Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Banjir Jakarta 2007: 70 Persen Wilayah Terendam, Ibu Kota Lumpuh, 48 Orang Tewas

Kompas.com - 05/12/2019, 18:25 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Jakarta berstatus daerah khusus ibu kota. Jakarta adalah urat nadi kehidupan nasional dan karena itu, urusan Jakarta juga urusan pemerintah pusat, termasuk soal banjir.

Pada Juni 2002, delapan petinggi negeri ini bertemu dan menelurkan kesepakatan bersama: Program Penanganan Banjir Jakarta.

Mereka bergerak menyusul tragedi banjir Jakarta pada Februari 2002 – yang dianggap paling parah pada era Kemerdekaan dengan 365 ribu lebih keluarga mengungsi serta 32 jiwa melayang.

Harian Kompas mencatat, pertemuan itu dihadiri Menteri Kimpraswil Soenarno, Menteri Dalam Negeri Hari Subarno, Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, Menteri Negara PPN/Ketua Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Keuangan Boediono, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Gubernur Jawa Barat R Nuriana, dan Gubernur Banten H Djoko Munandar.

Baca juga: Anies Ogah Tanggapi Saran Diskusi dengan Ahok soal Banjir Jakarta

Dalam kesepakatan itu, penanganan banjir dibagi menjadi Program Mendesak (jangka pendek) dengan biaya Rp 731,95 miliar, Program Jangka Menengah berbiaya Rp 4,334 triliun, dan Program Jangka Panjang dengan dana Rp 11,58 triliun.

Akan tetapi, kesepakatan ini menguap seiring hiruk-pikuk pemilihan umum langsung pada 2004. Dokumen kesepakatan tersebut tak pernah dibubuhi tanda tangan 8 petinggi tadi secara lengkap.

Pemprov DKI Jakarta akhirnya mau tak mau sendirian menghadapi bahaya banjir pada 2007. Pemprov DKI Jakarta terbukti tak berdaya.

Pemprov DKI Jakarta hanya mengantongi Rp 272 miliar dari kebutuhan Rp 1,2 triliun antisipasi banjir tahun 2007.

Tak siap

Tanda-tanda Jakarta akan dirundung banjir mulai tampak pada hari-hari perdana tahun 2007. Kombinasi seretnya dana plus lambannya gerak pemerintah jadi biang masalah.

Harian Kompas pada 4 Januari 2007 melaporkan, 13 sungai di Jakarta masih dipenuhi sampah sehingga “banjir tinggal menunggu waktu untuk kembali” dengan kerugian ditaksir Rp 95 miliar sehari.

"Pemerintah selalu alpa mengingatkan warganya terutama di 78 titik rawan banjir untuk waspada sejak awal. Dari arah kebijakannya, tidak pernah ada perubahan fundamental dari sudut pembangunan kota oleh pemerintah daerah, seperti proyek reklamasi pantura yang akan menenggelamkan Jakarta," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Selamet Daroyni ketika itu.

Tumpukan sampah yang terbawa arus terlihat di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Rabu (7/2/2018). Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta telah mengangkut 1.596 ton sampah yang hanyut akibat air kiriman dari Bendungan Katulampa, Bogor pasca banjir yang melanda Jakarta.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Tumpukan sampah yang terbawa arus terlihat di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Rabu (7/2/2018). Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta telah mengangkut 1.596 ton sampah yang hanyut akibat air kiriman dari Bendungan Katulampa, Bogor pasca banjir yang melanda Jakarta.

Sampah juga memenuhi Waduk Pluit di Jakarta Utara. Di saat yang sama, waduk yang berperan penting mengendalikan banjir tersebut terus ditumbuhi permukiman liar akibat amburadulnya tata ruang dan pembiaran aparat.

Keadaan itu membuat area Waduk Pluit terus menciut dari luas semula 85 hektar jelang puncak musim hujan. Sebanyak 11 dari 13 saluran masuk ke Waduk Pluit rusak, dijejali tiang permukiman liar (Kompas, 24 Januari 2007).

Itu keadaan di hilir. Di hulu, situasi sama-sama tak menggembirakan. Pemprov DKI Jakarta gagal membangun Bendung Ciawi di Kabupaten Bogor.

Menurut rencana awal, Pemprov DKI Jakarta sudah punya dana buat membangun Bendung Ciawi. Namun akhirnya terjegal aturan yang tak mengizinkan pembangunan di luar wilayah administrasi.

Banjir

Petaka itu akhirnya menerjang Jakarta pada 24 Januari 2007 dini hari, ketika mayoritas warga di bantaran Sungai Ciliwung tengah terlelap. Sehari sebelumnya, Jakarta, Depok, dan Bogor diguyur hujan.

Pada 30 Januari 2007, Sungai Ciliwung lagi-lagi meluap. Banjir kiriman dari Bogor mengganas, sekitar 3.000 warga Cawang, Kampung Melayu, Pejaten, dan Rawajati mengungsi.

Banjir dalam hitungan jam menenggelamkan rumah mereka hingga ketinggian dua meter.

