Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Pengemudi Transportasi "Online", dari Tarif "Tak Manusiawi" hingga Protes Permenhub

Kompas.com - 29/03/2018, 13:41 WIB
David Oliver Purba,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengemudi tranportasi online di Indonesia berjumlah jutaan orang. Mereka mencari rezeki di jalan, dengan bantuan perusahaan aplikasi seperti Go-Jek, Grab, dan Uber.

Keberadaan mereka sejak 2011 tidak memiliki payung hukum. Mereka juga ditentang oleh perusahaan transportasi yang sudah eksis dan diakui keberadaannya oleh negara, seperti taksi, juga ojek pangkalan.

Melalui proses panjang, akhirnya keberadaan mereka mulai diterima. Namun, permasalahan lain muncul. Sebagai mitra kerja operator transportasi online, mereka mulai merasa dirugikan.

Pengemudi ojek online mulai menjerit dengan skema tarif per kilometer yang mulai menggigit. Mereka hanya mendapat Rp 1.600 per kilo meter.

Pada Selasa Selasa (27/3/2018), driver ojek online melakukan aksi di depan Istana Negara menuntut agar perusahaan aplikasi menaikan tarif. Aksi itu ditanggapi baik oleh Presiden Joko Widodo. Perwakilan mereka diterima oleh Jokowi.

Pada Rabu (28/3/2018), pemerintah yang diwakili Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, menggelar rapat dengan pimpinan perusahaan aplikator transportasi online Go-Jek dan Grab di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta. 

Keputusan yang disepakati bersama, yakni Go-Jek dan Grab akan menaikkan tarif per kilometer untuk dibayarkan kepada pengemudi.

"Aplikator itu intinya ingin juga menyejahterakan para driver-nya. Prinsipnya, mereka akan menyesuaikan (tarif per kilometer). Mereka siap untuk menaikkannya," ujar Moeldoko.

Baca juga : Pengemudi Menunggu Langkah Jokowi Atasi Perang Tarif Ojek Online

Namun, belum diketahui berapa besaran kenaikannya. Sebab, hal itu adalah kewenangan perusahaan aplikator. Kementerian Perhubungan memiliki perhitungan sendiri soal berapa kenaikan yang wajar diterapkan oleh aplikator.

Usul Menhub dan tanggapan aplikator

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.
Menhub mengusulkan tarif baru sebesar Rp 2.000 per kilometer. Usulan itu diketahui naik Rp 400 dari yang berlaku saat ini, yakni Rp 1.600.

"Kami memiliki background, kira-kira berapa sih harga yang bisa diberlakukan (aplikator). Dari perhitungan kami, ada harga pokok sekitar Rp 1.400 sampai Rp 1.600 dan dengan nilai keuntungan dan jasa sehingga menjadi Rp 2.000," ujar Budi.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menegaskan, pihaknya akan mengikuti arahan pemerintah meningkatkan pendapatan pengemudi. Namun, apakah itu akan dilakukan dengan meningkatkan tarif per kilometer yang dibayarkan aplikator ke pengemudi, belum diputuskan demikian.

Baca juga : Pemerintah Usul Tarif untuk Pengendara Ojek Online Rp 2.000 per Km

Ridzki kembali menegaskan, perusahaannya siap meningkatkan pendapatan para pengemudinya. Grab Indonesia berjanji untuk segera memutuskan besaran pendapatan pengemudi.

"Sebab, pendapatan (pengemudi) itu bukan hanya tentang tarif (kepada konsumen), ya. Tarif itu unsurnya ada tiga, pengemudi, penumpang, dan kami. Jadi, harus diperhatikan itu," ujar Ridzki.

Berdasarkan kesepakatan bersama, perusahaan aplikator akan mulai mengalkulasi berapa kenaikan tarif untuk pengendara. Rencananya, keputusan tersebut akan diumumkan lagi pada Senin (2/4/2018).

Tuntutan driver ojek online

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.
Para pengemudi ojek online menuntut dinaikkannya tarif per kilometer. Mereka merasa tarif yang diterapkan saat ini sangat mencekik. Para driver harus banting tulang untuk mencari costumer dengan tarif tersebut.

Misalnya Topan, salah seorang driver GrabBike, di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, menceritakan, saat pertama bergabung pada 2015, tarif per kilometer mencapai Rp 3.000. Kini kondisinya berbeda jauh dengan tarif yang diterapkan hanya Rp 1.600.

