JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya telah menerima 12 pucuk senjata api (senpi) hasil penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinas Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, di Jalan Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Dirintelkam Polda Metro Jaya Kombes Hirbakh Wahyu Setiawan mengatakan, belasan senpi itu berjenis revolver S&W hingga Tanfoglio.
"Ada (revolver) S&W, Walther, Tanfoglio dan lain-lain," kata Hirbakh saat dikonfirmasi, Sabtu (30/9/2023).
Kendati begitu, Hirbakh belum dapat memastikan legalitas belasan senpi yang ditemukan di rumah dinas Mentan.
Baca juga: KPK Temukan 12 Senpi di Rumah Dinas Mentan Syahrul Yasin Limpo, Kini Diserahkan ke Polda Metro
Karena itu, Polda Metro Jaya langsung berkoordinasi dengan Baintelkam Mabes Polri untuk menelusuri izin kepemilikan senpi tersebut.
"Sedang dikoordinasikan dengan Baintelkam untuk dicek izinnya," ucap dia.
Di samping itu, Hibakh juga belum dapat memastikan apakah Polda Metro Jaya bakal memeriksa Mentan atas temuan senpi di rumah dinas.
Adapun, KPK menggeledah rumah dinas Mentan Syahrul di Jalan Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejak Kamis (28/9/2023) sore hingga Jumat (29/9/2023) siang.
Selain mengamankan uang tunai miliaran rupiah dan sejumlah dokumen, KPK turut mengamankan sejumlah senjata.
Baca juga: Temuan 12 Senjata Api di Rumah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait senjata itu.
"Tadi bertanya apakah betul ada senpi? Kami ingin menjelaskan bahwa kami sudah berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Daerah DKI Jakarta," ujar Ali dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2023).
Meski demikian, Ali enggan membeberkan lebih lanjut berapa jumlah senpi yang ditemukan di rumah Syahrul, termasuk legalitas kepemilikan senjata itu.
Menurut Ali, KPK hanya menganalisis sejumlah barang atau benda yang diduga terkait dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
"Nanti, berapa jumlahnya, apakah ada intinya dan lain-lain tentu itu di luar kewenangan dari KPK," tutur Ali.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.