JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, sistem parkir meter diterapkan untuk mencegah adanya kebocoran dan korupsi yang mungkin terjadi.
Dengan menerapkan parkir meter, lamanya parkir setiap kendaraan akan terekam.
"Kami lakukan terus di pemerintah kami itu sistem cashless, non-tunai, supaya tidak ada kebocoran, supaya tidak ada korupsi. Sistem parkir seperti itu juga, melakukan itu," ujar Djarot di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2017).
Selain itu, parkir meter diterapkan untuk memastikan tarif retribusi yang harus dibayar pengguna kendaraan.
Juru parkir juga mendapatkan jaminan gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP).
"Dengan cara seperti itu, maka kami bisa deteksi betul uang yang dari masyarakat itu, berapa yang kamu bayar masuk dalam pendapatan daerah," kata dia.
(Baca juga: Kata Pengendara soal Penerapan Parkir Meter di Jakarta)
Djarot mempersilakan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, apabila ingin mengganti sistem parkir meter di Jakarta. Namun, Djarot mengingatkan fungsi parkir meter tersebut.
"Mau diganti silakan, itu nanti masa kepemimpinannya Pak Anies. Yang kami ingin tekankan di sini semuanya by system, bahwa ini sebetulnya tujuannya mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dibayarkan oleh warga yang membayar retribusi parkir," ucap Djarot.
Ia juga meminta Anies dan Sandi melakukan kajian tentang sistem parkir yang cocok untuk diterapkan di DKI Jakarta.
Sebab, berdasarkan kajian Pemprov DKI Jakarta saat ini, sistem parkir meter dapat menutup banyak kebocoran dan meningkatkan pendapatan daerah.
(Baca juga: Kadishub: Parkir Meter Menuntut Kesadaran Warga)
Sistem parkir meter juga diterapkan sebagai bentuk transparansi pemerintah. Sandiaga sebelumnya menilai, sistem parkir meter tidak cocok diterapkan di Jakarta.
Sebab, menurut dia, pola yang diterapkan dalam sistem parkir model tersebut tidak cocok dengan budaya orang Indonesia.