Memasuki Februari, banjir meluas. Tangerang dan Bekasi juga dilanda banjir.

Pusat Jakarta, seperti kawasan Medan Merdeka, MH Thamrin, dan Harmoni terendam sejak 1 Februari 2007. Hari berikutnya, 40 persen wilayah Jakarta direndam banjir. Ibukota Siaga I banjir.

Baca juga: Viral Video Penimbunan Lubang Galian Disebut Sabotase Banjir Jakarta, Benarkah?

“Jakarta tak berdaya. Puluhan ribu warga di Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya hingga Jumat malam masih terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga 3 meter. Mereka tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong tidak kunjung datang,” tulis Kompas pada 2 Februari 2007.

Jaringan telepon dan internet putus, 1.397 gardu listrik padam, meninggalkan 420 ribu warga terendam dalam gelap. Ratusan orang kedinginan, sedang bantuan makanan kesulitan mencapai permukiman padat. Suplai BBM anjlok dari volume harian 40.000 kiloliter jadi hanya 7.000 kiloliter.

Warga tak menduga, banjir kali ini sedasyat itu.

Salah satunya Imas (32), warga Kampung Pulo yang sesungguhnya sudah biasa menghadapi banjir kiriman di Sungai Ciliwung saban tahun.

"Saya enggak sangka. Banjir segini gede. Rumah saya hancur terbawa air. Tadinya saya malas ngungsi ke luar rumah. Mending di rumah saja, lebih enak tidur di rumah sendiri. Tetapi karena ada yang bilang air bakal naik lebih tinggi, maka saya keluar," kata Imas sambil meratap setelah rumahnya hanyut disapu banjir bandang Sungai Ciliwung (Kompas, 5 Februari 2007).

Amukan Ciliwung saat itu juga menghanyutkan hampir 1.500 rumah warga di Jakarta Timur. Berbagai kawasan perumahan elite seperti Menteng, Kelapa Gading, dan Pluit, juga turut terendam.

Warga menggunakan sepeda motor berupaya menerobos banjir di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pedongkelan, Jakarta, Senin (9/2/2015). Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sejumlah tempat di ibu kota terendam banjir.KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Warga menggunakan sepeda motor berupaya menerobos banjir di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pedongkelan, Jakarta, Senin (9/2/2015). Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sejumlah tempat di ibu kota terendam banjir.

Jakarta lumpuh

Kompas melaporkan, hingga 4 Februari banjir telah melanda 70 persen wilayah Jakarta. Per 10 Februari 2007, tercatat 48 warga Jakarta meninggal dunia karena banjir.

Keadaan itu membuat banjir 2007 tercatat sebagai banjir terparah di Jakarta sepanjang era Kemerdekaan. Predikat itu yang sebelumnya disandang banjir tahun 2002.

Curah hujan selama kurun Januari-Februari 2007 begitu luar biasa. Puncaknya terjadi pada 2 Febreuri ketika stasiun curah hujan mencatat rekor tertinggi 339 milimeter sebagaimana dicatat stasiun pemantauan Pondok Betung.

Berbagai sektor lumpuh.

Hampir 1.500 gedung sekolah tak bisa dipakai. Empat puluh persen sekolah dasar libur hingga waktu yang tak ditentukan.

Ratusan anjungan tunai mandiri (ATM) terendam banjir. Transaksi perbankan melorot 30 persen dari hari biasa.

Jumlah gardu listrik yang padam sebanyak 1.680 unit per 3 Februari atau 672 ribu pelanggan kena pemadaman.

Sebanyak 120  perjalanan kereta api batal. PT KAI mengklaim kerugian Rp 800 juta sehari itu.

Ada 29 ruas jalan terputus. Diperkirakan, 82 ribu meter persegi jalan seantero Jakarta rusak ringan hingga berat. Total biaya rehabilitasinya ditaksir tembus Rp 12 miliar.

Jumlah pengungsi terus merangkak naik dari hari ke hari. Tak semuanya sanggup ditampung di lokasi pengungsian.

Sejak 2 Februari, pemandangan sepeda motor di bahu jalan tol perlahan-lahan menjadi lumrah. Sebagian dari para pemotor itu menyaksikan pemandangan banjir di bawah jalan tol sambil memotret dengan telepon seluler, teknologi yang baru merebak kala itu.

Sisanya tampak leluasa mencuci sepeda motor di bahu jalan tol, memanfaatkan genangan air (Kompas, 4 Februari 2007).

Direktorat Lalu lintas Polda Metro Jaya menerbitkan diskresi bagi sepeda motor memasuki jalan tol selama musim banjir, sebab beberapa mulut jalan tol sudah tergenang di atas 50 cm.

Selain itu, tol juga dibuka sebagai lokasi pengungsian mendadak, seperti di ruas Pluit-Tanjung Priok. Ruas itu sudah padat pengungsi pada 3 Februari hingga tak memungkinkan dilalui kendaraan bermotor.

Tol dipakai untuk menampung korban banjir hingga waktu yang tak ditentukan, seiring Pemprov DKI Jakarta kelimpungan mencari lokasi pengungsian baru, sedangkan korban banjir terus bertambah.

