JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor pendidikan dan budaya populer dianggap menjadi dua sektor yang dapat merangsang kepedulian generasi muda terhadap kebudayaan Betawi.
Sayangnya, pelestarian kebudayaan Betawi belum berhasil dieksekusi dua sektor tersebut.
Sejarawan JJ Rizal mengatakan, mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) sebagai mata pelajaran muatan lokal di Jakarta tidak mengajarkan kebudayaan Betawi yang sesungguhnya.
Baca juga: Ondel-ondel, Ikon Betawi yang Terpaksa Ngibing dan Ngamen buat Bertahan
"Saya pernah buka pelajaran mulok itu isinya saya sendiri orang Betawi bingung ini Betawi dari planet mana karena saya enggak kenal," kata Rizal saat ditemui di Pasar Seni Ancol, Jakarta Utara, Jumat (22/6/2018).
Rizal menuturkan, materi dalam pelajaran PLBJ disusun orang-orang yang tidak memahami kebudayaan Betawi.
Kasus munculnya Kisah Bang Mamat dari Kali Pasir yang memuat cerita seputar seks, kekerasan, dan rasisme di buku pelajaran disebut Rizal sebagai salah satu akibatnya.
Baca juga: JJ Rizal Sebut Museum di Jakarta Mesti Dirombak Penampilannya
"Dalam buku-buku yang menjadi acuan mulok itu buku-buku yang dibikin orang-orang yang tidak memahami apa itu Betawi. Kenapa buku itu bisa lolos? Ya karena pejabatnya tidak memahami dan tidak mempunyai wawasan kebetawian, jadi enggak peduli," ujarnya.
Di sisi lain, Rizal menyebut budaya populer seperti stand up comedy, musik, dan film juga bisa menjadi cara efektif dalam melestarikan budaya Betawi.
Namun, kata Rizal, tak jarang unsur Betawi yang ada di budaya populer justru bersifat destruktif.
Baca juga: JJ Rizal Sarankan Gubernur DKI Punya Visi Politik Maritim
Rizal mengatakan, hal itu disebabkan unsur-unsur Betawi yang ditampilkan hanya menjadi sebatas gimmick. Ia mencontohkan penggunaan dialek Betawi yang salah kaprah.
“Misalnya cara ngomongnya seolah-olah Bahasa Betawi semua akhirannya 'e', misalnya cume, enggak ada itu orang Betawi cume adanya cuman, ya, kan? Misalnya utare, enggak ada utare, orang Betawi bilangnya ilir,” kata Rizal.
Menurut Rizal, hal itu disebabkan wawasan soal kebudayaan Betawi yang tidak dimiliki para pelaku kebudayaan populer tersebut.
Baca juga: JJ Rizal: Konsentrasi Kami Bagaimana Situs Sejarah Selamat, Bukan Menolak UIII
"Problemnya adalah ketiadaan wawasan, akhirnya hanya jadi barang jualan. Misalnya film Benyamin Biang Kerok kemarin, itu, kan, orang enggak kenal Benyamin enggak tahu Benyamin kenapa bikin film Benyamin," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.