JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, sebagian besar tersangka dugaan penyebaran berita hoaks atau hate speech (ujaran kebencian) terkait Covid-19 di media sosial biasanya menggunakan akun palsu atau menggunakan nama orang lain.
Menurut Yusri, mereka menyebarkan hoaks dan hate speech secara sengaja melalui akun palsu tersebut untuk menimbulkan keresahan masyarakat dan sentimen negatif kepada presiden atau pejabat pemerintah.
"Modus operandi selama ini kita tahu menggunakan akun palsu untuk meresahkan semua orang lain dan dengan sengaja menyebar berita hoaks tersebut. Ini biasanya ujaran kebencian kepada negara, pemerintah, dengan bertujuan menimbulkan sentiment negatif sehingga menimbulkan keresahan ke masyarakat," kata Yusri dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui Instagram Polda Metro Jaya, Senin (4/5/2020).
Baca juga: Polisi Minta Kemkominfo Blokir 218 Akun Medsos yang Diduga Sebarkan Hoaks dan Hate Speech
Selain itu, lanjut Yusri, ada juga penyebar berita hoaks dan hate speech yang menggunakan akun media sosial asli. Mereka memperoleh informasi hoaks itu dari media sosial.
Mereka kemudian menyebarkan informasi dari media sosial tanpa memvalidasi terlebih dahulu kebenarannya. Akibatnya, informasi hoaks yang mereka sebarkan itu menimbulkan keresahan pada masyarakat.
"Mereka dapat, langsung sharing. Karena iseng, jadi tersangka," ungkap Yusri.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya tengah menyelidiki 443 kasus penyebaran hate speech dan hoaks terkait virus corona atau penyakit Covid-19 selama bulan April hingga Mei 2020.
Baca juga: 10 Orang Jadi Tersangka Penyebaran Hoaks Selama Pandemi Covid-19, Motifnya Hanya Iseng
Tercatat peningkatan jumlah kasus penyebaran berita hoaks selama pandemi Covid-19 dibandingkan kasus penyebaran hoaks tahun 2019. Dari total keseluruhan kasus yang diselidiki, 14 kasus telah masuk tahap penyidikan dengan penetapan 10 orang sebagai tersangka.
Para tersangka dijerat Pasal 28 Juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Juncto Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207, 208 Ayat 1 KUHP.
Ancaman hukumannya adalah 6 hingga 10 tahun kurungan penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.