TANGERANG, KOMPAS.com - Kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing belum juga padam. Sejak Jumat (20/10/2023) hingga Senin (23/10/2023), asap pedih nan menyesakkan masih menyelimuti kawasan tersebut.
Terletak di wilayah Kedaung Wetan, Neglasari, Kota Tangerang, TPA itu masih mengeluarkan beberapa titik api.
Petugas pemadam kebakaran juga terus berusaha menyisir titik-titik api. Mereka menarik selang dan naik ke atas gunungan sampah, untuk menyiram titik api.
Kabut asap bahkan masih menyelimuti di sekitar lokasi kebakaran. Asap-asap tebal itu akan tertiup jika angin tiba-tiba berhembus kencang.
Baca juga: Warga Keluhkan Asap Kebakaran TPA Rawa Kucing Bikin Mata Perih dan Sesak Napas
Kondisi itu membuat petugas yang ada di lokasi, kompak memakai masker, untuk menutup alat pernapasan mereka.
Beberapa dari mereka bahkan sesekali mengusap air di matanya, karena tak kuasa membendung asap yang menyesakkan dada.
Sejumlah truk pengangkut air turut disiagakan di lokasi guna membantu petugas pemadam menelusuri titik-titik api yang hingga kini masih mengeluarkan asap.
Bermula dari api kecil lalu tiba-tiba gunung sampah menjadi lautan api
Yuli (35), salah satu warga yang tinggal di sekitar TPA Rawa Kucing mengungkapkan kondisi ketika kebakaran hebat melanda TPA tersebut.
Mulanya, kebakaran yang terjadi sejak Jumat (20/10/2023) itu, berasal dari api berukuran kecil yang muncul di tumpukan sampah sekitar pukul 14.00 WIB.
"Awalnya kecil dulu, terus tiba-tiba jadi besar, karena sampah itu dalam keadaan kering semua," ujar Yuli kepada Kompas.com di lokasi, Senin (23/10/2023).
Api lalu tak bisa dijinakkan dan membesar. Sekitar pukul 17.00 WIB, api itu akhirnya membuat gunung sampah menjadi lautan api.
"Di jam 17.00 WIB sampai malam, itu kayak lautan api, semua sudah nyala. Apinya udah meliputi semua yang ada di sampah ini," ujar Yuli.
Kebakaran yang tak kunjung padam itu kemudian berdampak kepada warga. Sudah berhari-hari mereka hidup dengan asap akibat api yang tak kunjung padam.
"Di sini jadi kena asap terus. Sesak banget," kata Yuli.
Kondisi itu membuat Yuli agak kesulitan bernapas. Sebab, dirinya akan lebih banyak menggunakan masker ketika berada di rumah.
Baca juga: Kesaksian Warga Saat Kebakaran TPA Rawa Kucing: Awalnya Api Kecil, lalu Jadi Lautan Api
Kondisi diperparah dengan kemarau panjang yang kini melanda Indonesia.
"Cuaca panas, ditambah kebakaran enggak padam-padam, jadi makin tebal asapnya kalau ada angin," kata Yuli.
Warga lain bernama Fadil (28) juga mengatakan hal yang sama. Bagi dia, asap yang tebal membuat ia lebih sering mengeluarkan air mata.
Sebab, matanya terasa amat perih jika kabut asap menebal ketika angin berhembus.
"Mata perih banget. Ini baju juga bau sampah, tapi juga bau asap. Enggak kuat karena ditambah mataharinya panas banget," ujar Fadil.
Dirinya berharap agar petugas di lapangan bisa segera menangani kebakaran yang masih melanda.
Baca juga: Helikopter BNPB Ditargetkan 50 Kali Bolak-balik Siram Air untuk Padamkan Api di TPA Rawa Kucing
"Pengin cepat-cepat selesai. Semoga bisa normal lagi dan asapnya hilang," harap Fadil.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut mengerahkan helikopter. Hal itu bertujuan untuk membantu proses pemadaman melalui udara.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan, pihaknya menargetkan helikopter akan 50 kali bolak balik untuk mengambil dan menyiram air demi memadamkan api.
"Iya, ini sudah mulai operasi, target 50 dropping air (menyesuaikan dengan situasi lapangan)," kata Muhari dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Senin (23/10/2023) kemarin.
Setiap perjalanannya, helikopter water bombing mengangkut empat ton air untuk ditumpahkan di TPA Rawa Kucing.
Kendati demikian, BNPB belum dapat memastikan kapan pemadaman akan selesai. Sebab, semua pihak terkait masih memantau dan bergantung pada kondisi di lapangan.
"Melihat situasi hari ini, helikopter baru datang, sambil bombing, juga mapping medan dan situasi terbakar. Nanti sore baru bisa diestimasi lama operasinya," ujar Muhari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.