Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Guru Kontrak di Bekasi Diakui Bisa Tingkatkan Kesejahteraan, tapi...

Kompas.com - 26/11/2019, 12:29 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi


BEKASI, KOMPAS.com — Ketua Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kota Bekasi Firmansyah mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Bekasi membuat sistem tenaga pendidikan kontrak.

Saat ini tercatat sekitar 5.600 atau lebih dari 50 persen guru di Kota Bekasi berstatus sebagai guru kontrak.

Dengan sistem ini, guru honorer beralih statusnya menjadi guru kontrak dan digaji per bulan dari APBD sebesar Rp 3.900.000. Kontrak mereka dapat diperpanjang atau tidak, sesuai dengan penilaian kerja.

"Alhamdulillah guru-guru kontrak sudah sejahtera sih dengan Rp 3,9 juta," ujar Firmansyah kepada Kompas.com, Senin (25/11/2019).

Firmansyah mengaku, sistem guru kontrak di Bekasi seolah jadi oase di tengah minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap tenaga honorer, khususnya guru, agar diangkat menjadi PNS (pegawai negeri sipil) atau ASN (aparatur sipil negara).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, misalnya, tahun lalu digugat ke pengadilan karena dinilai tak berpihak kepada guru-guru honorer.

Baca juga: Pemkot Bekasi Diminta Angkat Guru Honorer Jadi PNS, Bukan Malah Buka CPNS

Dalam UU tersebut, pemerintah coba menyodorkan jalan tengah bagi guru-guru honorer untuk memperoleh fasilitas hampir setara PNS melalui mekanisme PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja).

Untuk menjadi PPPK, guru honorer diwajibkan menjalani uji kompetensi terlebih dulu, dengan penguji dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).

Namun, PPPK tak mendapatkan dana pensiun layaknya PNS.

Pemerintah kemudian meneken Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 untuk lebih jauh mengatur soal PPPK. Dalam beleid itu, PPPK dikontrak dalam perjanjian kerja minimal satu tahun dengan opsi perpanjangan sesuai penilaian kinerja.

Akan tetapi, nasib guru-guru PPPK pun tak juga jelas setelah 9 bulan dinyatakan lulus PPPK.

Dikutip dari Antara, Rabu (20/11/2019), Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mendesak Presiden RI Joko Widodo agar segera menerbitkan Perpres mengenai kelulusan itu.

Baca juga: Guru Honorer Bekasi Bersyukur Tetap Dapat Gaji Rutin, meski Sering Terlambat

Tak kunjung adanya kejelasan membuat mereka terkatung-katung dan dibayar selayaknya guru honorer.

"Saat ini keadaan kami masih sama, digaji Rp 150.000 per bulan dan dibayarkan 3 bulan sekali," kata Titi.

Buruknya keberpihakan pemerintah pada guru honorer kian tampak melalui Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 yang mengatur, seseorang harus berusia maksimal 35 tahun untuk menjadi guru PNS dalam CPNS 2019.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Kasus Dugaan Penggelapan Uang oleh Suami BCL Tiko Aryawardhana Naik ke Penyidikan

Megapolitan
Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Korban Diduga Keracunan Makanan di Cipaku Bogor Mengeluh Nyeri Lambung, Diare hingga Demam

Megapolitan
UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

UPTD PPA Tangsel Periksa Kondisi Balita yang Dicabuli Ibu Kandungnya

Megapolitan
Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Balita Korban Pencabulan Ibu Kandung di Tangsel Dibawa ke Rumah Aman UPTD PPA

Megapolitan
Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Tiga Periode di DPRD, Mujiyono Didorong Demokrat Maju Pilkada DKI Jakarta 2024

Megapolitan
Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Tetangga Sebut Ayah dari Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Ikut Menghilang

Megapolitan
Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Semrawutnya Kabel di Jalan Raya Semplak Bogor Dikhawatirkan Memakan Korban

Megapolitan
Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Dinkes Bogor Ambil Sampel Makanan dan Feses untuk Cari Tahu Penyebab Warga Keracunan

Megapolitan
Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan 'Dissenting Opinion' Putusan Pilpres 2024

Hasto Klaim Pernyataannya Jadi Landasan Hakim MK Nyatakan "Dissenting Opinion" Putusan Pilpres 2024

Megapolitan
Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Warga Diduga Keracunan Makanan Haul di Bogor Bertambah Jadi 93 Orang, 24 Korban Masih Dirawat

Megapolitan
Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Suami BCL Tiko Aryawardhana Dilaporkan Mantan Istri, Diduga Gelapkan Uang Rp 6,9 Miliar

Megapolitan
Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Dilaporkan Terkait Pernyataannya di Media, Hasto Akan Konsultasi dengan Dewan Pers

Megapolitan
Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Kasus Ibu di Tangsel Cabuli Anak, Keluarga Suami Sempat Adu Jotos dengan Kakak Pelaku

Megapolitan
Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Kasus DBD di Jaktim Paling Banyak di Kecamatan Pasar Rebo

Megapolitan
Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Korban Dugaan Keracunan Massal di Bogor Terus Bertambah, Pemkot Tetapkan Status KLB

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com