JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, menyebarkan kebohongan adalah suatu tindakan yang salah. Tanpa adanya fatwa pun, orang yang menyebarkan kebohongan sudah berdosa.
"Enggak usah pakai fatwa MUI, kalau kita menyebarkan fitnah, kebencian kepada orang lain, kemudian kita adu domba, menyebarkan kebohongan, itu sudah dosa," ujar Djarot di Masjid Raya KH Hasyim Asy'ari, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (7/6/2017).
Djarot menyampaikan hal tersebut saat seorang warga meminta agar dibuat undang-undang yang mengatur soal hoaks, termasuk hoaks di media sosial.
(Baca juga: Dukung Fatwa MUI Soal Medsos, Sultan HB X Minta Warga Waspadai Hoaks)
Djarot mengatakan, orang yang menyebarkan berita bohong melalui media sosial dapat dijerat menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Itu kan sudah ada di undang-undang ya. Kalau ketangkap akan dipenjara. Itu ITE, kalau sudah begitu, dijerat pak polisi, pasti ketahuan, tidak bisa lari," kata dia.
Djarot pun mengimbau agar masyarakat mengabaikan berita-berita bohong yang disebarkan melalui media sosial maupun aplikasi pesan singkat. Dia juga meminta warga tidak menyebarkannya.
"Kalau ada yang tidak benar, enggak udah dibaca, langsung dihapus. Karena begitu dibacain satu per satu jadi panas, padahal belum tentu benar. Setelah dibaca, disebarkan lagi ke temannya," ucap Djarot.
Tak hanya soal berita bohong, informasi yang dipastikan kebenarannya pun sebaiknya tidak disebarkan jika tidak bermanfaat.
Djarot mencontohkan beredarnya foto-foto potongan tubuh korban ledakan bom Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada 24 Mei 2017 lalu.
"Begitu saya terima (foto-foto potongan tubuh korban bom), saya marah. Saya bilang stop, ini padahal bukan hoaks, tetapi banyak info yang tidak ada manfaatnya disebarkan ke orang lain," kata Djarot.
(Baca juga: Para Korban Hoaks yang Sempat Diduga Pelaku Teror Bom Kampung Melayu)