Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Hukum Pidana Jelaskan Asal-Usul Pasal Penodaan Agama

Kompas.com - 21/03/2017, 21:43 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Bandung, C Djisman Samosir menjelaskan asal usul dua pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Dua pasal tersebut adalah Pasal 156 dan 156 a KUHP.

"Aturan hukum dari masa Belanda awalnya hanya mencantumkan pasal 156. Pasal 156 a baru disisipkan pemerintah belakangan, melalui Penetapan Presiden (PNPS) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965," kata Djisman dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

Djisman merupakan ahli yang dihadirkan oleh tim penasehat hukum Ahok dalam persidangan itu.

Djisman mengatakan, pemerintah mengeluarkan PNPS karena KUHP sebelumnya dianggap tidak tegas mengatur hukum untuk tindakan penodaan agama. Dia menjelaskan, ada beberapa pasal serupa yang membahas mengenai pernyataan kebencian, dan lain-lain.

"Ada sebenarnya pasal yang mengatur (hukuman untuk tindakan) penodaan agama. Tapi saya berpendapat ini tidak diatur secara tegas dan eksplisit. Sementara hukum pidana itu harus gramatikal, mengatur secara tegas," kata Djisman.

Pasal 156 mengatur hukuman pidana penjara paling lama empat tahun untuk seseorang yang dengan sengaja menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan masyarakat Indonesia. Sedangkan pasal 156a KUHP mengatur pidana penjara paling lama lima tahun untuk seseorang yang secara spesifik mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Selain Djisman, ahli lain yang dihadirkan Ahok pada persidangan hari ini adalah Ahmad Ishomuddin dan Rahayu Surtiati Hidayat. Ahmad Ishomuddin merupakan ahli agama Islam dari IAIN Raden Intan yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jakarta. Sementara Rahayu merupakan ahli bahasa linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com