JAKARTA, KOMPAS.com - Sepinya pengunjung di Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, dikeluhkan oleh para pedagang baju yang berjualan di sana.
Pasalnya, kondisi yang demikian membuat penjualan para pedagang baju mengalami penurunan lantaran sepi pembeli.
Lambat laun, para pedagang khawatir tidak lagi bisa mendapat pemasukan dan menjadi buntung.
Baca juga: Curhat Pedagang Baju di Pasar Koja: Orang Lewat Saja Enggak Ada
Asni (63), salah satu pedagang baju di Pasar Koja Baru mengatakan bahwa semakin jarang orang yang ke pasar.
Hal itu berimbas pada tidak ada orang yang lalu-lalang di tempatnya berjualan.
“Sekarang sudah enggak ada orang ke pasar. Terkadang laris, kadang enggak. (Dulu) orang biasa ramai, lewat. Sekarang lewat saja enggak ada,” keluh Asni saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/10/2024).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, tak ada hiruk pikuk antara penjual dan pembeli di lantai satu Pasar Koja Baru.
Tidak sedikit toko yang sudah ditutup dengan rolling door. Sejumlah pedagang yang masih membuka toko tampak ada yang tertidur sambil menunggu pelanggan.
Asni menyebut, menurunnya omzet dan pelanggan di Pasar Koja Baru sudah terjadi setelah Indonesia beralih dari masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Pedagang Sebut Pembeli di Pasar Koja Baru Sepi karena Harga Pangan Tidak Stabil
“Sebelum virus corona, ada saja yang belanja. Sekarang, enggak, jauh bedanya. Banyak yang tutup,” kata Asni.
Asni beranggapan bahwa kondisi Pasar Koja Baru yang kian sepi terjadi karena masyarakat sudah nyaman berbelanja di berbagai macam e-commerce.
Hal tersebut, kata Asni, membuat masyarakat jadi malas melangkahkan kakinya ke pasar untuk membeli barang.
“Sejak online inilah, kayaknya drop banget. Orang ke pasar saja malas, enggak ada ramai. Ketika orang (calon pembeli) lewat, misalnya kamu, pedagang kelihatan semua (karena saking sepinya), ngeluh semua,” ujar Asni.
Menurut Asni, kondisi ini tidak hanya berdampak kepada pemilik toko di Pasar Koja, tetapi juga bagi para karyawan toko.
Baca juga: Curhat Pedagang Baju Pasar Koja: Dulu Dapat Rp 5 Juta Sehari, Kini Satu Pelanggan Sudah Bersyukur
“Yang biasanya pegawai masuk, disuruh berhenti. Selang-seling, besok enggak masuk, besoknya lagi masuk. Kan enggak enak sama pegawainya,” pungkas Asni.
Asni mengaku pernah membawa pulang Rp 5 juta dalam satu hari setelah menjual barang dagangannya.
Namun, itu dahulu. Kondisinya berbeda dengan saat ini.
“Ya satu hari ada, Rp 3 juta sampai Rp 5 juta,” ungkap Asni.
Asni mengeluhkan jumlah pelanggan yang kian hari justru malah menurun.
Baca juga: Untuk Pemimpin yang Nanti Terpilih, kalau Bisa Stabilkan Harga Pangan
“Ini sekarang, toko saya di depan, benar-benar enggak ada, kosong. Terkadang satu minggu enggak ada,” ujar Asni.
Saat ditanya apakah dia sudah menjual barang dagangannya untuk hari ini, ia mengucap syukur karena ada satu pembeli.
“Pokoknya jauh (perbedaannya). Sesepi-sepinya, dulu itu bisa belanja ke Tanah Abang ke bisa sekali, dua kali, atau tiga kali. Sekarang, dari Lebaran kemarin, belum pernah belanja lagi,” ucap Asni.
Terkait calon pemimpin Indonesia yang baru pada 2024 mendatang, Asni menggantungkan harapan.
Ia ingin Presiden Indonesia ke-8 nantinya dapat memecahkan masalah sepinya pelanggan di pasar tradisional di tengah gempuran pasar digital.
Baca juga: Harapan Pedagang ke Presiden Mendatang, Bisa Kembali Hidupkan Pasar Tradisional
Oleh karena itu, ia juga berharap pemimpin mendatang turut berperan aktif dalam mempromosikan pasar tradisional.
“Iya gitu harapannya (presiden yang nantinya terpilih turut mempromosikan pasar tradisional),” ucap Asni.
(Tim Redaksi: Baharudin Al Farisi, Ihsanuddin, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.