Warga pun menempati rumah ibadah atau menyelamatkan diri ke hotel-hotel.

Suasana di lobi Hotel Sheraton Media dan Mercure Ancol di kawasan Jakarta Utara, misalnya, dipenuhi orang berpakaian seadanya: celana pendek dan berbaju tidur pada 3 Februari 2007.

"Hotel merupakan pilihan terbaik untuk mengungsi karena ada jaminan ketersediaan air dan listrik. Untuk keluarga yang membawa anak kecil juga lebih terjaga kebersihan lingkungannya," kata Wahyudi, seorang tamu Hotel Sheraton Media (Kompas, 4 Februari 2007).

Epidemi pun mewabah. Ribuan pengungsi jatuh sakit, beberapa di antaranya diserang penyakit hewan melalui perantaraan air banjir.

Hingga Februari 2007 berakhir, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 2.674 laporan penyakit diare. Jumlah pasien demam berdarah dengue (DBD) yang dirawat di rumah sakit tercatat 1.674 orang, 9 di antaranya meninggal dunia.

Lalu, leptospirosis pun menjangkit. Lantaran asing, berbagai pihak tak siap menghadapi penyakit kencing tikus tersebut. Hingga penutupan Februari 2007, jumlah penderita leptospirosis 41 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KASN Telusuri Status Cuti Supian Suri Saat Datang ke Kantor PAN

KASN Telusuri Status Cuti Supian Suri Saat Datang ke Kantor PAN

Megapolitan
Soal Duet Keponakan Prabowo dan Kaesang di Pilkada DKI, PSI: Untuk Meramaikan Suasana Saja

Soal Duet Keponakan Prabowo dan Kaesang di Pilkada DKI, PSI: Untuk Meramaikan Suasana Saja

Megapolitan
Besi Ribar yang Jatuh di Lintasan MRT Masih Dievakuasi

Besi Ribar yang Jatuh di Lintasan MRT Masih Dievakuasi

Megapolitan
BNNP DKI Jakarta Musnahkan 3.449,7 Gram Barang Bukti Narkotika

BNNP DKI Jakarta Musnahkan 3.449,7 Gram Barang Bukti Narkotika

Megapolitan
Polisi: Besi Ribar yang Jatuh Mengenai Gerbong Kereta MRT

Polisi: Besi Ribar yang Jatuh Mengenai Gerbong Kereta MRT

Megapolitan
Menantu di Jakbar Diduga Aniaya Mertuanya karena Permasalahan Pembayaran Gaji ART

Menantu di Jakbar Diduga Aniaya Mertuanya karena Permasalahan Pembayaran Gaji ART

Megapolitan
Bandar Narkoba di Pondok Aren Diduga Masih Dalam Pengaruh Sabu Sebelum Tewas Dalam Toren Air

Bandar Narkoba di Pondok Aren Diduga Masih Dalam Pengaruh Sabu Sebelum Tewas Dalam Toren Air

Megapolitan
Operasional MRT Jakarta Dihentikan Sementara, Penumpang yang Sudah “Tap In” Bisa Minta Pengembalian Dana

Operasional MRT Jakarta Dihentikan Sementara, Penumpang yang Sudah “Tap In” Bisa Minta Pengembalian Dana

Megapolitan
Fasilitas Publik di Jaktim Sudah Baik, tapi Masih Perlu Pembenahan

Fasilitas Publik di Jaktim Sudah Baik, tapi Masih Perlu Pembenahan

Megapolitan
MRT Jakarta Pastikan Tidak Ada Korban Insiden Jatuhnya Besi Ribar ke Jalur Kereta

MRT Jakarta Pastikan Tidak Ada Korban Insiden Jatuhnya Besi Ribar ke Jalur Kereta

Megapolitan
KPU Tidak Persoalkan Pemasangan Spanduk hingga Baliho Bacawalkot Bogor Sebelum Masuk Masa Kampanye

KPU Tidak Persoalkan Pemasangan Spanduk hingga Baliho Bacawalkot Bogor Sebelum Masuk Masa Kampanye

Megapolitan
Kaesang Digadang Jadi Cawagub Jakarta, Pengamat: Sekelas Ketua Umum dan Anak Presiden Minimal Cagub

Kaesang Digadang Jadi Cawagub Jakarta, Pengamat: Sekelas Ketua Umum dan Anak Presiden Minimal Cagub

Megapolitan
Penahanan Ditangguhkan, Eks Warga Kampung Bayam Kena Wajib Lapor

Penahanan Ditangguhkan, Eks Warga Kampung Bayam Kena Wajib Lapor

Megapolitan
Warga Dengar Suara Dentuman dan Percikan Api Saat Besi Crane Timpa Jalur MRT

Warga Dengar Suara Dentuman dan Percikan Api Saat Besi Crane Timpa Jalur MRT

Megapolitan
Pemprov DKI Bangun Saluran 'Jacking' untuk Atasi Genangan di Jalan Ciledug Raya

Pemprov DKI Bangun Saluran "Jacking" untuk Atasi Genangan di Jalan Ciledug Raya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com