Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Rafael Alun Lepas Tangan dalam Kasus Mario Dandy, Enggan Bayar Restitusi dan Jadi Saksi Meringankan

Kompas.com - 26/07/2023, 08:10 WIB
Dzaky Nurcahyo,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Rafael Alun Trisambodo lepas tangan dalam kasus penganiayaan yang menjerat anaknya, Mario Dandy Satriyo (20).

Mantan pejabat Ditjen Pajak yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi itu semula hendak dihadirkan secara virtual dalam sidang kasus penganiayaan D (17), Selasa (27/5/2023), guna menjadi saksi meringankan bagi anaknya yang duduk di kursi terdakwa.

Namun, Rafael tidak hadir dan hanya mengirimkan sepucuk surat melalui pengacara Mario.

Lewat sepucuk surat yang ia tulis dari balik jeruji besi, Rafael buka suara soal restitusi dan peluangnya menjadi saksi sang anak dalam persidangan.

Surat dari Rafael itu dibacakan oleh penasihat hukum Mario, Andreas Nahot Silitonga, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (27/5/2023).

"Yang terbaru kami mendapat surat dari rutan KPK, dari ayah Mario Dandy. Kalau boleh, kami meminta izin untuk membacakan suratnya," ujar Andreas.

Baca juga: Rafael Alun Tidak Jadi Saksi Meringankan untuk Mario Dandy dalam Sidang

Ketua Majelis Hakim Alimin Ribut Sujono kemudian menanyakan keterkaitan surat itu dengan jalannya persidangan.

"Surat dari orangtuanya?" tanya hakim.

"Dari ayahnya," jawab Andreas.

"Kaitannya soal apa?" tanya hakim lagi.

"Restitusi Yang Mulia," timpal Andreas.

Hakim Alimin kemudian mempersilahkan Andreas membacakan surat itu di muka sidang.

Ogah tanggung restitusi karena Mario sudah dewasa

Dalam suratnya, Rafael menyampaikan bahwa dirinya maupun keluarga besarnya enggan menanggung restitusi yang diminta pihak D.

Ia meminta agar pembayaran restitusi dilakukan sesuai hukum yang berlaku. Dimana ketika seseorang sudah dewasa, orang itu wajib menanggungnya sendiri, termasuk Mario.

Oleh karena itu, ia merasa tak memiliki kewajiban untuk membantu sang anak dalam membayar restitusi senilai Rp 120 miliar.

"Kami menyampaikan bahwa dengan berat hati kami tidak bersedia untuk menanggung restitusi tersebut, dengan pemahaman bahwa bagi orang yang telah dewasa maka kewajiban membayar restitusi ada pada pelaku tindak pidana," kata Rafael.

Baca juga: Rafael Alun Ogah Tanggung Restitusi, Sebut Itu Kewajiban Mario Dandy sebagai Orang Dewasa

Enggan beri kesaksian di PN Jakarta Selatan

Terdakwa penganiayaan remaja berinisial D (17), Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) saat tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023). KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo Terdakwa penganiayaan remaja berinisial D (17), Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) saat tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

Rafael juga menegaskan, ia maupun keluarga inti lain tidak akan bersaksi di muka persidangan.

Ia memilih untuk tidak menggunakan haknya sebagai saksi meringankan setelah berdiskusi dengan keluarga.

"Mengingat proses hukum yang dijalani anak kami, Mario Dandy Satriyo selaku terdakwa yang saat ini sudah sampai proses pembuktian, yaitu giliran anak kami Mario Dandy Satriyo mempergunakan haknya selaku terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan," ungkap Rafael dalam surat.

"Setelah berdiskusi dengan keluarga, intinya dapat kami sampaikan bahwa anak kami Mario Dandy Satriyo tidak mempergunakan haknya untuk menghadirkan orangtua sebagai saksi yang meringankan," lanjut dia.

Tidak bisa beri bantuan apa pun karena aset disita KPK

Rafael menerangkan, pihaknya saat ini tak bisa berbuat banyak karena seluruh rekening maupun aset telah disita KPK.

Adapun penyitaan aset dilakukan KPK karena Rafael merupakan tersangka kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penyitaan aset itu pada akhirnya memiliki keterkaitan dengan pembayaran restitusi dan pemberian bantuan untuk pengobatan D.

"Bahwa benar sikap kami pada awal kejadian perkara ini berkehendak membantu tanggungan biaya pengobatan korban, sehingga kami memberanikan diri untuk menawarkan bantuan biaya pengobatan korban, namun saat ini kami mohon untuk dipahami kondisi keuangan teraktual keluarga kami yaitu sudah tidak ada kesanggupan serta tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan dari segi finansial," beber Rafael dalam surat.

"Aset-aset kami sekeluarga dan rekening sudah diblokir oleh KPK dalam rangka penetapan saya sebagai tersangka sebuah tindak pidana dugaan gratifikasi," tutup dia.

Baca juga: Aset Disita KPK, Rafael Alun Tak Mampu Biayai Pengobatan D yang Dianiaya Mario Dandy

Penganiayaan oleh Mario yang bikin Rafael terseret

Untuk diketahui, Mario Dandy Satriyo merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Rafael Alun Trisambodo dan Ernie Meike Torondek.

