JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengeluhkan kondisi tempat mereka berdagang saat ini.
Mereka mengeluh karena kondisi Pasar Tanah Abang sepi pembeli sehingga dagangan mereka jadi sulit terjual.
Galih Budi (23), pedagang pakaian anak di blok B lantai 3A, mengatakan bahwa sepinya pembeli di Pasar Tanah Abang mengakibatkan banyak toko yang gulung tikar.
Baca juga: Cerita Pedagang Pasar Tanah Abang Dulu Raup Rp 3 Juta per Hari, Kini Sepi dan Banyak Toko Bangkrut
"Sepi. Malah bukan sepi lagi, sebagian toko malah pada tutup," ucap Galih saat ditemui Kompas.com di kiosnya, Rabu (13/9/2023) sore.
Galih mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi awal mula pasar Tanah Abang sepi pembeli.
Kondisi itu membuat penjualan barang dagangannya kian merosot.
Ia bahkan mengatakan, jarangnya pembeli yang datang membuat penghasilannya kini kian tak menentu.
"Dulu stabil sekarang mah bisa satu hari cuma satu (pembeli), bisa juga enggak ada sama sekali," jelas Galih.
Baca juga: Tak Jualan di Medsos, Pedagang Pasar Tanah Abang: Saingannya Berat, Live Berjam-jam Takut Sia-sia
Sepinya pembeli di Pasar Tanah Abang juga disebabkan oleh menjamurnya pedagang online di berbagai media sosial.
Para pedagang di Pasar Tanah Abang pun mengaku tak bisa bersaing dengan pedagang online.
Pedagang bernama Nabil (29) memilih untuk tetap bertahan berjualan di tokonya di Pasar Tanah Abang.
"Saingannya berat di TikTok. Jadi, live (siaran langsung) berjam-jam, takut sia-sia," kata Nabil di kiosnya saat ditemui Kompas.com, Rabu.
Sementara itu, pedagang pakaian lain bernama Arya (31) mengatakan bahwa berjualan dengan memanfaatkan media sosial perlu usaha lebih.
Sebab, proses jual-beli yang dilakukan di media sosial tidak segampang yang dibicarakan orang.
Baca juga: Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Tanah Abang: Pilihannya Bertahan atau Pulang Kampung
"Enggak gampang (jualan di medsos), perlu sering, rajin. Belum lagi risiko enggak ada yang nonton. Susah juga," jelas Arya.
"Mau saja mulai, tapi kan kalau di medsos, perlu usaha dari awal lagi. Jadi, sama saja kayak merintis usaha lagi awal," tambah dia.
Edi (40), pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengaku takut ditertawakan konsumen apabila ia berdagang secara online.
Edi menyebutkan, kualitas barang yang ia jual terlalu tinggi apabila dijual di toko online. Sementara itu, pedagang di toko online memasang harga terlalu murah.
"Kalau di online itu kan barang-barang low-end, barang-barang murah. Kalau kami di sini barang impor. Barang impor atau barang premium, jadi kalau kami live (jual melalui siaran langsung), itu orang skip (lewat) doang," ujar Edi kepada Kompas.com di Pasar Tanah Abang, Rabu.
Baca juga: Tak Jualan di Medsos, Pedagang Pasar Tanah Abang: Nanti Ditertawakan karena Pasang Harga Tinggi
"Kalau (berdagang) barang impor (di live medsos), kami diketawain oranglah ketika pasang harga (tinggi). Enggak masuk," lanjut dia.
Edi mencontohkan, satu buah baju anak dengan kualitas premium biasa ia jual dengan harga Rp 125.000-Rp 150.000.
Jika dibandingkan dengan yang dijual melalui fitur siaran langsung di media sosial, harga baju premium yang dijual Edi bisa dua kali lipat lebih mahal.
Perbedaan harga barang impor kualitas premium dan barang yang dijual melalui media sosial pun akan sangat terlihat.
Pertimbangan itulah yang membuat Edi memilih tidak berdagang lewat media sosial.
"Kami enggak berani masuk online karena modal barangnya saja, kami sudah tinggi," kata dia.
(Penulis: Joy Andre | Editor: Ihsanuddin, Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.