JAKARTA, KOMPAS.com — Pengemudi tranportasi online di Indonesia berjumlah jutaan orang. Mereka mencari rezeki di jalan, dengan bantuan perusahaan aplikasi seperti Go-Jek, Grab, dan Uber.
Keberadaan mereka sejak 2011 tidak memiliki payung hukum. Mereka juga ditentang oleh perusahaan transportasi yang sudah eksis dan diakui keberadaannya oleh negara, seperti taksi, juga ojek pangkalan.
Melalui proses panjang, akhirnya keberadaan mereka mulai diterima. Namun, permasalahan lain muncul. Sebagai mitra kerja operator transportasi online, mereka mulai merasa dirugikan.
Pengemudi ojek online mulai menjerit dengan skema tarif per kilometer yang mulai menggigit. Mereka hanya mendapat Rp 1.600 per kilo meter.
Pada Selasa Selasa (27/3/2018), driver ojek online melakukan aksi di depan Istana Negara menuntut agar perusahaan aplikasi menaikan tarif. Aksi itu ditanggapi baik oleh Presiden Joko Widodo. Perwakilan mereka diterima oleh Jokowi.
Pada Rabu (28/3/2018), pemerintah yang diwakili Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, menggelar rapat dengan pimpinan perusahaan aplikator transportasi online Go-Jek dan Grab di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta.
Keputusan yang disepakati bersama, yakni Go-Jek dan Grab akan menaikkan tarif per kilometer untuk dibayarkan kepada pengemudi.
"Aplikator itu intinya ingin juga menyejahterakan para driver-nya. Prinsipnya, mereka akan menyesuaikan (tarif per kilometer). Mereka siap untuk menaikkannya," ujar Moeldoko.
Baca juga : Pengemudi Menunggu Langkah Jokowi Atasi Perang Tarif Ojek Online
Namun, belum diketahui berapa besaran kenaikannya. Sebab, hal itu adalah kewenangan perusahaan aplikator. Kementerian Perhubungan memiliki perhitungan sendiri soal berapa kenaikan yang wajar diterapkan oleh aplikator.
Usul Menhub dan tanggapan aplikator
"Kami memiliki background, kira-kira berapa sih harga yang bisa diberlakukan (aplikator). Dari perhitungan kami, ada harga pokok sekitar Rp 1.400 sampai Rp 1.600 dan dengan nilai keuntungan dan jasa sehingga menjadi Rp 2.000," ujar Budi.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menegaskan, pihaknya akan mengikuti arahan pemerintah meningkatkan pendapatan pengemudi. Namun, apakah itu akan dilakukan dengan meningkatkan tarif per kilometer yang dibayarkan aplikator ke pengemudi, belum diputuskan demikian.
Baca juga : Pemerintah Usul Tarif untuk Pengendara Ojek Online Rp 2.000 per Km
Ridzki kembali menegaskan, perusahaannya siap meningkatkan pendapatan para pengemudinya. Grab Indonesia berjanji untuk segera memutuskan besaran pendapatan pengemudi.
"Sebab, pendapatan (pengemudi) itu bukan hanya tentang tarif (kepada konsumen), ya. Tarif itu unsurnya ada tiga, pengemudi, penumpang, dan kami. Jadi, harus diperhatikan itu," ujar Ridzki.