Mario menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda (19) yang menyebut AG (15) yang dulu merupakan kekasihnya, mendapat perlakuan tidak baik dari korban.

Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas.

Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma.

Baca juga: KPK Duga Rafael Alun Putar Uang Hasil Korupsi untuk Kegiatan Bisnis

Pasca kejadian penganiayaan, nama Rafael ikut terseret dalam pusaran kasus sang anak.

Eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI itu menjadi bahan gunjingan netizen karena harta kekayaannya dinilai tak wajar.

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael tahun 2021, kekayaannya mencapai Rp 56 miliar.

Fakta itu akhirnya membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan.

Setelah melakukan investigasi mendalam, lembaga antirasuah itu menduga Rafael menerima gratifikasi bernilai puluhan miliar rupiah.

KPK menduga, Rafael menerima gratifikasi selama 12 tahun melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME).

Tak main-main, nilai gratifikasi itu mencapai 90.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1,3 miliar jika dikonversi dengan kurs rupiah saat ini.

Baca juga: KPK: Nilai TPPU Rafael Alun Nyaris Rp 100 Miliar, Masih Bisa Bertambah

Tidak hanya dugaan gratifikasi, Rafael diduga juga terlibat dalam kasus TPPU.

Namun, KPK masih mendalami soal ini dan terus mencari bukti-bukti.

Kendati demikian, lembaga antirasuah itu pada akhirnya tetap menahan Rafael karena sejumlah bukti mengarahkan mantan pejabat eselon III itu sebagai terduga pelaku gratifikasi.

KPK resmi menetapkan Rafael sebagai tersangka pada Kamis (30/3/2023), setelah mengantongi dua alat bukti.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbongkarnya Penjualan Video Porno Anak di Telegram, Pelaku Edarkan Ribuan Video dan Raup Ratusan Juta Rupiah

Terbongkarnya Penjualan Video Porno Anak di Telegram, Pelaku Edarkan Ribuan Video dan Raup Ratusan Juta Rupiah

Megapolitan
PT MRT Jakarta: Terlalu Dini Menyatakan Besi Ribar Jatuh karena Induksi Elektromagnetik

PT MRT Jakarta: Terlalu Dini Menyatakan Besi Ribar Jatuh karena Induksi Elektromagnetik

Megapolitan
Petugas Kebersihan Diduga Rekam Perempuan yang Sedang Mandi di Toilet GBK

Petugas Kebersihan Diduga Rekam Perempuan yang Sedang Mandi di Toilet GBK

Megapolitan
Polisi Tangkap 2 dari 6 Pelaku Pembacokan dalam Tawuran di Pademangan

Polisi Tangkap 2 dari 6 Pelaku Pembacokan dalam Tawuran di Pademangan

Megapolitan
Massa Aksi Tulis Tuntutan dengan Bahasa Arab agar Solidaritas untuk Palestina Didengar Timur Tengah

Massa Aksi Tulis Tuntutan dengan Bahasa Arab agar Solidaritas untuk Palestina Didengar Timur Tengah

Megapolitan
Warga Jaktim Butuh Lebih Banyak Ruang Terbuka dan Tempat Bermain Anak

Warga Jaktim Butuh Lebih Banyak Ruang Terbuka dan Tempat Bermain Anak

Megapolitan
“Gubernur Ideal adalah Orang yang Mengerti Persoalan Jakarta Setelah Tidak Lagi Jadi Ibu Kota”

“Gubernur Ideal adalah Orang yang Mengerti Persoalan Jakarta Setelah Tidak Lagi Jadi Ibu Kota”

Megapolitan
Faktor Ekonomi Jadi Motif Deky Jual Konten Video Porno Anak di Telegram

Faktor Ekonomi Jadi Motif Deky Jual Konten Video Porno Anak di Telegram

Megapolitan
Massa Unjuk Rasa di Depan Kedubes Amerika Serikat, Suarakan Solidaritas untuk Palestina

Massa Unjuk Rasa di Depan Kedubes Amerika Serikat, Suarakan Solidaritas untuk Palestina

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakarta Utara

Polisi Tangkap 3 Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakarta Utara

Megapolitan
Polisi Buru 398 Pelanggan Konten Video Porno Anak yang Diedarkan Deky lewat Telegram

Polisi Buru 398 Pelanggan Konten Video Porno Anak yang Diedarkan Deky lewat Telegram

Megapolitan
Menjelang Idul Adha, Masyarakat Diminta Tak Jual Hewan Kurban di Fasilitas Umum

Menjelang Idul Adha, Masyarakat Diminta Tak Jual Hewan Kurban di Fasilitas Umum

Megapolitan
Viral Video Tarif Parkir Liar Motor Rp 25.000 di JIS, Dishub DKI Kirim Anggota Tertibkan

Viral Video Tarif Parkir Liar Motor Rp 25.000 di JIS, Dishub DKI Kirim Anggota Tertibkan

Megapolitan
Soal Wacana Kaesang Duet dengan Budi Djiwandono pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Apa Iya Cuma Jadi Cawagub?

Soal Wacana Kaesang Duet dengan Budi Djiwandono pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Apa Iya Cuma Jadi Cawagub?

Megapolitan
Jika Kaesang dan Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Pertarungan Ulang Pilpres 2024

Jika Kaesang dan Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Pertarungan Ulang Pilpres 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com