JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi terorisme yang dilakukan oleh Zakiah Aini (25) di kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu (31/3/2021) kemarin mencerminkan kebangkitan terorisme wanita di Indonesia.
Zakiah beraksi sendirian, atau dikenal dengan istilah 'lone wolf', sebagaimana dikonfirmasi oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Rabu malam.
"Yang bersangkutan ini adalah tersangka atau pelaku lone wolf berideologi ISIS. Terbukti dari postingannya di sosial media," ujar Listyo.
Baca juga: Profil Zakiah Aini, Pelaku Penyerangan Mabes Polri yang Dukung ISIS
Berbeda dengan jaringan terorisme 'konvensional' yang lebih banyak menggunakan 'pejuang' pria sebagai martir, ISIS muncul sebagai organisasi militan yang juga menurunkan wanita dan anak-anak di garda terdepan penyerangan.
Buku Tackling Terrorists' Exploitation of Youth karya Jessica Trisko Darden mengungkap bahwa wanita dan anak-anak menjadi mayoritas pelaku bom bunuh diri Boko Haram.
Boko Haram adalah salah satu grup militan terbesar di Afrika yang bermarkas di Nigeria. Karena kedekatannya dengan ISIS, Boko Haram juga disebut Negara Islam Provinsi Afrika Barat.
Baca juga: Hasil Otopsi: Terduga Teroris Zakiah Aini Tewas akibat Tembakan di Jantung
Lebih lanjut, buku terbitan 2019 itu menjelaskan bahwa ISIS sengaja merekrut perempuan berusia 18 hingga 25 tahun untuk menjadi bagian dari sebuah unit yang dikenal dengan istilah 'Brigade Al-Khansaa'.
"Unit ini menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk menerapkan hukum syariah".
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), diketahui bahwa jumlah narapidana terorisme perempuan di Indonesia merangkak naik sejak dideklarasikannya ISIS di tahun 2014.
Sebelum 2014, hanya empat perempuan yang dipenjara karena tuduhan melakukan aksi teror.
Baca juga: Detik-detik Mabes Polri Diserang, Terduga Teroris Masuk lalu Todongkan Senjata ke Polisi
Angka tersebut melonjak hingga mencapai 39 orang di September 2020, ketika IPAC mengeluarkan hasil studinya.
"Angka (narapidana terorisme perempuan di Indonesia) terus meningkat, dan di periode 2018-2019, polisi bahkan menangkap lebih dari 30 perempuan, semuanya mendukung ISIS," ujar IPAC dalam keterangannya, Senin (21/9/2020).
Menurut laporan IPAC berjudul Extrimist Women Behind Bars in Indonesia, diketahui bahwa banyak pendukung ISIS terradikalisasi melalui internet.
Beberapa juga melalui kontak dengan pendukung ISIS di pengajian-pengajian.
Selain itu, penyerangan-penyerangan yang pernah terjadi sebelumnya oleh kombatan ISIS efektif menumbuhkan kombatan-kombatan baru.
"Sekelompok narapidana terorisme perempuan terinspirasi dari pengeboman di Surabaya, yang melibatkan seorang ibu dan anak-anaknya," tulis laporan tersebut.
"Mereka melihat sang ibu memasangkan sabuk peledak di pinggang anak-anaknya, lalu menjadikan itu sebagai contoh dari sebuah pengorbanan".
Meskipun banyak teroris perempuan terinspirasi dari melihat ataupun membaca kisah-kisah kombatan perempuan di Palestina, Irak, dan Chehnya, namun pengeboman di Surabaya menimbulkan dampak yang besar, beber IPAC.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.