Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-detik Aktivis 98 Ucok Siahaan Menghilang Tanpa Jejak

Kompas.com - 24/05/2023, 09:48 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Ucok Munandar Siahaan merupakan salah satu aktivis yang dihilangkan paksa pada Mei 1998.

Ayahnya, Paian Siahaan, mengungkapkan detik-detik anak keduanya menghilang tanpa kabar.

"Awal Mei 1998, saya lupa tanggalnya, tapi ini sebelum kerusuhan 12 Mei, Ucok mau ambil uang sakunya ke Depok," ucap dia di kediamannya di Beji, Depok, Senin (22/5/2023).

Pada saat itu, Ucok menelepon dan kebetulan diangkat oleh ibunya.

Dalam percakapan antara keduanya, Ucok berkabar bahwa teman-temannya akan ke rumah pada 17 Mei mendatang.

Selain hendak bermain dan bersilaturahmi dengan keluarga Ucok, mereka juga ingin merayakan ulang tahun Ucok.

Baca juga: Ucok Siahaan, Aktivis 1998 yang Senang Bernyanyi dan Bersahabat dengan Glenn Fredly

Hari demi hari dilewati sebelum Paian sekeluarga mendapat telepon dari salah satu teman Ucok pada 11 Mei.

"Tanggal 11 Mei, temannya yang mau diajak Ucok ke rumah telepon. Katanya mau ketemu Ucok buat nanya, jadi apa enggak kumpul-kumpulnya di Depok," tutur Paian.

Saat telepon berdering, di rumah Paian hanya ada istri dan anak ketiganya saja.

Istrinya yang mendapat telepon itu sontak terkejut. Sebab, ia tidak mendengar kabar bahwa Ucok kembali ke rumah dari indekosnya.

Ia pun mengatakan kepada teman Ucok bahwa anaknya tidak ada di rumah lantaran belum pulang.

"Temannya bingung karena sekitar pukul 20.00 WIB semalam, pada 10 Mei, Ucok keluar kos. Cuma temannya enggak tau Ucok pergi sama siapa dan ke mana," Paian berujar.

"Temannya cuma lihat Ucok jalan ke luar kos, itu terakhir dia ketemu. Ucok enggak bilang mau ke mana, mereka cuma papasan aja," imbuh dia.

Saat mendengar kabar Ucok menghilang, pihak keluarga memang kaget. Namun, mereka belum berpikiran bahwa Ucok diculik.

Mencari ke kantor polisi dan rumah sakit

Pihak keluarga bergegas mencari tahu keberadaan Ucok. Seluruh saudara di Ibu Kota diinformasikan.

Mulai dari saudara yang tinggal di Bekasi, Tanjung Priok, hingga Tangerang, semuanya dimintai tolong untuk membantu mencari Ucok.

Seluruh teman-teman kuliah Ucok pun ditanyai, meski tidak membuahkan hasil.

Mulai 14 Mei, Paian sekeluarga mencarinya ke seluruh kantor polisi di Jabodetabek.

"Kami sekeluarga mendatangi kantor polisi se-Jabodetabek untuk mencari, takutnya Ucok ditahan. Kalau ditahan, biasanya ada daftar nama-namanya (orang yang ditahan)," jelas Paian.

Baca juga: Reformasi 98 dan Beragam Agenda yang Belum Tercapai

Lantaran Ucok belum ditemukan, pencarian dilanjutkan ke seluruh rumah sakit, termasuk RS Cipto Mangunkusumo.

Pencarian ke rumah sakit dilakukan sebagai antisipasi jika Ucok ditabrak, dibawa ke rumah sakit, dan/atau meninggal di sana.

"Kalau meninggal kan bakalan ada di kamar mayat. Kami cek ke RSCM, banyak sekali yang meninggal (akibat kerusuhan). Ternyata Ucok masih enggak ada," kata Paian.

Melapor ke KontraS hingga Komnas HAM

Ia tidak mengingat pasti pencarian berlangsung berapa lama.

Namun, ada satu waktu ketika Paian sedang berada di kantor di tengah-tengah pencarian anaknya yang masih menghilang.

Pada saat itu, ada pengumuman dari KontraS. Pengumuman berisi imbauan agar keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarga untuk melapor ke mereka.

Paian sekeluarga pun datang ke sana untuk memberikan data seputar Ucok, serta hal-hal lainnya yang ditanyakan pihak KontraS.

"Setelah melaporkan hilangnya Ucok, kami bertemu dengan orangtua dari 12 orang lainnya yang hilang," ucap Paian.

"Pas ke KontraS dan ketemu keluarga lainnya, baru sadar kalau Ucok diculik. Karena, yang diculik 23. Tapi hanya sembilan yang dikembalikan," ungkap Paian.

Adapun sembilan orang yang kembali ini diculik dalam rentan Februari-Maret 1998.

Beberapa dikembalikan usai diculik selama 1,5-2 bulan. Namun, ada yang baru dikembalikan pada Juni.

Baca juga: Fahri Hamzah, Manusia Kampung dari NTB di Tengah Gerakan Reformasi Mei 1998

Sembari menunggu instruksi lebih lanjut dari KontraS, langkah selanjutnya yang Paian sekeluarga lakukan adalah mengunjungi banyak instansi, termasuk Polda Metro Jaya dan Pomdam Jaya.

Mereka melakukan pelaporan agar instansi-instansi tersebut membantu pencarian Ucok.

Lantaran masih tidak membuahkan hasil, Paian akhirnya melapor ke Komnas HAM.

"Laporan ke Komnas HAM setelah saya melakukan beragam upaya pencarian. Ini akhir 1998, saya lupa tanggal dan bulan pastinya," terang Paian.

"Pokoknya sejak 11 Mei ditelepon teman Ucok sampai akhir 1998, pokoknya sepanjang tahun itu, saya sudah lakukan pencarian dan laporan ke semua instansi. Tapi sampai sekarang belum ada hasil. Ucok masih menghilang," imbuh dia.

Baca juga: Prabowo Dalang Penculikan Aktivis 98? Begini Penjelasan Fadli Zon

Semasa era Orde Baru, Soeharto melakukan segala cara untuk mempertahankan kuasanya.

Ia meredam segala kritik yang ditujukan, bahkan dengan lewat cara kekerasan. Sejumlah aktivis diculik.

Beberapa dilepaskan, namun sebagian tak pernah kembali hingga kini.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat, terdapat 23 orang telah dihilangkan oleh negara.

Dari angka penculikan tersebut, satu orang dinyatakan meninggal, yaitu Leonardus Gilang, sembilan orang dilepaskan, dan 13 lainnya masih menghilang sampai saat ini.

Dari 13 aktivis yang statusnya masih sebagai orang hilang, salah satunya adalah Ucok Munandar Siahaan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

Megapolitan
Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Megapolitan
Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Megapolitan
BPBD DKI Siapkan Pompa 'Mobile' untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

BPBD DKI Siapkan Pompa "Mobile" untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

Megapolitan
Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Megapolitan
Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Megapolitan
Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Megapolitan
KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Megapolitan
KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

Megapolitan
Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Megapolitan
Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Megapolitan
Siap Bertarung dengan Benyamin-Pilar pada Pilkada Tangsel, Gerindra: Kami Punya Sejarah, Selalu Melawan Petahana

Siap Bertarung dengan Benyamin-Pilar pada Pilkada Tangsel, Gerindra: Kami Punya Sejarah, Selalu Melawan Petahana

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com