Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyadarkan Nilai Keselamatan dan Aturan

Kompas.com - 29/03/2017, 16:00 WIB

Oleh: Ingki Rinaldi

Keselamatan perjalanan kereta api, serta tentu saja bagi pengendara dan masyarakat, merupakan isu sentral dalam persoalan pelintasan sebidang di Jakarta. Risiko makin tinggi menyusul bertambahnya frekuensi perjalanan kereta api dan lalu lintas darat. Pelintasan sebidang sudah selayaknya ditutup.

Setelah lebih dari satu tahun terkatung-katung, surat Menteri Perhubungan Nomor KA.101/2/3PHB/2-15 tertanggal 15 Desember 2015 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta akhirnya bersambut. Surat itu ihwal penanganan pelintasan tidak sebidang di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Surat itu lantas dilanjutkan usulan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan agar menutup 19 pelintasan sebidang yang telah dilengkapi flyover dan underpass sebagai infrastruktur pelintasan tidak sebidang. Hingga akhir tahun ini, 14 pelintasan sebidang bakal ditutup sebagai bagian dari 19 titik yang diusulkan ditutup.

Catatan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, penutupan sejumlah pelintasan sebidang itu bukan kali pertama. Andri Yansyah, Kepala Dishub DKI Jakarta, didampingi Kepala Bidang Manajemen Rekayasa dan Lalu Lintas Dishub DKI Jakarta Priyanto, Rabu (15/3), menyebutkan, pada April 2016 pelintasan sebidang di Tebet, Jakarta Selatan, telah ditutup.

Meski demikian, penutupan 14 pelintasan sebidang tahun ini menjadi ukuran pencapaian target lebih besar. Direktur Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Edi Nursalam, Jumat (24/3), menyebutkan, pelintasan sebidang di ruas Manggarai-Bogor, Manggarai-Bekasi, Manggarai-Serpong, dan Manggarai-Tangerang adalah bidikan selanjutnya.

Penutupan pelintasan sebidang memang tidak mudah. "(Awalnya) Dirjen Kereta Api kirim surat ke gubernur, minta pelintasan sebidang yang sudah ada flyover dan underpass ditutup, tapi tidak ditanggapi. Tahun 2015, Menteri (Menteri Perhubungan) kirim surat, tidak ditanggapi juga. Akhirnya, awal Juli atau awal Agustus diperintahkan (oleh) menteri supaya dieksekusi," kata Edi.

Dirjen Perkeretaapiaan Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono, pada hari yang sama, menyebutkan bahwa pada prinsipnya kebijakan itu terkait pengaturan keselamatan. Penutupan menjadi konsekueensi tidak terhindarkan yang diupayakan secara bertahap. Upaya bertahap dilakukan menyusul relatif beratnya tantangan di lapangan karena tentangan sebagian masyarakat, kecenderungan terbatasnya aspek finansial, dan kerepotan menyusul pengaturan baru arus lalu lintas.

Ini terlihat dari uji coba penutupan pelintasan sebidang di Jalan Letjen Soeprapto, Senen, yang dilakukan mulai 1 Oktober 2016 lalu. Edi mengatakan, kondisi lapangan yang agak berat menyusul tentangan sebagian warga membuat pihaknya relatif gamang. "Banyak premannya," seloroh Edi.

Data kacau

Jika ditilik dari aturan dan fakta lapangan, seluruh pelintasan kereta api di Jakarta sudah semestinya dibangun menjadi pelintasan tidak sebidang. Ini sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Pelintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api.

Aturan tersebut mensyaratkan, bila hasil perkalian antara volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) dengan frekuensi kereta api antara 12.500 hingga 35.000 SMPK (satuan mobil penumpang kereta api), hal itu harus ditingkatkan menjadi pelintasan tidak sebidang.

Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menyebutkan, sejak 20 tahun lalu tidak ada lagi pelintasan sebidang di Jakarta yang memiliki koefisien di bawah 35.000 SMPK. Akibatnya, angka tabrakan di pelintasan sebidang antara kereta api dan kendaraan bermotor dan orang cenderung kerap terjadi.

Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyebutkan, 28 kejadian pada 2015 dengan 18 korban meninggal dan 20 kejadian pada 2016 dengan 9 orang meninggal. Namun, Edi percaya jumlah kejadiannya lebih besar. Ini menyusul domain tabrakan di pintu pelintasan sebidang yang menurut Edi bukanlah kecelakaan kereta api ataupun lalu lintas. "Akhirnya data sedikit kacau," ujarnya.

Menurut Edi, sepanjang 2016 12 orang meninggal akibat kecelakaan di pelintasan sebidang, bukan 9 orang seperti versi polisi.

Perbedaan data itu terjadi di setiap instansi menyusul berlainannya cakupan wilayah penghitungan dan metode yang digunakan. Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat, ada 166 pelintasan sebidang di Jakarta. Jumlah itu terbagi dalam lintas Tanahabang-Serpong, Manggarai-Bogor, Manggarai-Bekasi, Duri-Tangerang, dan Lingkar Jakarta.

