JAKARTA, KOMPAS.com - Polres Metro Jakarta Utara menjerat lima tersangka yang terlibat kasus pinjaman online ilegal di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara dengan sejumlah pasal berlapis.
Kelima tersangka itu dijerat dengan Undang-Undang ITE, KUHP, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Sejumlah netizen lantas berkomentar bahwa ancaman hukuman tersebut terlalu rendah sehingga tidak memberikan efek jera. Salah satu yang menyampaikan hal tersebut adalah Weekly Wee
"Di ancam 5 tahun doang.berarti masih bisa kurang dari 5 tahun.harus nya di hukum mati aja," tulis Weekly dalam komentar di pemberitaan Kompas.com.
Baca juga: Polisi Tangkap Dua WNA China yang Jadi Direktur Pinjaman Online Ilegal di Pluit
Menanggapi hal tersebut, Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan rendahnya ancaman hukuman terhadap pelaku karena belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur terkait financial technology (Fintech) ini.
"Saat ini terus terang belum ada undang-undang yang mengatur tentang fintech. Mungkin dengan kejadian ini nanti pemerintah dengan legislatif bisa segera menggodok undang-undang yang diinisiasi oleh OJK," kata Budhi di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (27/12/2019).
Budhi menjelaskan saat ini polisi hanya bisa menjerat para tersangka dengan pelanggaran yang dilakukan masing-masing individu yang dianggap melawan hukum.
Baca juga: Pinjaman Online Ilegal di Pluit Sudah Pinjamkan Uang Rp 82 M ke Ribuan Nasabah
Seperti pada kasus di atas, polisi menjerat tersangka atas tindakan pengancaman, pelanggaran perlindungan konsumen, penyalahgunaan data konsumen, dan lainnya.
"Memang ancaman hukumannya tidak semaksimal kalau ada Undang-Undang khusus yang yang mengatur tentang fintech ini," ucap Budhi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah.
"Kami juga dari pihak asosiasi juga mengusulkan kepada OJK dan juga tentunya akan komunikasi dengan DPR untuk segera bisa dilakukan langkah-langkah awal untuk dibuatnya diundangkannya tentang fintech ini," ujar Kuseryansyah.
Ia juga menyampaikan, untuk saat ini di langkah awal yang sedang dilakukan DPR yakni membuat rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Kuseryansyah berharap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini bisa diterbitkan di tahun 2020 sebagai langkah awal untuk melindungi nasabah-nasabah dari perusahaan fintech ilegal yang tidak bertanggung jawab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.