Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WTP 5 Kali Berturut-turut bagi Pemprov DKI dan Sejumlah PR yang Harus Dituntaskan...

Kompas.com - 01/06/2022, 10:28 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Predikat tertinggi atas hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia terkait pengelolaan anggaran, atau dikenal dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), kembali didapatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Opini WTP atas laporan keuangan tahun 2021 merupakan kali kelima yang didapatkan Pemprov DKI secara berturut-turut sejak 2017.

Berdasarkan informasi di situs web resmi PPID DKI Jakarta, laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK untuk Pemprov DKI pertama kali dikeluarkan pada 2010.

Pada saat itu, Jakarta mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP).

Baca juga: 5 Kali Berturut-turut, Pemprov DKI Jakarta Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Kemudian, pada 2011-2012, Jakarta mendapat WTP. Namun, opini tersebut hanya bertahan dua tahun dan kembali menjadi opini WDP pada 2013-2016.

Opini WTP kemudian kembali diraih pada 2017 dan berhasil dipertahankan hingga LHP tahun 2021 atau selama masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Anies mengatakan, raihan opini WTP lima kali berturut-turut itu merupakan sebuah sejarah baru yang diukir di masa kepemimpinannya.

"Ini bersejarah dan kita harapkan nantinya meraih WTP adalah sebuah kebiasaan dan WTP adalah budaya di DKI Jakarta," ujar Anies menyampaikan sambutannya dalam sidang paripurna penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DKI Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Baca juga: Pemprov DKI Raih WTP 5 Kali Berturut-turut, Anies: Hasil Kerja Kolektif untuk Masyarakat

Anies mengatakan, WTP lima kali berturut-turut merupakan hasil kerja kolektif dari seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta yang bekerja di depan layar maupun di balik layar.

"Opini ini adalah hasil kerja kolektif yang kami persembahkan kepada segenap masyarakat dan stakeholder Pemprov DKI Jakarta," kata Anies.

Budaya yang dipelihara

Atribut perayaan WTP lima kali berturut-turut yang disiapkan oleh ASN DKI Jakarta di ruang rapat Paripurna DRPD DKI Jakarta, Selasa (35/2022).KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Atribut perayaan WTP lima kali berturut-turut yang disiapkan oleh ASN DKI Jakarta di ruang rapat Paripurna DRPD DKI Jakarta, Selasa (35/2022).
Anies kemudian menceritakan kerja keras jajaran Pemprov DKI Jakarta menjadikan opini WTP dari BPK sebagai budaya yang harus dipelihara.

Kata Anies, saat awal menjabat sebagai gubernur, banyak pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan agar Pemprov DKI Jakarta berhasil mendapatkan opini WTP.

"Bagaimana ini menjadi sebuah kebiasaan, pertama kami kerja luar biasa keras ketika awal tahun 2018, itu pertama kali (mendapatkan opini WTP)," kata Anies.

Baca juga: Cerita Anies soal Kerja Keras demi Meraih Opini WTP Membudaya di Pemprov DKI Jakarta

Anies berujar, pengalamannya memperbaiki sistem pengelolaan keuangan pada masa transisi kepemimpinan kemudian dia pelajari dengan baik.

"Kemudian dari situ kami belajar, di tahun 2019 mulai kami lebih efisien, sampai sekarang juga begitu," ujar Anies.

Kerja keras pada tahun pertama dan efisiensi yang berhasil diterapkan pada 2019, kata dia, terus dilanjutkan.

Anies kemudian memberlakukan kebiasaan pengelolaan keuangan sesuai aturan yang ditetapkan dan budaya tersebut mulai terbiasa dilakukan oleh seluruh jajaran Pemprov DKI.

Baca juga: WTP 5 Kali Berturut-turut, Rekor Baru Pemprov DKI Jakarta di Era Kepemimpinan Anies Baswedan

"Proses ini sekarang sudah menginstitusi, sudah ada kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk selama lima tahun ini, dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk inilah insya Allah nanti bisa dipertahankan," imbuh Anies.

Mantan Menteri Pendidikan Kabinet Kerja Jilid I ini juga memberikan sanjungan kepada para ASN DKI yang turut hadir menyaksikan penyerahan LHP di balkon lantai 2 ruang rapat paripurna.