Perbedaan tarif per kilometer ini membuat penghasilannya melorot jauh. Pada awal bergabung, dia bisa mendapat Rp 500.000 dalam sehari.

"Kalau dulu bisa Rp 6 juta sebulan pas 2016-an dan seharinya bisa Rp 500.000. Sekarang segitu (Rp 500.000) cuma bisa seminggu," kata Topan kepada Kompas.com, Rabu (28/3/2018).

Baca juga : Aplikator Sepakat Tingkatkan Pendapatan Ojek Online, Pengemudi Ngotot di Angka Rp 3.500

Peluang berdiskusi kemudian terbuka saat perwakilan massa diterima Presiden Joko Widodo. Kepada Presiden Jokowi, para pengemudi mengeluhkan perang tarif antar-aplikator.

Perang tarif antar-perusahaan aplikasi tersebut dinilai telah mengorbankan kesejahteraan para pengendara ojek online.

Presiden Jokowi kemudian memerintahkan Menhub dan Menkoinfo menjadi penengah dalam persoalan ini. Adapun pengemudi ojek online kekeh untuk menuntut perusahaan aplikasi menaikan tarif menjadi Rp 4.000 per km atau minimal Rp 3.500 per km.

Demo driver taksi online

Usai Partemuan dengan Pihak Istana. Tiga Perwakilan Driver Taksi Online Menyebut Pemerintah Menyetujui Permenhub 108 Tahun 2017 untuk Taksi Online Tidak Berlaku, Rabu (28/3/2018). KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA Usai Partemuan dengan Pihak Istana. Tiga Perwakilan Driver Taksi Online Menyebut Pemerintah Menyetujui Permenhub 108 Tahun 2017 untuk Taksi Online Tidak Berlaku, Rabu (28/3/2018).
Rabu (28/3/2018) kemarin, massa dari driver taksi online juga melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara menuntut pemerintah mencabut Permenhub 108 Tahun 2017 yang dianggap merugikan mereka.

Adapun tiga perwakilan massa dipanggil ke Istana Negara untuk berdiskusi terkait tuntutan yang diajukan. Perwakilan massa bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Salah satu koordinator dari Aliansi Nasional Driver Online Indonesia (Aliando) Andrian Mulyaputra mengatakan, dari pertemuan tersebut, pemerintah menyepakati Permenhub 108 Tahun 2017 tidak berlaku untuk taksi online sampai ada peraturan baru.

Baca juga : Jangan Terulang Lagi, Doa Ayah Yun Siska yang Dibunuh Sopir Taksi Online

"Semua tuntutan kita 1.000 persen dikabulkan. Permenhub 108 tidak berlaku buat online sampai terjadi perumusan-perumusan yang akhirnya melibatkan insan online keseluruhan," ujar Andrian.

Selain itu, driver taksi online tidak diwajibkan untuk masuk ke dalam koperasi atau badan usaha manapun yang selama ini diwajibkan dalam Permenhub 108 tersebut. Tuntutan yang dikabulkan selanjutnya, perusahaan aplikasi dipaksa untuk menjadi perusahaan transportasi.

Saat dikonfirmasi, Moeldoko membenarkan bahwa pemerintah mewacanakan perusahaan aplikasi transportasi online untuk berubah bentuk menjadi perusahaan jasa angkutan umum.

Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP) bersama bus listrik PT Mobil Anak Bangsa yang digagasnya.KOMPAS.com / GHULAM M NAYAZRI Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP) bersama bus listrik PT Mobil Anak Bangsa yang digagasnya.
"Aplikator itu nantinya dijadikan sebagai perusahaan jasa angkutan umum, di samping adalah aplikator juga," ujar Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu.

Perubahan itu disebut sebagai salah satu solusi persoalan di dunia transportasi online saat ini. Persoalan itu mulai dari masalah kepastian hukum, jaminan keselamatan konsumen, kesejahteraan pengemudi, hingga pengawasan oleh pemerintah.

Adapun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, perubahan dari perusahaan aplikasi transportasi online menjadi perusahaan jasa angkutan umum itu belum dikomunikasikan dengan perusahaan aplikasi yang beroperasi di Indonesia.