PT KAI Daerah Operasi 1 Jakarta menghitung, terdapat 474 pelintasan sebidang yang terbagi dalam 25 resor dan lintas.

Kacaunya data juga disebabkan pelintasan sebidang cenderung terus dibangun setiap waktu dan tanpa didahului permohonan izin. Pembangunan pelintasan sebidang liar tidak terpantau menyusul meluasnya kawasan permukiman, bisnis, juga sejumlah proyek pemerintah.

Khusus yang terakhir, Edi mengatakan, baru saja menegur penanggung jawab salah satu proyek jalan inspeksi sungai yang membangun pelintasan sebidang di wilayah Tamankota, Grogol, Jakarta. Ia memberikan waktu sebulan agar pelintasan sebidang tanpa izin itu ditutup, atau dipergunakan terbatas dengan pagar bergembok.

Syarat berat

Keengganan untuk mengajukan izin pembangunan pelintasan sebidang ini terkait dengan sejumlah syarat teknis yang diwajibkan. Aturan teknis terkait itu telah dicantumkan dalam Peraturan Dirjen Hubdar SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Pelintasan Sebidang Antara Jalan dengan Jalur Kereta Api.

Misalnya saja, syarat tertentu terkait kondisi permukaan jalan, sudut perpotongan, dan lebar pelintasan maksimum untuk satu jalur 7 meter. Selain itu, wajib juga dilengkapi sejumlah rambu, marka jalan, isyarat lampu, isyarat suara pita penggaduh, dan lainnya.

Itu belum termasuk keharusan untuk menempatkan petugas pintu pelintasan. Hal-hal itu berkelindan dengan jumlah biaya yang mesti dikeluarkan, seperti pintu pelintasan yang menurut Edi harganya bisa mencapai Rp 2 miliar.

Jika izin diberikan sekalipun, masa berlakunya paling lama tiga tahun sebelum wajib dibangun menjadi pelintasan tidak sebidang. Ini menyusul aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

Pasal 79 peraturan itu menyebutkan tentang evaluasi berkala oleh menteri, gubernur, atau bupati dan wali kota terhadap perpotongan sebidang. Hasil evaluasi tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya penutupan pelintasan sebidang.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian juga menyebutkan tentang perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat tidak sebidang. Ini tercantum dalam Pasal 91 dengan tambahan pengecualian hanya bisa dilakukan jika tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.

Pasal 94 menyebutkan, pelintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup. Penutupan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Namun, perkara dipenuhi atau tidaknya aneka syarat perizinan tadi cenderung bukanlah satu-satunya penyebab keengganan membangun pelintasan tidak sebidang. Peraturan Presiden 83/2011 tentang Penugasan kepada PT KAI untuk Menyelenggarakan Prasarana dan sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi juga memengaruhi.

Pasal 5 aturan tersebut menyebutkan dukungan diberikan pemerintah dan pemerintah daerah terkait untuk membangun pelintasan tidak sebidang. Akan tetapi, menurut Edi, perpres yang baru dijalankan sebagiannya ini membuat sejumlah pihak terkait saling menunggu untuk membangun sejumlah pelintasan tak sebidang.

Menunggu RITJ

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang telah berkoordinasi untuk membuat Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Kepala BPTJ Elly A Sinaga pada 13 Maret lalu mengatakan, dalam RITJ yang akan disahkan dalam bentuk perpres tidak ada lagi pelintasan sebidang di Jabodetabek. "Semua pelintasan sebidang akan diubah menjadi jalan layang atau dibuat terowongan," ujarnya.

Elly menyebutkan hal itu dalam konteks Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Umum Jaringan Angkutan Massal pada Kawasan Perkotaan Jabodetabek yang menurut dia tidak berlaku lagi karena sedang direvisi. Dirjen Perkeretaapiaan Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono menyatakan, Permenhub itu masih tetap dipakai dan tidak sedang direvisi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 12 Maret menyebutkan, Permenhub tersebut hendak dikaji ulang dan pihak-pihak terkait bakal dikumpulkan. Sebelumnya, Direktur Eksekutif MTI Deddy Herlambang menyebutkan, keberadaan Permenhub ini sebagai salah satu pangkal kegamangan pemerintah provinsi membangun pelintasan tidak sebidang.

Saat ini, beleid Perpres RITJ telah diserahkan Kementerian Perhubungan kepada Kementerian Hukum dan HAM. "Sudah satu bulan lalu kami serahkan. Mudah-mudahan bisa lebih cepat lagi prosesnya," kata Elly.

Meski demikian, tetap saja tantangan terbesarnya adalah menghadapi tentangan sebagian orang karena kenyamanan mesti dikorbankan menyusul pengabaian bertahun-tahun terhadap penegakan aturan.

(Wisnu Aji Dewabrata/Helena F Nababan/M Clara Wresti)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Maret 2017, di halaman 28 dengan judul "Menyadarkan Nilai Keselamatan dan Aturan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com