"Di balkon atas, mereka adalah pribadi yang mewakili semua yang berjuang yang menjaga pengelolaan keuangan daerah berlangsung dengan akuntabel," imbuh Anies.

Permasalahan yang harus segera dituntaskan Pemprov DKI

Meskipun DKI Jakarta mendapatkan lagi opini WTP, BPK Perwakilan Jakarta memberikan lima catatan untuk dituntaskan dalam waktu 60 hari oleh Pemprov DKI Jakarta sejak LHP diserahkan.

Catatan tersebut langsung dibacakan oleh Ketua BPK Perwakilan Jakarta Dede Sukarjo usai memberikan opini WTP di ruang sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa.

"Pertama, BPK menekankan pentingnya peningkatan monitoring dan pengendalian atas pengelolaan rekening kas pada organisasi perangkat daerah dan Bank DKI," ujar Dede.

Monitoring dinilai penting agar tidak terjadi permasalahan penggunaan rekening kas dan rekening penampungan yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui persetujuan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).

Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Kembali Raih Opini WTP, tapi Ada 5 Catatan yang Harus Segera Dituntaskan

Rekomendasi kedua menyebutkan adanya kelemahan proses pendataan, penetapan, dan pemungutan pajak daerah yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah.

Setidaknya ada 303 wajib pajak bea perolehan hak atas tanah bangunan (BPHTB) yang telah selesai melakukan balik nama sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan.

"Namun, (perolehan) BPHTB-nya kurang ditetapkan sebesar Rp 141,63 miliar. Hal tersebut terjadi karena pengesahan atau validasi bukti pembayaran BPHTB dilakukan sebelum proses verifikasi dan validasi perhitungan ketetapan BPHTB," kata Dede.

Catatan ketiga, BPK menemukan beberapa permasalahan, di antaranya kelebihan pembayaran gaji, tunjangan kinerja daerah (TKD), dan tunjangan penghasilan pegawai (TPP) sebesar Rp 4,17 miliar, kemudian kekerungan pemungutan dan penyetoran BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan sebesar Rp 13,53 miliar.

Selain itu, ada juga kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa sebesar Rp 3,13 miliar dan kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak sebesar Rp 3,52 miliar.

Baca juga: Temuan BPK, Pemprov DKI Kelebihan Bayar Gaji dan Tunjangan Pegawai Rp 4,17 Miliar

Catatan keempat terkait pengelolaan aset, BPK menemukan kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan (KLB) sebesar Rp 2,17 miliar dan pencatatan aset tetap ganda atau aset tetap belum ditetapkan statusnya.

"Serta adanya 3.110 bidang tanah yang belum bersertifikat serta penempatan aset tetap oleh pihak ketiga tidak didukung dengan perjanjian kerja sama," kata Dede.

Catatan kelima datang dari program upaya penanggulangan kemiskinan pada tahun anggaran 2021.

BPK mencatat beberapa capaian Provinsi DKI Jakarta dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pelaksanaan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dalam upaya mendukung program wajib belajar 12 tahun dan meningkatkan kesempatan belajar perguruan tinggi bagi peserta didik yang kurang secara ekonomi.

Namun, Pemprov DKI Jakarta diminta memperbaiki beberapa tahapan program tersebut di masa mendatang, khususnya validitas data yang digunakan dalam pelaksanaan kedua program tersebut.

"(Data) belum akurat sehingga pemberian bantuan sosial KJP plus dan KJMU belum sepenuhnya tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat jumlah," kata Dede.

Baca juga: 22 RT di Jakarta Terendam Banjir Pagi Ini, Ketinggian Air 50 Cm hingga 1,4 Meter

BPK juga menemukan permasalahan gagal salur dan gagal distribusi buku tabungan dan kartu ATM masih tersimpan di Bank DKI.

Catatan BPK, jumlah dana KJP Plus dan KJMU di rekening penampungan Bank DKI tahun 2013-2021 per 28 Februari 2022 sebesar Rp 82,97 miliar dan yang mengendap di rekening penerima akibat gagal distribusi sebesar Rp 112,29 miliar.

"Untuk itu BPK merekomendasikan agar dana KJP Plus dan KJMU yang masih ada di rekening tersebut disetor kembali ke kas daerah sehingga dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan program berikutnya," pungkas Dede.