Baca juga : YLKI: Taksi Online Aman dan Nyaman Sudah Jadi Mitos Belaka

"Belum (dikomunikasikan), ini baru kesepakatan baru menampung aspirasi mayarakat dan juga Aliando (Aliansi Driver Online). Kami bertiga sepakat, dan Presiden sepakat. Maka akan saya panggil dan diskusikan caranya seperti apa," ujar Budi Karya.

Budi tidak menjelaskan secara rinci apakah benar Permenhub 108 Tahun 2017 tidak lagi diberlakukan seperti yang disampaikan perwakilan massa dari driver taksi online.

Melalui Permen 108 itu, pengemudi transportasi online, khususnya kendaraan roda empat wajib melakukan uji kir, penggunaan SIM A Umum dan pemasangan stiker di badan kendaraan. Peraturan itu mulai berlaku 1 April 2018.

Kompas TV Pemerintah mengambil jalan tengah untuk menjawab tuntutan kenaikan tarif para pengemudi ojek online.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ini Identitas Tiga Korban Pesawat Jatuh di BSD Tangerang

Ini Identitas Tiga Korban Pesawat Jatuh di BSD Tangerang

Megapolitan
Jenazah Korban Kecelakaan Pesawat Latih di BSD Dievakuasi ke RS Polri

Jenazah Korban Kecelakaan Pesawat Latih di BSD Dievakuasi ke RS Polri

Megapolitan
Kondisi Terkini Lokasi Pesawat Jatuh di Serpong, Polisi-TNI Awasi Warga yang Ingin Saksikan Evakuasi Korban

Kondisi Terkini Lokasi Pesawat Jatuh di Serpong, Polisi-TNI Awasi Warga yang Ingin Saksikan Evakuasi Korban

Megapolitan
Saksi: Pesawat Tecnam P2006T Berputar-putar dan Mengeluarkan Asap Sebelum Jatuh

Saksi: Pesawat Tecnam P2006T Berputar-putar dan Mengeluarkan Asap Sebelum Jatuh

Megapolitan
Dua Korban Pesawat Jatuh di BSD Telah Teridentifikasi

Dua Korban Pesawat Jatuh di BSD Telah Teridentifikasi

Megapolitan
Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Menyisakan Buntut, Bagian Depan Hancur

Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Menyisakan Buntut, Bagian Depan Hancur

Megapolitan
Ratusan Warga Nonton Proses Evakuasi Pesawat Jatuh di BSD Serpong

Ratusan Warga Nonton Proses Evakuasi Pesawat Jatuh di BSD Serpong

Megapolitan
Pesawat yang Jatuh di BSD Sempat Tabrak Pohon sebelum Hantam Tanah

Pesawat yang Jatuh di BSD Sempat Tabrak Pohon sebelum Hantam Tanah

Megapolitan
Saksi: Pesawat Latih Jatuh di BSD Serpong Bersamaan dengan Hujan Deras

Saksi: Pesawat Latih Jatuh di BSD Serpong Bersamaan dengan Hujan Deras

Megapolitan
Polres Tangsel Evakuasi 3 Korban Tewas Pesawat Latih yang Jatuh di BSD

Polres Tangsel Evakuasi 3 Korban Tewas Pesawat Latih yang Jatuh di BSD

Megapolitan
PSI Terima Pendaftaran 2 Bakal Calon Wali Kota Bekasi, Salah Satunya Kader PDI-P

PSI Terima Pendaftaran 2 Bakal Calon Wali Kota Bekasi, Salah Satunya Kader PDI-P

Megapolitan
Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Terbang dari Tanjung Lesung menuju Pondok Cabe

Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Terbang dari Tanjung Lesung menuju Pondok Cabe

Megapolitan
Pesawat Jatuh di BSD Serpong, Petugas Gabungan Evakuasi Seorang Korban Tewas

Pesawat Jatuh di BSD Serpong, Petugas Gabungan Evakuasi Seorang Korban Tewas

Megapolitan
Pesawat yang Jatuh di BSD Serpong adalah Pesawat Latih

Pesawat yang Jatuh di BSD Serpong adalah Pesawat Latih

Megapolitan
UU DKJ Sah, Heru Budi Harap Bisa Tumbuhkan Ekonomi Jakarta Lewat Kegiatan Skala Internasional

UU DKJ Sah, Heru Budi Harap Bisa Tumbuhkan Ekonomi Jakarta Lewat Kegiatan Skala Internasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com