Gara-gara balok-balok kayu di dasar kali, proyek revitalisasi Kali Besar di Kota Tua, Jakarta Barat, tersendat. Namun, itu demi kebaikan karena balok tersebut bisa jadi cuilan penting dari keseluruhan sejarah Kali Besar di Batavia beratus tahun lalu.
Menurut rencana, Kali Besar direvitalisasi menjadi destinasi wisata baru di kawasan Kota Tua. Seluruh dasar Kali Besar bakal dibeton, jalan serta area parkir dan pedagang kaki lima ditata, plus taman di sisi-sisinya. Cita-citanya, Kali Besar mendekati kemasyhuran Sungai Cheonggyecheon di Korea Selatan dan Clarke Quay di Singapura.
Namun, Februari lalu, para pekerja yang sedang mengeruk untuk memperdalam Kali Besar mendapati ratusan balok kayu besar tertancap di dasar kali. Mengingat Kali Besar merupakan bagian dari Kota Tua yang sarat peninggalan cagar budaya, pelaksana proyek, PT Sampoerna Land, berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tim ahli cagar budaya DKI Jakarta pun mengonfirmasi bahwa kayu-kayu itu diduga benda cagar budaya. Mereka menyebutnya cerucuk.
"Itu kemungkinan perkuatan dari sebuah pintu air, yang dibuat pada abad ke-18," kata anggota tim ahli cagar budaya DKI, Candrian Attahiyat, Selasa (25/4).
Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) Indonesia Febriyanti Suryaningsih menambahkan, penelusuran PDA melalui laman asal Belanda, Atlas of Mutual Heritage, menemukan gambar dari zaman Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada abad ke-18. Gambar itu memperlihatkan konstruksi sistem hidrologi di Kali Besar. Cerucuk tadi kemungkinan bagian dari sistem.
Secara fisik, cerucuk-cerucuk itu tampak tidak bernilai. Namun, dengan kemungkinan adanya nilai sejarah yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan riset, kondisi ruas Kali Besar beserta cerucuknya layak dilestarikan.
Jalan tengah
Kepala Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Norviadi S Husodo mengatakan, proyek revitalisasi Kali Besar tidak mungkin dihentikan. Sementara nilai penting cerucuk bagi ilmu pengetahuan juga tak boleh dikorbankan. Sebagai jalan tengah, ruas kali sepanjang 25-50 meter yang berisi cerucuk itu tidak dibeton seperti rencana awal.
"Agar bisa dikaji lebih dalam dan juga untuk efisiensi anggaran," ujar Norviadi.
Contohnya, jika nanti akan ada penelitian terkait cerucuk, sedangkan seluruh dasar Kali Besar sudah dibeton, beton mesti dibongkar. Karena itu, bagian Kali Besar yang memiliki cerucuk hanya diberi batu-batu kerikil.
Proyek sempat terhenti sekitar setengah bulan karena tim ahli mesti mengkaji nilai sejarah dari cerucuk-cerucuk yang ada. Namun, Norviadi yakin, revitalisasi Kali Besar dapat selesai sesuai target, yaitu akhir tahun ini. Menurut rencana, Kali Besar sudah berwajah jauh lebih cantik ketika Asian Games 2018 di Jakarta sehingga dapat menjadi salah satu destinasi untuk dikunjungi delegasi atlet sejumlah negara.
Norviadi menambahkan, cerucuk yang dipertahankan di Kali Besar juga bakal dijadikan obyek edukasi bagi masyarakat. Papan informasi akan dipasang di dekat ruas bercerucuk tadi guna menyampaikan pengetahuan soal cerucuk yang dihasilkan dari kajian para ahli.
PT Sampoerna Land melaksanakan proyek revitalisasi Kali Besar dengan anggaran sekitar Rp 260 miliar. Itu sebagai kompensasi karena perusahaan tersebut membangun apartemen di Jakarta Pusat dengan koefisien lantai bangunan (KLB) melebihi batas yang ditentukan.
Beragam bentuk
Dari paparan ahli cagar budaya, lanjut Norviadi, cerucuk di dasar Kali Besar terdiri dari beragam bentuk, antara lain berupa balok, balok dengan ujung meruncing, dan bersisi lingkaran dengan ujung juga meruncing. Para ahli bakal menganalisis fungsi setiap kayu sesuai dengan bentuknya.
Menurut Candrian, cerucuk tidak hanya ditemukan di Kali Besar. Sebelumnya, cerucuk juga ditemukan di bawah Museum Bank Indonesia. "Yang menarik nanti untuk peneliti, apakah memang cerucuk jadi pilihan teknologi saat itu oleh Pemerintah Hindia Belanda."
Itu bisa jadi bukti bahwa Batavia saat itu dibangun di atas tanah yang labil sehingga harus diberi perkuatan sebelum membuat gedung atau infrastruktur tertentu. Atau, bisa jadi, Batavia adalah kota yang gagal karena pemerintah kolonial memilih daerah yang tidak tepat.
Demi menjawab aneka pertanyaan yang semacam itu, pelestarian cagar budaya ataupun diduga cagar budaya pun menjadi beralasan. Candrian mengatakan, tim ahli cagar budaya sudah mendata 660-an cagar budaya dan dugaan cagar budaya di DKI. Sebanyak 216 di antaranya sudah berstatus cagar budaya. (J Galuh Bimantara)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2017, di halaman 26 dengan judul "Demi Nilai Sejarah Balok Kayu Kali Besar".