Jenis opini dari BPK RI

Berdasarkan situs web bpk.go.id, berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK RI atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah:

1. Opini WTP atau unqualified opinion: menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2. Opini WDP atau qualified opinion: menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

3. Opini tidak wajar atau adversed opinion: menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) atau tidak memberikan pendapat (TMP): menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan apabila lingkup audit yang dilaksanakan tidak cukup untuk membuat suatu opini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KASN Telusuri Status Cuti Supian Suri Saat Datang ke Kantor PAN

KASN Telusuri Status Cuti Supian Suri Saat Datang ke Kantor PAN

Megapolitan
Soal Duet Keponakan Prabowo dan Kaesang di Pilkada DKI, PSI: Untuk Meramaikan Suasana Saja

Soal Duet Keponakan Prabowo dan Kaesang di Pilkada DKI, PSI: Untuk Meramaikan Suasana Saja

Megapolitan
Besi Ribar yang Jatuh di Lintasan MRT Masih Dievakuasi

Besi Ribar yang Jatuh di Lintasan MRT Masih Dievakuasi

Megapolitan
BNNP DKI Jakarta Musnahkan 3.449,7 Gram Barang Bukti Narkotika

BNNP DKI Jakarta Musnahkan 3.449,7 Gram Barang Bukti Narkotika

Megapolitan
Polisi: Besi Ribar yang Jatuh Mengenai Gerbong Kereta MRT

Polisi: Besi Ribar yang Jatuh Mengenai Gerbong Kereta MRT

Megapolitan
Menantu di Jakbar Diduga Aniaya Mertuanya karena Permasalahan Pembayaran Gaji ART

Menantu di Jakbar Diduga Aniaya Mertuanya karena Permasalahan Pembayaran Gaji ART

Megapolitan
Bandar Narkoba di Pondok Aren Diduga Masih Dalam Pengaruh Sabu Sebelum Tewas Dalam Toren Air

Bandar Narkoba di Pondok Aren Diduga Masih Dalam Pengaruh Sabu Sebelum Tewas Dalam Toren Air

Megapolitan
Operasional MRT Jakarta Dihentikan Sementara, Penumpang yang Sudah “Tap In” Bisa Minta Pengembalian Dana

Operasional MRT Jakarta Dihentikan Sementara, Penumpang yang Sudah “Tap In” Bisa Minta Pengembalian Dana

Megapolitan
Fasilitas Publik di Jaktim Sudah Baik, tapi Masih Perlu Pembenahan

Fasilitas Publik di Jaktim Sudah Baik, tapi Masih Perlu Pembenahan

Megapolitan
MRT Jakarta Pastikan Tidak Ada Korban Insiden Jatuhnya Besi Ribar ke Jalur Kereta

MRT Jakarta Pastikan Tidak Ada Korban Insiden Jatuhnya Besi Ribar ke Jalur Kereta

Megapolitan
KPU Tidak Persoalkan Pemasangan Spanduk hingga Baliho Bacawalkot Bogor Sebelum Masuk Masa Kampanye

KPU Tidak Persoalkan Pemasangan Spanduk hingga Baliho Bacawalkot Bogor Sebelum Masuk Masa Kampanye

Megapolitan
Kaesang Digadang Jadi Cawagub Jakarta, Pengamat: Sekelas Ketua Umum dan Anak Presiden Minimal Cagub

Kaesang Digadang Jadi Cawagub Jakarta, Pengamat: Sekelas Ketua Umum dan Anak Presiden Minimal Cagub

Megapolitan
Penahanan Ditangguhkan, Eks Warga Kampung Bayam Kena Wajib Lapor

Penahanan Ditangguhkan, Eks Warga Kampung Bayam Kena Wajib Lapor

Megapolitan
Warga Dengar Suara Dentuman dan Percikan Api Saat Besi Crane Timpa Jalur MRT

Warga Dengar Suara Dentuman dan Percikan Api Saat Besi Crane Timpa Jalur MRT

Megapolitan
Pemprov DKI Bangun Saluran 'Jacking' untuk Atasi Genangan di Jalan Ciledug Raya

Pemprov DKI Bangun Saluran "Jacking" untuk Atasi Genangan di Jalan Ciledug Raya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com