JAKARTA, KOMPAS.com - Pesan WhatsApp kiriman mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa kepada AKBP Dody Prawiranegara, soal tukar barang bukti sabu menjadi tawas dimaknai sebagai sebuah perintah.
Demikian yang disampaikan ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Krisanjaya, saat duduk menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).
Dalam sidang, Hakim Ketua Jon Sarman Saragih bertanya apa makna kalimat tersebut.
"Tukar barang bukti (sabu) dengan tawas, ini perintah yang jelas atau hanya berupa narasi?" tanya Hakim Jon.
"Pilihan kata 'tukarnya' di situ sudah jelas sebuah perintah, Yang Mulia," kata Krisanjaya menimpali.
Jon kembali mengajukan pertanyaan soal apakah perintah tersebut harus direspons oleh sang penerima.
Krisanjaya menilai, si pemberi perintah mengharapkan respons berupa tindakan atau perbuatan dari lawan bicaranya.
"Mengharapkan respons berupa tindakan atau perbuatan dari lawan bicara," tutur Krisanjaya.
Perintah carikan lawan Teddy kepada Dody
Selain tukar barang bukti sabu jadi tawas, mantan Kapolda Sumatera Barat itu disebut meminta Dody untuk mencarikan pembeli. Atas dasar hal tersebut, Jon lantas mempertanyakan apa arti "carikan lawan."
"Kalau hanya penggalan itu maka predikat verba 'carikannya' sudah jelas. Sedangkan lawannya bersifat kontekstual, yang dimaksud lawan harus hadir dalam konteks," tutur Krisanjaya.
"Jadi kalau misalnya percakapan di antara pembalap carikan lawan berarti carika lawan bertanding. Tapi dalam jual beli carikan lawan berarti cari pembeli, jadi sifatnya kontekstual," sambung dia.
Baca juga: Terungkapnya Riwayat Percakapan My Jenderal Teddy Minahasa dan Linda Pujiastuti
Di persidangan sebelumnya, Dody mengaku dirinya diminta untuk menyisihkan barang bukti sabu usai acara makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Sumatera Barat pada 20 Mei 2022. Kala itu dia masih menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi.
Teddy, kata Dody, memerintahkannya menyisihkan 12 kilogram sabu dalam acara pemusnahan.
"Saya bilang 'untuk apa jenderal? Saya enggak berani. Alasannya untuk bonus anggota, ini kebiasaan anggota kalau ada barang bukti disisihkan diam-diam dan untuk undercover," urai Dody.
Sebagai informasi, Teddy dan Dody saling lempar tuduhan dalam pusaran kasus narkoba yang menjerat keduanya. Teddy menyatakan tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba, sedangkan Dody mengaku menyisihkan barang bukti sabu untuk dijual atas perintah Teddy.
Baca juga: Ahli Ungkap Arti Hi-hi-hi dalam Percakapan Teddy Minahasa dengan AKBP Dody
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.