JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya masih belum membeberkan nilai uang dalam kasus dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyatakan, kasus ini baru naik menjadi tahap penyidikan. Hal itu seiring dengan selesainya gelar perkara pada 6 September 2023 lalu.
"Jadi untuk materi penyidikan nantinya, mohon maaf (nilai pemerasan) kami belum bisa share kepada rekan-rekan media sekalian," ujar Ade dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (7/10/2023).
Baca juga: Polisi Bakal Selidiki Foto Pertemuan Firli Bahuri dan Syahrul Yasin Limpo yang Beredar
"Kami pastikan proses penyidikan dalam rangka penegakan hukum yang akan dilakukan oleh tim penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya akan berjalan secara profesional, akuntabel, transparansi, berkeadilan," lanjut dia.
Adapun kini penyidik mulai mencari bukti terkait dugaan kasus pemerasan terhadap politisi Partai Nasdem tersebut. Ade berkata, merujuk pada Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setidaknya ada lima alat bukti yang harus dipenuhi penyidik. Bukti ini termasuk keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli maupun keterangan terdakwa.
"Ini menjadi tugas dari tim penyidik nantinya untuk mencari alat bukti, membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya," ungkapnya.
Ade menuturkan, status perkara yang diduga melibatkan pimpinan KPK dan Syahrul Yasin Limpo naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Dugaan tindak pidana korupsi yang dimaksud ialah pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian. Peristiwa tersebut terjadi antara tahun 2020 hingga 2023.
Baca juga: Wakil Ketua KPK Dukung Penyidikan Kasus Dugaan Syahrul Yasin Limpo Diperas Pimpinan KPK
"Dalam rangka penyelidikan, telah dilakukan oleh tim penyelidik Tipikor Krimsus Polda Metro Jaya terhadap enam orang saksi," papar Ade.
Saksi yang dipanggil terdiri dari Syahrul Yasin Limpo, ajudan dan sopirnya. Setelah naik ke tahap penyidikan, polisi nantinya akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).
"Untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan menurut cara dalam hal yang diatur dalam Undang-Undang guna mencari dan mengumpulkan bukti," jelas Ade.
Dia menyampaikan bahwa kasus dugaan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Diberitakan sebelumnya, beredar surat polisi yang menunjukkan bahwa Ditreskrimsus Polda Metro Jaya memanggil sopir beserta ajudan Syahrul terkait dugaan pemerasan yang dilakukan Pimpinan KPK.
Surat panggilan ini diketahui bernomor Nomor:B/10 339 MII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus. Sopir Mentan bernama Heri diminta menjadi saksi dan hadir dalam pemeriksaan 28 Agustus lalu di ruang Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sekitar pukul 09.30 WIB. Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri menuturkan, KPK tengah mengusut dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian.
Pada pekan lalu, KPK menggelar operasi penggeledahan di sejumlah tempat. Ali menyebut tim penyidik telah selesai menggeledah rumah dinas Syahrul di kompleks perumahan menteri di Jalan Widya Chandra V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (29/9/2023) siang.
Rombongan KPK berjumlah 7 mobil dan mengangkut dua koper serta tas sebelum keluar meninggalkan halaman rumah dinas Syahrul.