Penerima Bintang Mahaputera dari Presiden BJ Habibie itu juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Kemudian, pada era 1990-an, Junus menggagas pendirian Yayasan Haji Karim Oei. Ketika itu, jabatan ketua yayasan dipegang oleh tokoh Muhammadiyah, Lukman Harun, dan digantikan oleh Junus.
Tahun 1991, Junus mencetuskan pembangunan Masjid Lautze dan diresmikan pada 1994 oleh Habibie saat masih menjabat Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Junus Jahja wafat pada 7 November 2011 di Rumah Sakit PGI Cikini dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Setelah Junus, jabatan ketua yayasan diemban Haji Ali Karim, anak dari Haji Abdul Karim Oei Tjeng Hien, seorang muslim Tionghoa yang namanya diabadikan sebagai nama yayasan.
Haji Karim Oei merupakan sahabat Buya Hamka dan Soekarno. Pada era 1930-an, ia menjabat Ketua Konsul Muhammadiyah di Bengkulu.
Karim Oei juga tercatat sebagai salah satu pendiri Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dan pernah menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Ali Karim, banyak tokoh dari berbagai organisasi ikut membantu Masjid Lautze. Selain Lukman Harun dari Muhammadiyah, mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Ali Yafie turut memiliki andil dalam pembangunan masjid.
“Dia paling aktif membantu Masjid Lautze,” ujar Ali Karim saat ditemui, Sabtu (15/4/2023).
Bantuan juga datang dari tokoh organisasi Al Washliyah, Yunan Helmi Nasution, dan tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Fahmi Idris.
Setelah resmi berdiri, Masjid Lautze tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi wadah bagi warga keturunan Tionghoa untuk mempelajari agama Islam.
Karena itu, bangunan masjid didesain bercorak budaya Tionghoa agar mereka yang ingin belajar Islam tidak merasa asing dan nyaman.
Pada periode 1997 hingga 2022, tercatat ada 1.741 orang yang menjadi mualaf di masjid tersebut. Ada yang memeluk Islam atas pengalaman spiritual, sebagian lainnya karena alasan perkawinan.
“Tujuan kami memberikan informasi soal Islam, bukan mengislamkan orang ya. Itu beda,” kata Ali Karim.
“Kami memberikan informasi mengenai agama Islam kepada warga keturunan Tionghoa, yang selama ini mereka melihat Islam dari sudut pandang negatif,” tutur dia.