus-Sylviana dalam debat cagub dan cawagub. Berdasarkan hasil survei Poltracking Indonesia, penampilan Agus-Sylviana dalam debat dinilai kurang baik.
"Performa debat nomor 1 relatif rendah dilihat dari cara berkomunikasi, penguasaan masalah, dan program," ujar Hanta.
Berdasarkan hasil survei, pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni memperoleh penilaian performa paling rendah, yaitu 18,38 persen.
Paslon lainnya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno mendapat 26,25 persen dan Basuki-Djarot mendapat 28,63 persen. Sisanya, sebanyak 26,74 persen responden, menjawab tidak tahu.
Mengenai cara berkomunikasi, Agus-Sylvi mendapat nilai 15,50 persen, Ahok-Djarot mendapat 24,75 persen, dan Anies-Sandi mendapat 27,63 persen. Sementara itu, sebanyak 32,12 persen responden, menjawab tidak tahu.
Ketika dilihat dari segi penguasaan masalah, Agus-Sylvi hanya mendapat 12 persen, Ahok-Djarot mendapat 33,38 persen, dan Anies-Sandi mendapat 21.50 persen. Sementara itu, 33,12 persen menjawab tidak tahu.
Dari segi program kerja, Agus-Sylvi mendapatkan 15 persen, Ahok-Djarot 31,63 persen, dan Anies-Sandi mendapatkan 21,38 persen, sedangkan yang menjawab tidak tahu ada 33,99 persen.
"Jadi karena memang efek kejutnya sudah berkurang, publik kini membedah program dan aspek lain yang tampak dalam debat itu," ujar Hanta.
Seperti akuarium
Menurut Hanta, persaingan dalam pilkada DKI Jakarta layaknya akuarium besar yang bisa dilihat banyak orang. Debat pun memiliki pengaruh besar bagi warga dalam menentukan pilihan.
"Untuk pilkada Jakarta, debat itu masih penting karena semua akan menonton," ujar Hanta.
Sementara itu, tidak bisa dipungkiri ada pemilih rasional, psikologis, dan sosiologis di Jakarta.