JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang perempuan berinisial DC tak menyangka akan menjadi korban perselisihan ojek online.
Ceritanya, pada Minggu (14/5/2017), DC menerima pesan WhatsApp dari orang yang mengaku sebagai "Mbot Jangkar", yang marah-marah karena DC menggunakan kode promo.
Padahal, DC hanya dua kali menggunakan Grabbike, yaitu pada tanggal 24 dan 25 April 2017, dengan pengemudi Grab yang memiliki nomor berbeda dari oknum yang memarahinya via WhatsApp.
Selain diprotes karena menggunakan promo, DC mendapatkan pelecehan seksual melalui WhatsApp.
(Baca juga: Penumpang Grabbike yang Dilecehkan Trauma Pesan Ojek "Online")
Setelah DC dan temannya mendatangi markas Jangkar (komunitas pengemudi GrabBike di Pondok Cina yang digawangi Mbot) untuk mencari oknum yang dimaksud pada Senin malam, baru diketahui bahwa pengemudi Grabbike juga menjadi korban pencatutan nama dari oknum yang sama.
DC ternyata tidak pernah menggunakan jasa Mbot. Foto profil yang digunakan saat melecehkan DC adalah foto teman Mbot bernama Sukis.
Beberapa waktu lalu, Sukis menerima order fiktif dari nomor ponsel yang sama dengan nomor yang meneror DC.
"Janganlah melibatkan customer, apalagi dengan menyebarkan foto dan nomor telepon saya di profile picture WhatsApp pelaku dengan bahasa yang sangat tidak sopan dan keterlaluan," kata DC kepada Kompas.com, Rabu (17/5/2017).
Perselisihan ojek online
Sementara itu, Mbot yang merupakan pimpinan Jangkar, membantah ia maupun anggotanya pernah bermasalah dengan penumpang akibat promo.
Baginya, kebijakan promo saat ini tidak menyulitkan pengemudi dan tidak ada hubungannya dengan penumpang.
"Sekarang saldo bisa di-withdraw besoknya. Enggak ada masalah dengan promo karena semuanya transparan dan pasti dibayar kan," kata Mbot.
Ia menduga, pelecehan terhadap penumpang dengan pencatutan identitasnya itu merupakan upaya menjatuhkan komunitas Jangkar.
"Sebulan ini memang ada masalah soal tempat penjemputan di antara tiga komunitas ojek online, (yaitu) Grab, Go-Jek, dan Uber," kata Mbot kepada Kompas.com, Rabu.
(Baca juga: Pelecehan terhadap Penumpang Grab Diduga Upaya Adu Domba Ojek "Online")
Mbot menyampaikan, Jalan Pondok Cina yang menjadi akses ke dan dari stasiun itu sempit dan menimbulkan kemacetan terutama pada jam ramai.
Warga dan pihak stasiun mengeluhkan kemacetan yang mengganggu mereka. Sebulan lalu, warga mengundang aparat kepolisian, tentara, ojek pangkalan, dan ojek online untuk mencari penyelesaian dari kemacetan itu.
Ojek online dianggap sebagai salah satu biang kemacetan karena menjemput dan menurunkan penumpang di Jalan Pondok Cina dan Jalan Margonda, di depan Epi Jus yang terletak di samping Jalan Pondok Cina.
Warga mengusulkan agar ojek online menggunakan lahan kosong di depan Stasiun Pondok Cina untuk menjemput dan menurunkan penumpang.
Warga meminta kontribusi dari ojek online agar ojek online bisa menggunakan lahan tersebut, bahkan menggunakan parkiran stasiun agar bisa berputar balik di depan Depok Town Square dan tidak harus berputar balik di flyover UI.
"Warga mengusulkan pakai stiker dengan tiap hari ojek online bayar Rp 2.000, tetapi ada yang menolak sehingga wacana itu batal," kata Mbot.
Setelah wacana itu batal, ojek online hanya diperbolehkan menjemput penumpang di Epi Jus (Jalan Margonda).
Namun, Mbot dan Komunitas Jangkar-nya masih sering berkumpul di depan Stasiun Pondok Cina karena lebih dulu di sana dan sudah dibolehkan warga.
Ada dugaan ojek online lain tidak senang dengan "kemewahan" yang didapat Mbot dan teman-temannya.
Mbot menceritakan ia, Sukis, dan teman-teman lainnya mendapat order dari pelanggan fiktif dengan nama seperti "fu*koff mbot" dan sejenisnya.
Sukis sudah melapor secara resmi ke polisi agar oknum yang menggunakam fotonya itu ditangkap.
"Selama dua minggu ini kami diserang, dapat order fiktif, sampai kejadian Mbak DC dilecehkan pakai nama saya dan foto Bang Sukis yang juga anggota Jangkar," kata Mbot.
(Baca juga: "Driver" Jelaskan Mekanisme Penghasilan "Order" Grabbike dengan Kode Promo)
Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar memastikan, pelakunya bukan pengemudi Grab.
"Nomor yang digunakan itu tidak terdaftar di sistem kami sebagai pengemudi, tapi penumpang. Jadi (nomor) digunakan atas nama driver," ujar Mediko.
Pihak Grab saat ini masih berupaya mencari pelakunya. Pihak Grab mengimbau agar siapa saja yang mendapat perlakuan serupa dapat melaporkan hal tersebut ke manajemen untuk diteliti dan ditindaklanjuti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.