JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru saja mengumumkan rencana revitalisasi jembatan penyeberangan orang (JPO) Karet Sudirman, Jakarta Pusat.
Fasilitas yang terletak di jalan protokol Ibu Kota tersebut, yakni Jalan Sudirman, akan dilengkapi dengan berbagai fitur canggih, mulai dari kamera CCTV hingga elevator yang mampu mengangkut beban hingga 3.000 kilogram.
Selain itu, JPO yang akan menggunakan tema Kapal Pinisi tersebut juga akan hadir dengan fasilitas Jembatan Penyeberangan Sepeda (JPS) sekaligus Galeri Apresiasi bagi pejuang pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah merenovasi sejumlah JPO yang terletak di Jalan Sudirman, seperti JPO Gelora Bung Karno dan JPO Bundaran Senayan, sehingga memiliki desain futuristik.
Di samping itu, jembatan-jembatan di atas juga dilengkapi fasilitas canggih, seperti elevator untuk mempermudah mobilitas pejalan kaki, terutama penyandang disabilitas.
Baca juga: Pemprov DKI Revitalisasi JPO Karet Sudirman, Bertema Kapal Pinisi untuk Kenang Nakes
Di tengah gembar-gembor proyek peremajaan JPO di pusat Ibu Kota tersebut, ternyata masih banyak fasilitas pejalan kaki yang kurang ramah pengguna di Jakarta.
Suhartini (66), warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, merasakan sulitnya akses saat melewati JPO di Simpang Lima Senen. Menurut dia, rute jembatan tersebut terlalu panjang dan curam bagi orang berusia lanjut, seperti dilansir Kompas.id.
Suhartini kerap menghindari turun di Halte Senen yang punya banyak anak tangga. Bagi dia, JPO di kawasan itu kurang ramah bagi lansia.
"Lutut saya sering sakit kalau naik tangga JPO yang terlalu curam. Mungkin karena faktor usia sudah 66, ya," tutur pekerja di Menteng, Jakarta Pusat, itu.
Selama bertahun-tahun menggunakan fasilitas pejalan kaki, perempuan ini juga kerap terganggu dengan okupansi kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima di trotoar.
Baca juga: JPO Karet Sudirman Akan Direvitalisasi untuk Kenang Nakes, Warganet: Apa Hubungannya?
Masalah serupa juga dirasakan Aldo (24). Hal tersebut membuatnya kurang nyaman saat berjalan kaki, tetapi Aldo memilih untuk mengalah dan berjalan agak minggir ke jalan raya.
"Saya pribadi sebenarnya kurang nyaman (dengan fenomena tersebut), apalagi pengojek kadang berderet di trotoar begitu. Daripada berantem, mendingan saya yang minggir saja," ujar perawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, itu.
Hasil pantauan Kompas.id di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, memperlihatkan badan trotoar yang disesaki pedagang kaki lima.
Fasilitas selebar empat meter yang seharusnya didedikasikan untuk pejalan kaki itu, dipenuhi lapak pedagang. Trotoar yang bisa diakses pejalan kaki hanya tersisa sekitar setengah meter.
Baca juga: Revitalisasi JPO Karet Sudirman Bertema Kapal Pinisi Gunakan Dana KLB
Gerakan Koalisi Pejalan Kaki memandang fasilitas pejalan kaki di Jakarta saat ini masih kurang ramah bagi pengguna, terutama bagi kaum disabilitas dan lansia.
"Fasilitas seperti JPO sebenarnya masih kurang ramah pengguna. Kami mendorong lebih banyak lagi pelican crossing di Jakarta demi akses pejalan kaki yang lebih beradab," ujar Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus.
Pelican crossing adalah singkatan dari pedestrian light controlled crossing.
Secara sederhana, fasilitas ini dapat diartikan sebagai zebra cross yang dilengkapi dengan alat kontrol lampu pengatur lalu lintas di tempat penyeberangan jalan.
Pelican crossing lebih ramah pengguna karena tidak mewajibkan pejalan kaki untuk menaiki jembatan terlebih dahulu demi menyeberang jalan. (Kompas.id/Aditya Diveranta)
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul "Fasilitas Pejalan Kaki di Jakarta Masih Kurang Ramah Pengguna".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.