DEPOK, KOMPAS.com - Sejumlah fakta anyar terungkap soal pasar muamalah di Beji, Depok, Jawa Barat, yang didirikan Zaim Saidi.
Sebagai informasi, jaringan pasar muamalah Zaim Saidi yang salah satunya beroperasi di Depok sudah buka sejak lama, tetapi kembali mendapatkan sorotan baru-baru ini.
Pasar ini buka dua pekan sekali, memperdagangkan aneka barang kebutuhan harian.
Yang jadi sorotan, bukan hanya menerima rupiah sebagai alat tukar, pasar muamalah besutan Zaim ini juga memperkenalkan koin dinar dan dirham untuk bertransaksi.
Koin dinar dan dirham itu diproduksi sendiri oleh Zaim, membuatnya dianggap melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dipesan di PT ANTAM, satu koin dinar emas Zaim Saidi berbobot 4,25 gram dengan harga Rp 4 juta per keping.
Sementara itu, satu koin dirham peraknya berbobot hampir 3 gram dengan harga Rp 73.500 per keping.
"Unsur pidananya adalah barang siapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas untuk digunakan sebagai alat pembayaran," kata Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan, dalam wawancaranya dengan jurnalis Kompas TV, Aiman Witjaksono, dalam program Aiman, kemarin.
Baca juga: Transaksi dengan Dirham, Harga 2 Kg Telur Setara Rp 73.500 di Pasar Muamalah Depok
"Membikin di sini membikin benda. Benda di sini dinar emas dan dirham perak, dan digunakan sebagai alat pembayaran dan alat transaksi," lanjutnya.
Ahmad juga mengungkapkan alasan polisi tidak memproses hukum para penjual koin dinar dan dirham yang banyak ditemukan di marketplace.
Menurut dia, terdapat perbedaan konteks antara koin dinar dan dirham bikinan Zaim Saidi dalam jaringan pasar muamalahnya, dengan koin dinar dan dirham yang diperjualbelikan di marketplace: dinar dan dirham Zaim dipakai sebagai alat transaksi.
"Yang tadi (dinar dan dirham di marketplace), tidak digunakan sebagai alat pembayaran. Dijual bebas," kata Ahmad.
Penelusuran Aiman di lapangan kemudian menemukan bahwa transaksi menggunakan koin dinar dan dirham Zaim Saidi berpeluang melambungkan harga komoditas.
Harga komoditas akhirnya terpaksa menyesuaikan nilai dirham yang kerap dipakai dalam bertransaksi dan tak jarang dibulatkan secara serampangan agar mendekati nominalnya.
"Pecahannya (dirham) cuma dua. Harganya (barang) itu setengah atau satu (dirham)," ujar Sari, salah satu pedagang, ketika diwawancarai Aiman.
Sari menambahkan, apabila belanja tak sampai satu dirham, maka kembalian yang paling memungkinkan adalah bernominal setengah dirham saja.
Sebab, memang hanya dua pecahan dirham itu yang tersedia.
Baca juga: Ketua PBNU Minta Polisi Hati-hati Usut Kasus Pasar Muamalah yang Transaksi Pakai Dinar dan Dirmah
Nisa, salah satu pedagang sembako yang pernah menerima transaksi dengan koin dirham, mengakuinya.
"Tidak ada sisa (kembalian), kami dikasihnya koin itu mesti dihabiskan," ujar Nisa kepada Aiman.
Nisa menyebutkan, satu koin dirham yang setara Rp 73.500 pernah ditukar dengan satu plastik telur ayam yang beratnya tak sampai dua kilogram.
Padahal, harga pasaran telur ayam di Depok tak lebih dari Rp 26.000 per kilogram dalam situasi normal.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud meminta kepolisian berhati-hati menangani kasus jaringan pasar muamalah Zaim Saidi.
Menurut dia, harus ada batas jelas bahwa masalah yang membelit Zaim ialah soal menciptakan alat tukar baru di luar rupiah, bukan soal pasar muamalahnya.
"Maksud saya begini. Jangan, ini persoalan hukumnya adalah persoalan mencetak uang dan menggunakan uang itu untuk transaksi, kemudian dicampur aduk dengan persoalan muamalah yang syariah ini," ungkap Marsudi kepada Aiman.
Marsudi tak membantah anggapan bahwa tidak dibenarkan seseorang menciptakan alat tukar dan menggunakannya untuk transaksi, ketika negara memiliki mata uang resmi dan bank sentral.
"Aturannya sudah jelas di sini, yang dikontrol oleh central bank, BI, itu aturannya individu-individu atau siapa saja tidak boleh mencetak uang," kata dia.
Baca juga: Koin Dinar-Dirham di Pasar Muamalah Depok Disebut Dibagikan Via RT
"Persoalan yang kena hukum itu bukan muamalahnya, bukan pasar muamalahnya ini. Yang kena hukum adalah karena mencetak uang dan menggunakannya, ini yang enggak boleh. Yang lainnya boleh semua," ia menambahkan.
Para kiai, ustaz penggiat ekonomi syariah, dan para akademisi yang penggiat ekonomi syariah, bisa mendampingi orang-orang yang sebetulnya punya kreativitas untuk menggerakkan ekonomi umat.
"Kreativitasnya jangan dibunuh. Ini kan kreativitas, membuat pasar," ujar Marsudi yang juga Sekretaris Dewan Penggerak Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.