Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Perdana Kasus Hoaks Babi Ngepet di Depok Berlangsung Pekan Ini

Kompas.com - 13/09/2021, 11:02 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


DEPOK, KOMPAS.com - Kasus rekayasa isu babi ngepet yang sempat mengemuka di Depok, Jawa Barat, resmi bergulir di meja hijau pada pekan ini.

"Sidang pertama tanggal 15 September 2021," ujar Humas Pengadilan Negeri Depok Ahmad Fadil ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (13/9/2021).

Fadil melanjutkan, persidangan ini akan dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri dari Iqbal Hutabarat, Yuanne Marrieta, dan Darmo Wibowo.

Sidang perdana akan diselenggarakan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.

Baca juga: Tersangka Pembuat Hoaks Babi Ngepet di Depok Diserahkan ke Kejaksaan

Sebelumnya, AI dijerat Pasal 14 ayat 1 (ancaman hukuman 10 tahun penjara) atau Pasal 14 ayat 2 (ancaman hukuman 3 tahun penjara) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 oleh kepolisian.

"Yang intinya unsurnya adalah barangsiapa menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat," ujar Kepala Seksi Intelijen sekaligus juru bicara Kejaksaan Negeri Depok, Herlangga Wisnu Murdianto, seusai penyerahan tersangka berinisial AI dan barang bukti dari kepolisian ke kejaksaan pada 26 Agustus 2021 lalu.

Kasus rekayasa isu babi ngepet yang dilakukan oleh tersangka AI terjadi pada April 2021 lalu di Bedahan, Sawangan.

Pada 29 April 2021, polisi akhirnya menangkap AI, yang disebut-sebut merupakan tokoh agama di kalangan setempat.

Baca juga: Tuding Tetangga Punya Pesugihan Babi Ngepet, Wati Diusir Meski Telah Minta Maaf

Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Metro Depok, Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar menyatakan bahwa rekayasa ini telah direncanakan oleh AI sejak lama.

"Berawal dengan adanya cerita masyarakat sekitar merasa kehilangan uang, ada Rp 1 juta, ada Rp 2 juta. Mereka mengarang cerita dari kehilangan itu dari bulan Maret, jadi ada kurang lebih 1 bulan," jelas Imran.

Polisi menyebut, AI melakukan rekayasa ini supaya dirinya lebih terpandang sebagai tokoh kampung. Sementara itu, kepada wartawan, AI mengaku melakukannya bukan untuk ketenaran, melainkan untuk menuntaskan masalah kehilangan uang yang diadukan kepadanya.

"Saya akuin itu adalah salah yang sangat fatal. Ini hanya rekayasa pribadi saya sendiri, hanya untuk menyelesaikan apa yang disolusikan kepada saya," ungkap AI.

AI mengaku membeli anak babi itu secara online, dengan harga Rp 900.000 plus ongkos kirim seharga Rp 200.000. Kemudian, ia menyusun skenario penangkapan babi yang belakangan disembelih itu bersama beberapa orang lainnya.

Imran memastikan semua kabar yang kadung tersebar selama beberapa hari terakhir adalah hasil rekayasa AI dkk.

Siapa yang membunuh dan mengubur babi itu juga sudah termasuk dalam skenario, termasuk cerita delapan orang warga bugil menangkap babi itu.

"Seolah-olah mengarang cerita, ada 3 orang, 1 orang turun tanpa menapakkan kaki, kemudian keduanya pergi naik motor, tiba-tiba satu setengah jam berubah jadi babi, padahal itu tidak benar. Sudah direncanakan," jelas Imran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com