Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman: Ada Siswa Titipan Pejabat yang Masuk Tanpa Melalui PPDB "Online"

Kompas.com - 26/07/2018, 15:10 WIB
Cynthia Lova,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


DEPOK, KOMPAS.comOmbudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan adanya praktik penerimaan siswa baru tidak melalui penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur resmi atau penerimaan siswa titipan di SMA sekolah Jawa Barat, khususnya Depok.

Siswa titipan ternyata diterima karena mengatasnamakan sejumlah pejabat dan orang kuat atau orang terpandang lainnya. 

Dari siswa titipan inilah jual beli bangku sekolah SMAN terjadi dan kadang merugikan siswa lain yang berhak.

Temuan itu terkuak saat Ombudsman memanggil Dinas Pendidikan Jawa Barat, Rabu (25/7/2018).

Baca juga: Tak Lulus PPDB Online, 600 Siswa Kurang Mampu di Bekasi Diakomodir Masuk SMP Negeri 

“Temuan kami terkonfirmasi soal penerimaan siswa baru lewat jalur non-PPDB online terjadi karena panitia PPDB mengalami tekanan dari para pejabat dan diakui terjadi di semua sekolah. Mereka mengakui adanya titipan siswa dari pejabat,” ucap Kepala perwakilan ombudsman RI Jakarta Raya Teguh Nugroho, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/7/2018).

Pemanggilan pihak Disdik Jawa Barat dilakukan karena banyaknya laporan dan temuan penyelewengan dalam penyelenggaraan PPDB SMA Negeri 2018, di Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.

Pemanggilan itu dihadiri perwakilan pejabat dari tiga Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Jawa Barat yang berwenang di Depok, Bekasi dan Bogor.

Sementara itu, mengenai pungutan yang baru-baru ini dibicarakan di SMAN Depok, Bekasi, dan Bogor, pihaknya menyatakan KCD yang dilapangan dan para kepala sekolah yang tarik pungutan atau sumbangan siswa baru, beralasan karena adanya multi interpretasi yang beragam.

“Hampir semua sekolah di Jawa Barat terkhusus Depok, beralasan menarik pungutan karena adanya multi interpretasi soal Permendikbud 75 tentang sumbangan. Masih ada yang menganggap boleh, walaupun ada yang menganggap tidak boleh,” ucap dia.

Temuan lain yakni penentuan zonasi melalui sistem tidak sepenuhnya akurat sehingga banyaknya siswa yang zonasinya dekat, namun tidak diterima.

Baca juga: Siswa yang Namanya Hilang di PPDB Online Tangsel Kini Mendapat Sekolah

 “Penentuan titik koordinatnya kan memakai Google Maps yang menyebabkan banyaknya terjadi pergeseran data, dan tidak sepenuhnya akurat,” ucap dia.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menemukan banyak surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu terkonfirmasi. 

“Banyak ditemukan SKTM karena tidak ada aturan yang jelas terkait siapa, bagaimana, dan anggaran untuk verifikasi faktual SKTM,” tambah dia.

Teguh mengatakan, akan menyusun resume detail tentang laporan hasil pemeriksaan PPDB SMA Negeri Depok, Bogor, Bekasi, dan Jakarta.

“Hasil pemeriksaan kemarin, kami akan konfrontir data dahulu, setelah itu lalu baru kami akan lakukan tindakan korektif,” tutur dia.

Kompas TV Sistem zonasi penerimaan siswa baru menuai berbagai masalah & protes dari orangtua siswa di beberapa daerah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com