Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-detik Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Lautan Manusia yang Bergelora...

Kompas.com - 16/08/2020, 10:27 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - "Merdeka, Merdeka..". Begitu suara gegap gempita dan teriakan dari sekitar 300.000 orang yang berada di Lapangan Ikada Jakarta pada 19 September 1945.

Peristiwa itu terjadi lebih kurang satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Lautan manusia yang bertekad mempertahankan kemerdekaan itu bergelora menyambut Presiden Soekarno ketika naik ke tribun.

Moeffreni Moe'min, Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) selaku pendamping Soekarno dalam buku "Perjuangan Mempertahankan Jakarta Masa Awal Proklamasi: Kesaksian Para Pelaku Sejarah" berkisah masyarakat berbondong-bondong datang ke Lapangan Ikada sekitar pukul 10.00 WIB.

Mereka datang secara terorganisir. Moeffreni adalah orang yang mendampingi dan mengamankan Soekarno menuju podium untuk berpidato.

Baca juga: Napak Tilas Sejarah Taman Proklamasi, Area Pembacaan Teks Proklamasi hingga Perjuangan Tokoh Wanita

"Karena dengan demikian kebetulan kami sebagai pimpinan dari BKR, kami merasa terpanggil untuk berada di lapangan pada waktu itu," kata Moeffreni dalam wawancara tahun 1984 yang diterbitkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Tentara Jepang awalnya melarang pemuda menggelar Rapat Raksasa di Lapangan Ikada. Pada 17 September malam hingga tanggal 18 September, mobil-mobil, tank panser wagon, mobil panser dari tentara Jepang mengumumkan pelarangan acara Rapat Raksasa di Lapangan Ikada.

Rakyat dari berbagai wilayah Jakarta dan sekitarnya, Penjaringan, Tanjung Priok, Mangga Besar, Senen, Tanah Abang, Jatinegara, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Banten datang berduyun-duyun.

Rakyat membawa poster-poster dan bendera merah putih. Sebagian besar datang dengan kereta api dan berhenti di Stasiun KA Gambir karena waktu itu satu-satunya alat transportasi yang murah meriah dan langsung menuju Lapangan Ikada adalah kereta api.

"Dari pihak Jepang itu, mereka mengadakan usaha-usaha sebetulnya menahan jangan sampai rakyat itu bisa masuk ke dalam lapangan itu (Lapangan Ikada). Tetapi tekanan-tekanan dari rakyat ini, rakyat mulai mendekat," kata Moeffreni.

Rakyat mendekati tank-tank milik Jepang. Waktu itu suasana betul-betul tegang dan mencekam. Namun rakyat sedikit pun tak gentar meski dijaga oleh tentara-tentara Jepang.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Pembakaran Bekasi dari Tugu Perjuangan...

Bendera Merah Putih dan spanduk-spanduk bertuliskan kalimat perjuangan pun menghiasi lautan manusia.

Rakyat membawa senjata tajam seperti golok, tombak, pedang, dan bambu runcing. Ada pula yang membawa bom molotov.

"Yang kalau dilempar kepada tank itu bisa meledak dan terbakar atau kepada panser wagon," tambah Moeffreni.

Tentara Jepang melakukan penjagaan ketat dengan senjata dan bayonet terhunus. Tentara Jepang sangat waspada.

Pidato tiga menit dan Semangat Kemerdekaan

Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945.Arsip KOMPAS Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada 19 September 1945.

Dalam sidang kabinet pertama dengan sejumlah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Soekarno telah memutuskan untuk pergi ke Lapangan Ikada.

Ia ingin datang untuk menenangkan rakyat yang telah menunggu berjam-jam di Lapangan Ikada. Sidang Kabinet berakhir sekitar pukul 15.00.

"Saudara-saudara menteri, dengarkan keputusan saya. Saya akan pergi ke lapangan Ikada untuk menenteramkan rakyat yang sudah berjam-jam menunggu. Saya tidak akan memaksa saudara-saudara untuk ikut saya. Siapa yang tidak mau, tinggal di rumah boleh, terserah kepada saudara masing-masing." kata Soekarno seperti dikutip dari Harian Kompas.

Baca juga: Alun-alun Bekasi Menyimpan Kisah Tuntutan Rakyat Pisahkan Diri dari Batavia

Soekarno dan Hatta bersama rombongan dibawa oleh para mahasiswa dan pemuda. menggunakan dua mobil.

Soekarno dan Hatta berada di urutan kedua iring-iringan. Mobil pertama yang disediakan untuk para menteri, di depan iringan dikawal sepeda motor yang dikendarai Daan Jahja dan Subianto sebagai pembuka jalan,

Sekitar pukul 16.00, rombongan berangkat lagi menuju lapangan Ikada melalui Jl Prapatan Kwitang, masuk ke Jl Menteng Raya ke arah lapangan Ikada.

"Pada waktu itu masuk dari arah timur, kami menyambut Bung Karno dan Bung Hatta dari mobil. Bung Karno berhenti untuk berjalan kaki," ujar Moeffreni.

Bung Karno disambut dengan pekikan, "Hidup Indonesia,". Di tengah perjalanan, Bung Karno melihat Jenderal Jepang.

Jenderal Jepang itu saat bertemu Soekarno bertanya, "Apa maksud tuan mengadakan rapat ini?".

Bung Karno jawab, "Tuan tentu sudah mengetahui bahwa Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya. Itulah yang akan disampaikan kepada rakyat, bahwa Indonesia ini sudah diproklamasikan merdeka".

Baca juga: Cerita di Balik Monumen Kali Bekasi, tentang Pembantaian Tentara Jepang dan Sungai yang Memerah

Perkataan Bung Karno, lanjut Moeffreni, diterjemahkan oleh Ali Sastromiardjojo yang mahir bahasa Jepang.

Menurut Moeffreni, Bung Karno tak berpidato panjang tetapi penyampaiannya jelas.

"Rakyat menyambut hangat proklamasi kemerdekaan ini. Dilihat rakyat sudah mengerti dan memberi motivasi, pidato perpanjang-panjangan pun tidak efisien," kata Moeffreni.

"Jadi dengan demikian pidato disingkatkan dan ini merupakan suatu hasil yang baik karena kita dapat menilai respons atau tanggapan rakyat akan kemerdekaan ini betul-betul meluap," tambahnya.

Dikutip dari Harian Kompas, Presiden Soekarno dengan tenang dan mantap mengucapkan pidato sekitar tiga menit. Rapat raksasa Ikada, bagaikan sumber tenaga listrik yang mengalirkan semangat juang ke seluruh pelosok Tanah Air Indonesia.

Para pemuda, mahasiswa dan rakyat Jakarta terus melancarkan aksi-aksi perebutan kekuasaan dari tangan Jepang. Bendera Hinomaru diturunkan dan diganti dengan Sang Merah Putih. Semboyan "Merdeka atau Mati" bergema di mana-mana.

Perebutan kekuasaan terjadi di mana-mana, kantor, asrama, bengkel, stasiun radio, stasiun KA dan seluruh jaringan serta obyek-obyek vital, dijadikan milik negara.

Rapat Raksasa Ikada telah membuktikan bahwa rakyat Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com