TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) menyatakan belum menerima surat gugatan terkait keputusan pemberhentian 69 mahasiswa di kampusnya.
Gugatan tersebut meminta pihak STAN untuk membatalkan keputusan drop out (DO) terhadap 69 mahasiswa karena tidak memenuhi standar kelulusan.
Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan STAN Deni Handoyo menjelaskan, hingga kini pihaknya belum mengetahui secara rinci isi gugatan yang dilayangkan oleh sejumlah mahasiswa.
Baca juga: Drop Out 69 Mahasiswa di Tengah Pandemi Covid-19, STAN Digugat ke PTUN
"Kami sampaikan bahwa hingga saat ini kami belum menerima surat gugatan. Jadi belum mengetahui lebih banyak tentang pokok gugatan," kata Deni saat dihubungi, Selasa (15/6/2021).
Deni enggan berkomentar lebih lanjut terkait gugatan tersebut, ataupun menjelaskan alasan diberhentikannya 69 mahasiwa Politeknik Keuangan Negara STAN terhitung sejak 17 Maret 2021.
Dia hanya memastikan bahwa saat ini pihak STAN masih mempelajari gugatan tersebut dan siap mengikuti proses hukum yang berlaku di pengadilan.
Baca juga: Kampus Disegel Pemkot Tangerang, 800 Mahasiswa Terancam Putus Kuliah
"Kami akan mempelajari pokok gugatan terlebih dahulu dan mengikuti proses dan ketentuan yang berlaku di pengadilan," singkat Deni.
Sebelumnya, 69 mahasiswa dikabarkan drop out (DO) dari Politeknik Keuangan Negara STAN di Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Sebanyak 19 di antaranya berkeberatan dan menggugat keputusan DO tersebut.
Kuasa hukum mahasiwa penggugat PKN STAN Damian Agata Yuvens mengatakan, 69 orang tersebut merupakan mahasiswa semester tiga.
Mereka dinyatakan DO terhitung sejak 17 Maret 2021 dan tidak bisa melanjutkan ke semester selanjutnya.
"Mereka mahasiswa semester tiga dan tidak bisa melanjutkan semester selanjutnya. Jadi sudah ada keputusan yang menyatakan tidak lulusnya," ujar Damian saat dihubungi, Selasa (15/6/2021).
Menurut Damian, para mahasiswa itu dianggap gagal mencapai standar kelulusan yang berlaku, yakni indeks prestasi (IP) minimal 2,75 dan tidak ada nilai D untuk mata kuliah tertentu.
"Kebetulan yang 69 ini adalah memang orang-orang yang mengalami dua kondisi itu. Ada yang IP-nya di bawah 2,75, ada juga yang memang dapat D untuk mata kuliah tertentu, meskipun IP-nya di atas 2,75," kata Damian.
Namun, keputusan DO yang mengacu pada standar kelulusan tersebut dianggap tidak adil pada masa pandemi Covid-19 saat ini.