Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respon Beragam Penyesuaian Tarif KRL, Dari Tolak Subsidi Kendaraan Listrik hingga Mending Beli Bensin

Kompas.com - 02/01/2023, 18:15 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Publik punya tanggapan beragam atas wacana pemerintah lakukan penyesuaian tarif kereta komuter (KRL) untuk orang kaya dan orang miskin.

Wacana tersebut bermula dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang memastikan ongkos kereta rel listrik atau KRL tidak akan naik sampai 2023.

Namun sebagai gantinya, pemerintah mengkaji kebijakan penyesuaian tarif sesuai dengan sasaran subsidi.

”Dalam diskusi kemarin dengan Pak Presiden, kita akan pilah-pilah. Mereka yang berhaklah yang mendapatkan subsidi. Jadi, mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar, dengan membuat kartu,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (27/12/2022).

Baca juga: Soal Penyesuaian Tarif KRL bagi Orang Kaya, MTI Nilai Lebih Baik Bedakan Ongkos pada Akhir Pekan

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, tarif asli KRL bernilai sekitar Rp 10.000 sampai Rp 15.000 sekali perjalanan.

Selama ini, pemerintah pusat mengalokasikan subsidi kepada KRL. Kebijakan tarif itu sudah berlaku sekurangnya 5 tahun terakhir.

Dengan subsidi, pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama dan Rp 1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya.

Mending buat beli bensin

Wacana penyesuaian tarif KRL yang dikumandangkan pemerintah juga tidak luput dari perhatian warga pengguna reguler KRL.

Baca juga: Butuh Solusi Bijak, Wacana Pembedaan Tarif KRL Sesuai Kemampuan Bisa Picu Polemik

Kepada Kompas.com, Senin (2/1/2023), Fida menegaskan ia tidak setuju dengan rencana untuk membedakan tarif KRL bagi yang mampu dan tidak mampu.

"Kalau misalnya nanti jadi Rp 10.000-Rp 15.000 per perjalanan, ya mending dibuat beli bensin kali," ujarnya.

Pasalnya, imbuh Fida, biaya yang akan dikeluarkan untuk perjalanan pergi-pulang (PP) bisa mencapai kisaran Rp 20.000-Rp 30.000.

"Selama ini udah bagus kita naik kendaraan umum. Nanti kalau dinaikin tarifnya, 'si kaya' bisa pindah haluan ke motor atau mobil dan bikin macet nantinya," ucap Fida.

Ia juga mempertanyakan cara pemerintah untuk membedakan kelompok masyarakat kaya dan kelompok masyarakart miskin di kalangan pengguna KRL.

Baca juga: YLKI Minta Menhub Batalkan Wacana Tarif KRL Orang Kaya, Ini Alasannya

"Masih rancu 'si kaya' ini sebatas mana. Kayak, pendapatannya yang lebih dari Rp 7 juta atau gimana?" tutur Fida.

Cabut subsidi kendaraan listrik

Juru Kampanye Walhi Jakarta Muhammad Aminullah berpendapat, daripada mencabut subsidi KRL bagi kalangan berpenghasilan tinggi, pemerintah sebaiknya mencabut subsidi kendaraan listrik pribadi.

Selain tidak menjawab persoalan ketergantungan pada kendaraan pribadi, subsidi kendaraan listrik pribadi hanya akan menambah jumlah kendaraan di jalanan.

Menurut dia, subsidi kendaraan listrik nantinya dapat dialihkan pada peningkatan transportasi listrik yang bersifat massal.

Baca juga: Kritik Wacana Tarif KRL Lebih Mahal bagi Orang Kaya, Warga: Langgar Prinsip Kesetaraan

Butuh solusi bijak

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang, dalam kolomnya di Kompas.com menyebut Kebijakan pembedaan tarif antara orang kaya dan miskin akan jadi blunder bila diterapkan.

"Pendataan orang kaya sangat sulit. Patokannya apa? Apa batasan kaya-miskin itu? Kaya itu tanpa batasan, sedangkan kategori tidak mampu (miskin) ada batasannya," lanjutnya.

Menurut Deddy, jauh lebih masuk akal jika pemerintah pusat atau pemerintah daerah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) khusus masyarakat tidak mampu untuk penggunaan angkutan umum.

Baca juga: Kritik Tarif KRL Lebih Mahal bagi Orang Kaya, Pengamat: Penentuan Indikatornya Akan Bermasalah

Bila di Jakarta punya kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, atau konteks nasional ada Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), tidak ada salahnya diadakan kartu Indonesia transportasi (KIT) bagi yang membutuhkan.

Sejalan dengan Deddy, Gusti menilai sebagai solusi untuk meringankan beban pengeluaran negara, justru pemerintah bisa melanjutkan rencana kenaikan tarif KRL untuk semua pengguna.

(Penulis: Nabilla Ramadhian | Editor: Ihsanuddin, Larissa Huda)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com